Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Jam Update pukul 9.00 pagi dan malam pukul 19.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Pertama/Menyingkirkan Melati
Sekarang, Junaidi kembali ke pantry, lalu mengantarkan kopi pesanan para staf dengan Melati yang terus mengikutinya.
Lalu, langkah Melati terhenti saat melihat seorang pria tampan, dia berjalan di belakang sang direktur utama. Melihat jimat yang berada di tangan pria itu membuat Melati pergi dari area tersebut.
Junaidi yang tak melihat keberadaannya lagi pun mengedikan bahunya.
Puk! Seseorang menepuk bahu Junaidi dari belakang. "Gimana? Kapan mau dimusnahkan?" tanya Rumi dari belakang.
Junaidi menoleh, dia menatap sahabatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mungkin nanti sore kalau semua udah pulang, Rum," jawabnya.
"Kok, gitu? Kenapa nunggu malem?" tanya Rumi yang ingin mengetahui alasannya.
"Kalau sekarang banyak orang kerja, gua nggak enak, apalagi lu tau gua masih amatiran," jawab Junaidi setengah berbisik. Pria berpakaian seragam cleaning servis itu kembali ke pantry untuk menaruh nampannya.
Sekarang, Junaidi harus membersihkan toilet lantai tiga, dia pun berjalan menaiki lift dari lantai satu menuju lantai tiga. Dan di lantai tiga itu, Junaidi tak menemukan hal mengerikan apapun. Tapi, Junaidi yang sedang mengelap kaca wastafel kamar mandi itu terdiam, dia menatap dirinya di pantulan cermin.
"Tapi, sosok apa yang ngikutin Pak Direktur? Dia keliatan kuat banget, apa itu yang buat Melati pergi dari ruangan tadi?" Junaidi bertanya-tanya dalam hati.
"Ahh, sudahlah. Urus saja urusanku!" ucapnya, dia pun kembali bekerja.
Selesai dengan membersihkan toilet, sekarang Junaidi keluar, dia berpapasan dengan seseorang yang tadi berjalan di belakang direktur. Junaidi menganggukkan kepala, rasanya ingin cepat-cepat pergi dan tak mau berlama-lama di toilet karena dia tidak tahan dengan sosok yang selalu mengikuti pria tersebut dan Junaidi berpura-pura tak melihatnya.
"Astaga, apa dia peliharaannya, ya?" tanya Junaidi dalam hati, dia pun mengusap lehernya yang terasa dingin, merinding dan bayangan wajah menyeramkan itu masih terus terbayang.
"Apa nggak serem hidupnya, ya?" tanya Junaidi dalam hati, dia menggeleng.
Singkat cerita, tiba waktunya dia menemui Melati di toilet lantai dua.
"Mel," panggil lirih Junaidi seraya membuka tiap pintu toilet. Tapi, pria berparas tampan itu tak melihatnya.
"Kemana, ya?" tanya Junaidi pada dirinya sendiri. Dia pun keluar berbalik badan dan saat itu, Melati sudah berdiri tepat di belakangnya, wajahnya yang terlihat menyeramkan berada tepat di depan wajah Junaidi membuat pria itu terjengkang.
Brak! Suara Junaidi terjatuh.
"Hahahaahaha," tawa Melati seraya meletakkan dua tangannya di pinggang. Dia tertawa terpingkal-pingkal.
Sekarang, wajah Melati sudah kembali seperti semula yaitu cantik dan terlihat begitu polos. Lalu, hantu itu mengulurkan tangannya dan Junaidi menyambutnya, tapi mereka lupa kalau mereka berada di dunia yang berbeda, tangan itu tak pernah bertemu karena saling menembus satu sama lainnya dan itu membuat mereka semakin terkekeh.
Junaidi menggeleng dan sekarang, dia bangun dari jatuhnya, tangannya mengusap bok*ngnya yang terasa pegal. Sekarang, Junaidi menatap Melati lekat membuat hantu merasa salah tingkah.
"Eh, ngapain kamu liatin aku kaya gitu?" tanya hantu perawan itu seraya merapikan anak rambutnya, membawanya ke belakang telinga.
"Ada yang mau gua bicarain," jawab Junaidi yang kemudian berjalan ke arah wastafel, dia sedikit menyender di sana, melipat tangannya di dada dengan mata masih memperhatikan Melati.
"Apa? Nggak mungkin kamu jatuh cinta sama hantu, kan?" tanya Melati menyelidik.
"Haha, ada-ada aja, bukan itu, ini tentang lu, kenapa lu masih keliaran di sini? Apa yang bikin lu nggak bisa pergi dengan tenang?" tanya Junaidi seraya mengusap pucuk kepala hantu cantik tersebut dan seperti biasa tangannya menembusnya dan dia kembali menarik tangannya, melipatnya di dada.
