NovelToon NovelToon
Dont Tell My Lady

Dont Tell My Lady

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Pengawal
Popularitas:417
Nilai: 5
Nama Author: Renten

Cerita ini berputar di kehidupan sekitar Beatrice, seorang anggota keluarga kerajaan Kerajaan Alvion yang terlindung, yang telah diisolasi dari dunia luar sejak lahir. Sepanjang hidupnya yang terasing, ia tinggal di sebuah mansion, dibesarkan oleh seorang maid, dan tumbuh besar hanya dengan dua pelayan kembar yang setia, tanpa mengetahui apa pun tentang dunia di luar kehidupannya yang tersembunyi. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Beatrice akan melangkah ke dunia publik sebagai murid baru di Akademi bergengsi Kerajaan — pengalaman yang akan memperkenalkannya pada dunia yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renten, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

【Whiskey Over Grace】

Tangga itu terletak di sisi auditorium besar, di tempat bayangan memanjang di bawah cahaya lembut yang menembus dari eksterior bangunan yang megah.

Sudut lapangan akademi ini masih menjadi bagian dari lingkungan prestisius, namun terasa jauh dari jalan beraspal rapi dan taman yang dirawat dengan sempurna, yang dipenuhi murid serta pelayan.

Di sini, suasana sunyi namun jauh dari tenang—terasa seperti kantong rahasia bagi mereka yang ingin menikmati kebebasan dan bertindak semaunya, tersembunyi di balik kemegahan sekolah.

Di puncak tangga itu, duduklah seorang wanita bertubuh tinggi menjulang. Kehadirannya tampak sekuat belenggu besi dengan rantai yang melingkar di pergelangan tangannya—sebuah aksesori mencolok yang dengan bangga dikenakan.

Satu kakinya tertekuk, lututnya terangkat hingga ke dadanya, sementara kaki lainnya terjulur malas di tangga.

Rok maid yang panjang itu tersingkap, menampakkan bloomers pendek di bawahnya.

Rambut pirangnya di kuncir ekor kuda dengan ikat longgar, bergoyang setiap kali ia bergerak santai, helaian-helaian keemasan berkilau di bawah cahaya.

Sambil bersandar pada lutut yang tertekuk, ia menggenggam botol whiskey yang setengah kosong seolah itu bagian alamiah dari tangannya.

Meski tampak malas, otot-ototnya menegaskan kesiagaan, seumpama pegas yang siap menyergap kapan saja.

Senyuman tipis menghiasi bibirnya, seolah menantang siapa pun yang berani mengusik kesenangannya.

Di pertengahan tangga, duduk seorang wanita yang menampilkan sikap selayaknya bangsawan.

Ia duduk di atas saputangan yang terlipat rapi, menghindari sentuhan langsung dengan anak tangga yang kotor.

Rok panjangnya terkulai elegan di sekitar kakinya yang bersilangan, meski sekilas terlihat tali garter saat ia mengatur posisi duduknya.

Di salah satu tangannya, ia memegang gelas whiskey mungil, memutar cairan keemasan itu dengan gerakan lambat dan anggun.

Tangan lainnya tergeletak di samping botol tanpa tutup, label mahalnya menjadi bukti kecermatannya dalam memilih minuman.

Setiap tegukan yang ia ambil begitu tenang dan terukur, seolah ia bukan hanya menikmati rasa minuman itu, melainkan seluruh prosesnya.

Kacamata berbingkai tipis memantulkan cahaya samar, dan senyum setengah menyindir menghiasi sudut bibirnya.

Di dasar tangga, bersandar santai di jalan setapak yang berdebu, duduk sosok yang bertubuh lebih kecil.

Rambut pendek membingkai raut wajahnya yang tajam dan masih muda, sementara seragam maid yang agak pendek—nyaris di bawah lutut—bergeser kala ia meluruskan satu kakinya, sedangkan kaki lainnya tertekuk.

Stoking hitamnya kotor terkena tanah, tetapi ia sama sekali tak ambil pusing.

Di pangkuannya, sebotol minuman terbuka ditumpangkan, sementara tangannya sibuk menuang whiskey ke dalam sebuah flask.

Sesekali, ia meneguk langsung dari botol di tangan lainnya.

Di dekatnya, menumpuk camilan aneh berupa potongan cumi kering tabur gula dan cabai, terhampar di atas selembar tisu.

Dengan tangkas, tangannya menyambar sepotong camilan untuk kemudian dikunyah dengan puas.

Gerak-geriknya memancarkan kesan menantang aturan dan benar-benar nyaman dengan suasana berantakan sekelilingnya.

Maid kekar di puncak tangga mengangkat botolnya, memberi isyarat santai ke arah rekannya yang lebih elegan.

"Seperti biasa, Cecilia," ujarnya dengan suara serak namun hangat, "kau selalu berhasil bawa minuman berkualitas."

Tangan bebasnya menepuk sisi peti kayu di sebelahnya, dan suara botol-botol beradu terdengar pelan.

Dua botol masih tersisa di dalam, sementara botol-botol lain tampak sudah habis dikonsumsi.

Gadis berkacamata itu, hanya mengulas senyum tipis tanpa membuka matanya.

"Kau bisa berterima kasih pada Lady-ku nanti," balasnya ringan, suaranya santai tapi terukur.

Maid mungil di dasar tangga menggumamkan sesuatu sambil mulutnya penuh makanan.

Maid berkacamata menghela nafas, membetulkan posisi kacamatanya.

