NovelToon NovelToon
Serunai Cinta Santriwati

Serunai Cinta Santriwati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Wanita
Popularitas:319
Nilai: 5
Nama Author: Lalu LHS

Fahira Hidayati tak pernah menyangka akan terjebak begitu jauh dalam perasaannya kini. Berawal dari pandangan mata yang cukup lama pada suatu hari dengan seorang ustadz yang sudah dua tahun ini mengajarnya. Sudah dua tahun tapi semuanya mulai berbeda ketika tatapan tak sengaja itu. Dua mata yang tiba-tiba saling berpandangan dan seperti ada magnet, baik dia maupun ustdz itu seperti tak mau memalingkan pandangan satu sama lainnya. Tatapan itu semakin kuat sehingga getarannya membuat jantungnya berdegup kencang. Semuanya tiba-tiba terasa begitu indah. Sekeliling yang sebelumnya terdengar riuh dengan suara-suara santri yang sedang mengaji, tiba-tiba saja dalam sekejap menjadi sepi. Seperti sedang tak ada seorangpun di dekatnya. Hanya mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu LHS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#11

Fahira Hidayati tak seperti hari sebelumnya saat Ustadz Pahlevi tak hadir mengisi jadwalnya. Setelah berterus terang kepada Amelia tentang perasaannya kepada Ustadz Pahlevi, ia merasa malu dengan Amelia. Ia memilih diam di kamar menunggu Amelia menjemputnya seperti biasa. Menunggu suara sepeda motor Ustadz Pahlevi di gerbang asrama, baru kemudian bergegas menuju kelas. Padahal di dalam hatinya ia benar-benar tidak sabar ingin segera ke kelas dan berharap hari ini Ustadz Pahlevi hadir di kelasnya.

Terdengar suara langkah kaki dari arah samping. Fahira Hidayati buru-buru membuka kitabnya dan pura-pura sedang membacanya. Amelia yang berdiri di depan pintu mengernyitkan dahinya.

"Loh, kok masih di sini? Aku kira kamu sudah duluan seperti kemarin," kata Amelia dengan sedikit bercanda. Fahira Hidayati hanya tersenyum. Kitabnya ditutup kembali dan bangkit.

Saat berjalan bersama, Amelia kembali menggodanya dengan meletakkan telapak tangannya di dada Fahira Hidayati. Sontak Fahira Hidayati menangkis tangannya. Tawa Amelia terdengar renyah.

"Masya Allah, aku kira sedang mendengar gunung meletus. Ya, Allah, jangan sampai dia gak datang hari ini,". kata Amelia dengan suara sengaja diberatkan. Wajah Fahira Hidayati sedikit cemberut sambil menoleh kesana kemari.

"Gak lucu becandanya. Ntar ada yang dengar," kata Fahira Hidayati ketus.

"Gak. Gak akan ada yang dengar. Semua sudah ada di kelas masing-masing," jawab Amelia.

"Sudah. Ayo jalan cepetan. Ntar malu terlambat sendiri,". kata Fahira Hidayati sambil mempercepat langkahnya. Amelia yang ada di belakangnya hanya bisa tersenyum.

Baru saja keduanya sampai di depan kelas, suara motor Ustadz Pahlevi terdengar dari arah pintu gerbang. Keduanya buru-buru masuk. Doa belajar mulai terdengar dari masing-masing kelas.

Jantung Fahira Hidayati berdegup kencang saat Ustadz Pahlevi mengucapkan salam. Dia mulai menundukkan kepalanya. Posisi duduknya yang ada di urutan paling belakang memungkinkannya untuk mencuri pandang wajah Ustadz Pahlevi. Dia tidak peduli lagi dengan Amelia yang ada di sampingnya, yang mungkin saja sedang memperhatikan gerak-geriknya.

"Subhanallah," batin Fahira Hidayati ketika ia melihat wajab Ustadz Pahlevi yang saat itu sibuk membuka kitabnya. Wajah yang teduh, yang membuatnya sulit untuk memalingkan pandangannya. Sementara di sampingnya, Amelia memperhatikan Fahira Hidayati dengan tatapan lekat. Dia benar-benar serba salah dengan pilihan Fahira Hidayati. Seandainya saja Ustadz Pahlevi belum berumah tangga, maka dia orang yang pertama kali akan memberitahu Ustadz Pahlevi tentang perasaan Fahira Hidayati.

Jantung Fahira Hidayati seperti hendak meledak ketika pandangan Ustadz Pahlevi langsung mengarah kepadanya saat mengangkat wajahnya. Dia terperangah dan tak bisa mengalihkan pandangannya. Untuk sesaat dua mata saling berpandangan. Yang satu benar-benar menampakkan ketakjubannya. Yang satu lagi masih menerka-nerka arti pandangan itu. Beruntung para santri serempak menundukkan kepala saat Ustadz Pahlevi mengangkat wajahnya.

Ustadz Pahlevi menundukkan pandangannya ke arah kitab di depannya saat melihat Fahira Hidayati tersenyum. Itu membuat Fahira Hidayati tertunduk malu. Dia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Entah, tiba-tiba saja ia tidak bisa menahan diri untuk memberikan senyumnya pada Ustadz Pahlevi.

Fahira Hidayati menggeleng-geleng sendiri. Mukanya memerah. Begitupun juga dengan keringatnya yang menetes tak henti. Konsentrasinya menjadi buyar. Pelajaran sudah berlangsung beberapa paragraf, namun ia masih memikirkan kejadian yang menurutnya sangat memalukan itu. Dia berharap Ustadz Pahlevi tidak marah.