Lalu, Melati ikut menyender di wastafel, dia berdiri dengan menyilangkan kakinya. "Aku juga nggak tau, yang ku tau aku bangun dari kematian dengan terpisah dari tubuhku, itu terasa menyakitkan," jawab Melati dengan raut wajah sedihnya.
Sekarang, Melati menoleh, dia sedikit mendongak untuk menatap pria yang berada di sebelah kirinya. "Mau gua bantu pergi dari dunia ini? Atau, mungkin lu ada pesan terakhir buat keluarga makanya lu nggak tenang?" Junaidi menawarkan bantuannya.
Seketika Melati menjauh, dia masih belum mau pergi sebelum ingatannya kembali. Ya, Melati adalah hantu hilang ingatan, dia lupa apa yang menimpanya sampai membuatnya terpisah dari tubuhnya.
Melihat Melati yang hilang menembus dinding-dinding membuat Junaidi mencarinya dari ruangan ke ruangan. Sementara itu, Melati yang berada di pantry mencoba mengingat apa yang sudah dia alami, tapi yang terjadi adalah dia merasa sakit di lehernya, merasa sesak seperti sedang tercekik, lalu matanya berubah menjadi merah, dia mulai sedikit mengingat kejadian dimana dirinya dicekik.
Namun, lagi-lagi hanya sepotong ingatan itu saja yang dia ingat. Melati yang sekarang berdiri di tengah ruang pantry itu menatap pintu saat pintu terbuka. "Mel." Junaidi memanggilnya.
Brak! Pintu kembali tertutup dengan kasar dan begitu cepat, Melati lah yang menutupnya. Sekarang, Junaidi mencoba membuka pintu itu dan Melati yang tak terima akan disingkirkan oleh Junaidi itu menjadi murka.
"Aku kira kamu lain dari yang lain, bisa jadi temanku walaupun aku udah jadi hantu, tapi ternyata, kamu juga mau nyingkirin aku!" Melati menggeram.
Lalu, seseorang menepuk bahu kiri Junaidi dari belakang membuat pria itu sangat terkejut.
"Aaah!" teriak Junaidi saat menoleh.
Begitu juga dia yang menghampiri Junaidi yang tak lain adalah Rumi. "Aaaaa!" teriak Rumi dan dengan segera menarik tangannya, memeluk tangannya sendiri.
"Gimana? Udah selesai belum? Gua udah nunggu lama banget di parkiran," ungkapnya dan Junaidi menjawab dengan menggeleng.
Melihat mereka sedang bicara membuat Melati kembali membuka pintu lebar, dia menarik dua pemuda itu dan mulai mencekik sampai kaki mereka sedikit berjinjit.
"Gini amat demi duit," kata Rumi dalam hati, dia terus mencoba melepaskan tangan Melati yang mencekiknya.
"Aaaakhh!" pekik Junaidi yang sedang meraba saku celananya, dia mencari ponselnya dan ternyata sedang diisi daya di dekat dispenser yang berada di dekat pintu pantry.
Sementara itu, Rumi merasa sudah hampir mati, dia pun bertanya pada Junaidi. "Jun, kalau gua mati, gua berdoa semoga jodoh Hana jauh lebih baik dari gua," ucapnya dengan terbata.
"Jangan bahas itu dulu, Rum. Mana hape lu?" jawab Junaidi dengan sebuah pertanyaan tentunya dengan suara yang tertahan.
"Jun, bahas hapenya nanti aja, kita cari cara dulu, gimana caranya biar kita selamat," sahut Rumi, dia meronta.
"Buat nyetel murottal, Rum. Biar kita selamat," jawab Junaidi seraya tangannya mencoba meraih saku celana Rumi dan tanpa sengaja menyentuh senjata milik Rumi membuat keduanya sama-sama kesal.
"Brengs*k, lu. Kenapa lu raba gua, hah?" tanya Rumi seraya menyingkirkan tangan Junaidi, lalu keduanya melayang saat Melati melempar mereka yang begitu berisik.
"Aaakhh!" pekik keduanya yang sekarang sudah berada di luar pantry. Mereka menatap Melati yang berjalan dengan melayang.
Sekarang, Rumi berbalik badan, dia berjalan dengan merangkak, ingin keluar dari kantor.
Namun, yang terjadi adalah Melati menarik kaki mereka membuat mereka saling tatap dan bersambung, dulu, ya. Jangan lupa klik likenya biar aku semangat lanjuuttt. 🥳🥳🥳