NovelToon NovelToon
Merayakan Kehilangan

Merayakan Kehilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Raft

Ini tentang gadis ambigu yang berhasil merayakan kehilangannya dengan sendu. Ditemani pilu yang tak pernah usai menyapanya dalam satu waktu.

Jadi, biarkan ia merayakannya cukup lama dan menikmatinya. Walau kebanyakan yang ia terima adalah duka, bukan bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raft, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mulai Akrab - 7

...Kukira, senyuman yang kau beri itu menipu. Tapi ternyata untuk melaju. ...

...Maafkan aku yang telah berburuk sangka padamu. ...

...Semoga lukamu lekas berlalu. ...

***

Berjalan berdua dengan manusia es ternyata seperti ini, ya? Dari tadi tidak ada obrolan, atau sekedar basa basi ketika berjalan.

Rai dari tadi sudah berdehem memberi pesan, jika ia ingin mengobrol walau sebentar.

"Rey." Panggilnya berusaha membuat perhatian Rey tertuju padanya.

"Berisik!"

Tapi dengarlah, Rey malah menyentaknya.

"Ish, jadi orang berisikan mulu! Gak seru!"

Rey melirik Rai dari ekor matanya, melihat bagaimana wajah itu tertekuk karena kesal padanya. "Siapa suruh lo ikut segala? Udah tau gue orangnya kayak gini, masih aja berusaha sok deket."

Rai menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda "Kayak gini gimana maksud kamu?"

Dan Rey berdecak pelan setelahnya. "Udahlah, diem! Gue lagi males ngomong."

"Ngomong males, senyum juga males. Kamu ini semangatnya apa, sih? Kayak mayat hidup tau, gak?"

Rey tidak merespon, melirik seperti tadi saja tidak. Membuat Rai sedikit kesal karena kembali didiamkan.

"Disekitar sini ada taman gak sih, Rey?" Rai kembali berusaha membuka obrolan.

"Ada."

"Dimana? Kasih tau tempatnya, dong!"

"Males. Cari aja sendiri."

Rai menghentikan langkahnya sebentar. Menatap punggung Rey yang masih berjalan dengan santai. Rai heran, punya masalah apa sih Rey ini? Bisa-bisanya jadi lelaki menyebalkan seperti sekarang.

"Pikaseubeulen!" Maki Rai dengan suara pelan yang artinya menyebalkan.

"Gue emang ngeselin. Makanya jangan deket deket sama gue."

Rai melototkan matanya tekejut. Bagaimana bisa Rey mengerti ucapannya? Apa jangan-jangan Rey dari Jawa Barat juga, ya?

Rai berlari kecil untuk kembali mensejajarkan langkahnya. "Kamu kok ngerti?"

"Ibu gue orang Bandung. Sesekali gue selalu denger beliau ngomong bahasa Sunda, dan selalu ngasih tau artinya apa."

Rai mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.

"Jadi, lo gak bisa seenaknya maki gue pake bahasa Sunda. karena gue bakal tau artinya apa." Ucap Rey dengan senyum miring setelahnya.

Rai yang kebetulan melihat senyuman itu langsung menarik tangan Rey agar menghadap kepadanya. Bukan apa-apa, Rai hanya ingin memberitahu Rey jika senyum itu harus dikeluarkan dengan benar.

"Kalau senyum itu jangan setengah setengah! Senyum yang bener, coba!"

Rey yang merasa tidak suka langsung menarik tangannya dari genggaman Rai dengan kasar. "Gak!" Dan kembali berjalan dengan ekspresi yang tak pernah berubah, datar.

"Kamu punya luka apa sih, Rey? Kok cuman mau senyum sama Renata doang? Padahal senyum itu 'kan gampang. Heran aku sama kamu, muka sebagus itu sayang kalau gak dikasih senyum. Tuhan 'kan-"

"Rai, diem!" Potong Rey dengan suara yang ditekan menahan kesal.

Telinga Rey rasanya sakit mendengar celotehan Rai yang terus bersuara tanpa jeda. Tidak pegal apa itu mulutnya? Telinga Rey saja pegal mendengarnya.