"Wallahu A'lam bis shawab,"

Ustadz Pahlevi mengakhiri pengajiannya. Fahira Hidayati mengusap keringat dj wajahnya. Tak terasa pelajaran telah berakhir dan ia belum satupun mengartikan kitabnya. Fahira Hidayati menutup kitabnya. Dia masih menunduk dan belum berani mengangkat kepalanya.

"Kalian boleh keluar duluan. Ada yang harus aku kerjakan," kata Ustadz Pahlevi mempersilahkan para santri untuk keluar. Satu persatu santri mulai keluar.

Amelia menepuk pundak Fahira Hidayati yang masih menundukkan kepalanya. Ia masih belum berani mengangkat kepalanya. Ia merasa sepertinya Ustadz Pahlevi akan memperhatikannya. Di tambah lagi dengan kakinya yang mulai kesemutan. Jika saja Amelia tidak menegurnya, tentu dia akan tetap di ruangan itu.

Tinggal mereka berdua yang terakhir meninggalkan ruangan itu. Dengan langkah tertatih-tatih, Fahira Hidayati berusaha menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh Amelia.

"Kalian berdua, tolong buatkan kopi ya," Suara Ustadz Pahlevi yang tiba-tiba mengangetkan mereka berdua. Mereka berdua saling lirik sambil mengusap dada masing-masing.

"Ingat, yang pahit ya," Ustadz Pahlevi melanjutkan kata-katanya.

"Baik, Ustadz," jawab keduanya serempak. Mereka berdua pun segera bergegas menuju dapur.

Fahira Hidayati menghela nafas lega. Ia merasa seperti sudah terlepas dari marabahaya..

"Cie,cie..akhirnya bunga di taman hati bertambah mekar," bisik Amelia di telinga Fahira Hidayati. Wajah Fahira Hidayati cemberut manja. Beberapa kali ia berusaha mencubit perut Amelia tapi Amelia selalu berhasil menghindar. Suasana hati Fahira Hidayati benar-benar tak menentu. Di satu sisi ia masih resah memikirkan kejadian di dalam kelas. Di satu sisi ia begitu senang karna kembali disuruh membuat kopi oleh Ustadz Pahlevi. Selama menunggu air mendidih, tak henti-henti ia tersenyum. Tubuhnya bergerak kesana kemari mengikuti suasana hatinya yang sedang bergejolak. Dan ia sudah tidak bisa lagi menyembunyikannya dari Amelia. Apalagi saat Amelia terus menerus menggodanya.

"Mel, tolong, kamu aja yang membawa kopinya ya," pinta Fahira Hidayati ketika segelas kopi untuk Ustadz Pahlevi sudah siap diantar. Amelia mengerutkan keningnya.

"Loh, kok aku?" tanya Amelia

"Please. Aku malu," kata Fahira Hidayati.

"Ini kesempatanmu, Fahira,"

"Aku mohon, Mel. Ayolah. Sebelum santri yang lain datang. Kasihan juga ustadz kalau harus menunggu lama. Tolong, saat ini aku masih belum siap," kata Fahira Hidayati merengek seperti anak kecil sambil berbisik. Amelia mengangkat kedua alisnya dan mendesah pendek. Dia pun kemudian mengambil gelas dari tangan Fahira Hidayati dan melangkah keluar dapur dikuti Fahira Hidayati.

Fahira Hidayati melirik Ustadz Pahlevi dari luar pintu kelas yang terbuka. Ia menggunakan kesempatan itu saat Amelia masuk ke dalam ruangan dan Ustadz Pahlevi masih sibuk membaca kitabnya.

"Taruh di sebelah," kata Ustadz Pahlevi sambil menunjuk ke arah meja kecil di sampingnya. Ia mengangkat wajahnya dan melihat sejenak ke arah Amelia. Ia mengira Fahira Hidayati lah yang saat itu berada di depannya. Ustadz Pahlevi mengalihkan pandangannya pelan ke arah pintu. Dan kini, lagi-lagi tatapan matanya bertubrukan dengan tatapan mata Fahira Hidayati. Kali ini, kedua tatapan mata itu tak mau mengalah satu sama lain. Seperti saling mencengkeram satu sama lainnya. Seluruh persendian Fahira Hidayati bergetar hebat. Jantungnya berdegup kencang. Ubun-ubunnya seperti melayang jauh ke atas sana.

Untuk sejenak Amelia melongo di tempatnya berdiri sambil sesekali menengok bergantian ke arah keduanya. Apa yang terjadi dengan ustadz dan muridnya ini? Dari mana mulainya sehingga keduannya sampai berpandangan selekat itu? tanya Amelia. Ia masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya. Takut ada santri yang melihat, Amelia bergegas mendekati Fahira Hidayati dan menarik tangannya.

Fahira Hidayati terkejut saat Amelia menarik tangannya. Di dalam ruangan, Ustadz Pahlevi pun sontak memalingkan pandangannya. Nafasnya tertahan. Kedua matanya bergerak pelan kesana kemari seperti sedang menerka apa gerangan yang sesang terjadi. Ustadz Pahlevi menoleh ke arah pintu. Fahira Hidayati dan Amelia sudah tidak terlihat lagi.

Ustadz Pahlevi mendesah panjang. Tak benti-henti terucap Istigfar dari mulutnya. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Saat memandang Fahira Hidayati, ia benar-benar merasa tidak bisa melepaskan diri dari terus menatap matanya. Semakin dalam ia pandang, semakin terasa ia tenggelam dalam bola mata bening gadis itu. Jika saja Amelia tidak segera datang membuyarkan semuanya, dia tidak akan mengalihkan pandangannya dari melihat mata indah gadis itu.

1
MEDIA YAQIN Qudwatusshalihin P
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!