"Telan dulu, Feli," ujarnya, nada suaranya menyiratkan keluhan halus.

"Baru bicara."

Setelah menelan dengan keras, maid berambut pendek itu mengarahkan flask-nya ke maid berkacamata.

"Tadi aku bilang," ucapnya, "bukankah Northam House juga sedang kena masalah besar belakangan ini?"

Ekspresi maid berkacamata berubah sedikit, tatapannya menajam saat ia kembali menyesap minumannya.

"Dari yang kudengar," ujarnya, nada suaranya tenang namun tegas, "keadaan mereka jauh lebih gawat dibanding tuanku."

Ia mengambil tegukan kecil sebelum menambahkan, "Untungnya, keluarga kami tak begitu terdesak."

Mendengar itu, maid berbadan kekar di puncak tangga menatap botol kosongnya.

Tak lama, ia membuka botol baru, suara segel yang pecah memberi suasana hening yang samar.

"Yakin begitu?" tanyanya, terdengar lebih merenung, lalu meneguk minumannya dalam-dalam.

Maid berkacamata memutar whiskey di gelasnya dengan ekspresi penuh pertimbangan, suaranya lembut namun menyimpan gurauan.

"Saat kulihat ibu Lady-ku berbicara dengan mereka, senyumnya sama, tapi lehernya tidak berkeringat seperti biasanya."

Maid kekar mengernyit.

"Keringat?"

Maid berkacamata mengangguk, menyesap whiskey dengan elegan.

"Itu tanda. Waktu dia terdesak dalam negosiasi, dia berkeringat—sedikit, tepat di sekitar kerah leher.

Dan untuk memastikan dugaanku... katakanlah malamnya, bukti cucian kotornya pun tidak menunjukkan tanda yang mencurigakan."

Maid mungil itu terdiam sejenak, alisnya berkerut.

"Ceci, kau serius sampai mengendus cucian segala?"

"Cuma untuk riset," jawab maid berkacamata dengan santai, membetulkan letak kacamatanya dengan senyum.

"Dan whiskey hari ini? Murni buah hasil dari apa yang tidak kutemukan."

Maid berbadan kekar terkekeh pendek, meski tampak agak bingung.

"Baru ingat... Amelia kan dikirim ke Northam House pas akhir pekan lalu," ujarnya, seolah baru teringat.

Maid berkacamata mengangkat alis.

"Amelia?"

Maid mungil cepat menjawab, menuding ke arah maid kekar.

"Kau tahu—'teman kerja' dia."

Kedua jarinya membentuk tanda kutip, nada suaranya menunjuk kesan ia telah mengetahui lebih dari yang seharusnya soal peran Amelia.

Maid berkacamata membetulkan kacamatanya lagi, tanda bahwa ia mulai paham.

"Oh, jadi begitu."

Maid kekar tampak sedikit kesal, mencengkeram botolnya lebih erat.

"Tunggu, kupikir kalian sudah kenal Amelia?"

Maid berkacamata menghela nafas kecil, menggeleng pelan.

"Kau terlalu banyak rahasia dalam perkumpulan kalian, sampai aku sendiri ikut pusing menebak obrolan apa yang terakhir."

Maid kekar menoleh ke maid mungil, pandangan matanya seperti hendak menyalahkannya.

"Tapi Felicity, kau kenal Amelia kan?"

Maid mungil mengangkat bahu tanpa beban.

"Enggak, cuma tahu namanya doang.

Aku cuma dengar sebagian cuplikan obrolanmu"

Maid kekar menggerutu, memegangi pelipisnya seolah pusing.

"Kadang aku sendiri bingung dengan segala urusan yang kujalani."

Maid mungil menyambar camilan uniknya lagi, bicara dengan mulut penuh.

"Yah, sepertinya Northam bakal baik-baik saja kalau 'teman kerja'-mu yang turun tangan."

Maid kekar mengangguk setengah hati, meneguk minumannya lagi.

"Kuharap begitu," gumamnya sebelum mengembuskan napas lega yang panjang.

"Fuaaaahhh! Keras juga minuman ini."

Maid berkacamata tersenyum kecil, memutar-minum whiskey di gelasnya.

Lalu ia berkomentar terlalu santai,

"Seandainya aku bisa menikmati minuman enak ini sambil mengagumi dada Lady-ku yang indah."

Maid mungil mencibir, ekspresi jijik terukir di wajahnya.

"Ceci, kau mesum."

Ketika ia kembali mengunyah camilan anehnya, tiba-tiba ia menghentikan gerakannya, raut wajahnya berubah serius.

"Hei, Bridget. Ceci. Lihat ke sana."

Maid berbadan kekar—Bridget—miringkan botolnya sedikit, kuncir kuda pirangnya bergoyang saat menoleh ke arah yang ditunjuk.

Matanya menangkap sosok tak asing—seorang pemuda bertubuh tinggi dan berbahu lebar, ekspresinya tajam memancarkan kesal bercampur muak.

Tak jauh di sampingnya, terlihat sosok lain yang lebih anggun, berdiri dengan postur elegan namun tampak jengkel.

Setelan gelap yang melekat di tubuh si pemuda menonjolkan sosoknya yang kekar, sedangkan yang satunya mengenakan rompi biru yang berkilau samar di bawah cahaya.

Bridget menebar senyuman melebar, ia bersandar ke belakang sedikit, botol whiskey terjuntai malas di ujung jarinya.

"Wah...wah," ujarnya panjang, nada suaranya sekaligus geli dan menantang.

"Bukankah itu Ed boy..."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!