Rai langsung menyilangkan tangannya di depan dada. "Kalau mau aku diem. Senyum dulu yang bener!"

Rey yang sudah terlanjur kesal berdecak cukup kencang. "Pulang lagi, sana! Ganggu banget lo!"

"Gimana aku mau pulang? Orang aku gak tau jalan."

Jalan ini masih asing untuk Rai. Dan ia hanya tau jalan ke sekolah saja sekarang.

"Ya udah kalau gitu diem."

"Aku 'kan udah bilang. Kamu senyum dulu yang bener, baru aku diem." Ucap Rai masih berusaha membuat Rey tersenyum karenanya.

Rey berhenti berjalan dan menatap Rai dengan tatapan menantang "Kalau gue gak mau, lo mau apa?"

"Ya aku gak akan diem. Aku bakal terus ngomong, atau nge dance di samping kamu? Intinya tubuh sama mulut aku gak akan diem."

"Semau itu lo liat senyum gue?"

Rai mengangguk mantap. "Iyap!"

"Tapi gue gak suka ngasih senyum ke sembarang orang."

Rai memutar bola matanya jengah. Apa sesusah itu menerbitkan senyum di wajah Rey karena hal selain adiknya?

"Senyum doang astaga, Rey!"

Lama lama Rai capek juga, nih!

"Senyum itu harus tulus dari hati. Baru keliatan hidup senyumnya. Gak kayak lo, senyum sambil nangis, apaan?"

Rai sedikit malu sebenarnya, karena sering ketahuan menangis oleh Rey. Tapi apalah daya, ia tak bisa menahan tangisnya ketika sedang terluka.

"Bukan sambil nangis, tapi udah nangis baru aku senyum."

"Ya gue tanya itu buat apa, coba? Nangis ya nangis aja, senyum mah urusan belakangan. Kalau kayak gitu, senyum lo keliatan banget pura-puranya."

Rai menggeleng, karena ia tidak berpura-pura dalam menerbitkan senyuman. "Aku gak pura-pura. Aku senyum udah nangis tuh buat nguatin diri sendiri. Aku...berusaha senyum pake hati. Mungkin keliatannya kayak pura-pura, tapi yang aku rasa, masalah yang aku tangisi itu seakan sirna karena senyuman yang aku terbitin udahnya."

"Kamu coba senyum pake hati deh, Rey. Masalah yang lagi kamu hadapi pasti ngilang gitu aja." Lanjut Rai membuat Rey diam dibuatnya.

"Rey ini tukang martabaknya masih jauh, kah? Kok gak nyampe nyampe dari tadi?"

Rasanya kaki Rai sudah pegal karena kelamaan berjalan. Kalau jauh padahal Rey 'kan punya motor, kenapa tidak memakai motor saja daripada berjalan?

Rey juga tiba-tiba berhenti berjalan dan melihat sekitar. Membuat Rai ikut berhenti dan berjongkok sebentar.

"Kayaknya kelewat, deh."

Rai langsung melotot ketika mendengarnya.

"Bercanda kamu gak lucu, ah!"

Dan Rey menghela napas panjang. Bisa-bisanya ia sibuk mengobrol dan melupakan sekitar. Astaga, ini bukan dirinya sekali.

"Gue serius! Balik lagi, ayok!"

"Jauh, gak? Kalau jauh mending pesen ojek aja, deh!"

Rey memperhatikan sekitar, berusaha mengenali dimana dirinya sekarang. Hingga akhirnya ia sadar jika tukang martabak itu tidak terlalu jauh dari sini. Terlihat lampu dari roda makanan kesukaan adiknya di sebrang sana.

"Deket. Tuh, disana! Ayok!"

Mereka kembali berjalan dengan pelan, yang kini tanpa obrolan. Karena energi mereka sudah habis dan takut kelelahan. Makanya mereka berjalan dengan santai.

***

^^^23-Mei-2025^^^

1
Zαskzz D’Claret
mampir juga thor😁
Sky blue
Bikin kesemsem berat sama tokoh utamanya.
Febrianto Ajun
karyamu keren banget thor, aku merasa jadi bagian dari ceritanya. Lanjutkan ya!
Tít láo
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!