Anisa dan Yusuf pasangan suami istri yang memiliki kehidupan nyaris sempurna. Ekonomi cukup, tiga orang anak dan mertua yang tidak ikut campur. Namun, ujian datang dari mantan kekasih Anisa dan mantan istri Yusuf. Kehadiran mantan istri Yusuf juga telah membuat ibu mertua Anisa membencinya. Seiring berjalannya waktu, Yusuf tidak bisa menolak kehadiran mantan istrinya untuk kembali. Hingga memutuskan setuju untuk menikah siri, tapi Yusuf merahasiakan pernikahannya dari Anisa. Lalu bagaimana Anisa dengan mantan kekasihnya yang juga ingin bersamanya, akankah berhasil ? Apakah pernikahan Yusuf dan Anisa akan berakhir atau malah akan semakin kuat ? Yuk baca, like, komen dan share ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CumaHalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Yusuf memikirkan perilaku Ryan yang berubah padanya. Ia merasa di jadikan seperti orang asing oleh Ryan. Setelah Anisa selesai menyantap makan malamnya, Yusuf mencoba bertanya pada istrinya.
"Sayang, kenapa Ryan berbeda? Dari kemarin aku perhatiin lebih banyak melamun dan seperti gelisah gitu. Kamu ga mungkin kalau ga tau. Katakan sejujurnya Anisa."
"Sebenarnya Ryan itu penasaran sama ayah kandungnya. Mas tenang aja, Ryan pasti akan kembali seperti sebelumnya."
"Lalu dimana ayah kandungnya? Apa selama ini dia juga tidak berusaha menanyakan anaknya?"
"Dia udah meninggal dua tahun lalu Mas. Emangnya kalau ayahnya Ryan masih hidup kenapa, Mas? Kamu mau mencarinya?" ucap Anisa.
"Nggak, nggak gitu sayang. Aku cuma tanya aja ayahnya masih nyariin dia apa nggak. Tapi ternyata dia udah meninggal, ya sudah."
" Iya, Mas," jawab Anisa tersenyum.
"Jadi kepikiran sama kata-kata Nayla sama Arka tadi pagi," batin Anisa.
Setelah selesai makan malam Yusuf ke kamarnya membawa laptop. Lalu mengerjakan pekerjaannya yang tertunda. Anisa merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu Yusuf membelai rambut Anisa dan membuatnya terkejut.
"Sayang, tadi pagi aku lihat ada Nayla sama beberapa karyawan toko rotimu dulu. Apa itu tokomu?"
Jantung Anisa berdegup kencang, ia tidak mengira kalau Yusuf akan menyadari tentang hal ini. Anisa duduk dan menghadap suaminya. Setelah mengatur napasnya, Anisa mulai menjawab pertanyaan suaminya.
"Iya, waktu itu aku ga bisa tutup total. Kasihan mereka kalau aku tutup, akhirnya aku milih untuk pindah tempat aja, Mas."
"Kenapa kamu ga bilang sama aku? Siapa yang membantumu pindahin tokomu kesana?"
"Aku minta tolong Arka, Mas. Itu sebabnya aku dan Arka sering bertemu. Kami membahas masalah toko roti ini." Yusuf murka mendengar nama Arka disebut istrinya.
"Kenapa kamu ga minta tolong padaku? Kenapa malah sama cowok lain? Kamu anggap aku ini apa Anisa? Apa Arka derajatnya lebih tinggi daripada aku suamimu?" ucap Yusuf mulai emosi.
"Waktu itu aku udah ngomong sama kamu Mas, tapi kamu bilang mau pindah kemanapun sama aja. Aku akan tetap di kejar sama toko roti Oishi, tapi nyatanya nggak, kan?"
"Buat apa kamu ngotot sekali mempertahankan toko itu? Buat apa Anisa, kalau kamu mau memperkerjakan karyawanmu kan bisa kerja di pabrikku? Apa susahnya cuma ngurus anak-anak dan bersenang-senang kemanapun yang kamu inginkan."
"Aku pertahankan toko itu untuk Ryan, Mas. Alif dan Hana punya kamu, sementara Ryan hanya punya aku."
Yusuf sakit hati mendengar ucapan Anisa, air matanya luruh dan membasahi kedua pipinya. Menutup laptopnya dan meletakkannya di atas nakas. Kemudian Yusuf berdiri dari kasurnya.
"Apa? Cuma punya kamu? Lalu aku ini kamu anggap apa? Apa kamu lupa kalau kita menikah awalnya karena Ryan? Aku sangat sayang sama Ryan, aku ga pernah anggap dia anak tiri. Dia sama aja seperti Alif dan Hana. Bahkan aku udah buatkan mereka bertiga rekening sendiri untuk masa depan mereka, akan aku tunjukkan."
Yusuf mengelap air matanya dan keluar dari kamarnya. Beberapa saat kemudian Yusuf kembali membawa tiga buku rekening atas nama Ryan, Alif dan Hana. Buku itu di tunjukkan pada Anisa, dia buka satu persatu dan menunjukkan jumlah tabungannya.
"Apa yang ada dipikiranmu? Ryan itu lahir dari rahimmu, sama seperti Alif dan Hana. Aku mencintaimu, bagiku mereka bertiga itu sama. Mendengarmu bicara seperti itu sakit hatiku Anisa," tegas Yusuf.
Setelah menunjukkan buku tabungan dan Anisa telah membacanya. Yusuf tidur dengan isak tangis dan membelakangi Anisa. Hati Anisa terenyuh melihat reaksi Yusuf dan merasa sangat bersalah.
KEESOKAN PAGI
Anisa sudah tidak menemukan Yusuf di sampingnya begitu membuka mata. Dia segera bangun dan keluar dari kamarnya. Setelah sampai di ruang kerja Yusuf, Anisa merasa lega suaminya ada di dalam.
Kemudian Anisa kembali ke kamar untuk mandi. Selesai mandi Anisa ke dapur untuk memasak sarapan. Belum matang semua Alif sudah menunggunya di meja makan.
Saat Anisa meletakkan sayur di atas meja, Anisa melihat suaminya berjalan cepat ke depan. Lalu Anisa berlari kecil mengejarnya. Sampai di teras dan Yusuf sedang duduk memakai kaus kaki, Anisa berdiri di sampingnya.
"Mas," panggil Anisa.
Yusuf menunduk memakai sepatunya tanpa mengangkat wajahnya. Anisa merasa bersalah dan menyesal telah membuat suaminya menangis semalam. Dia berusaha mengambil hatinya dengan membantu Yusuf mengikat tali sepatunya.
"Sarapan dulu, udah mateng semua kog," ucap Anisa.
"Aku buru-buru, nanti Ryan biar berangkat sama supir dulu ke sekolahnya. Aku sarapan di kantin saja nanti," jawab Yusuf berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan Anisa di teras. Tidak ada ucapan sayang dan kecupan hangat seperti biasanya. Pagi itu terasa dingin dan hampa.
Anisa kembali ke dapur dan menyiapkan bekal untuk anaknya. Lalu Ryan turun ke ruang makan dan menyantap sarapannya. Anisa memasukkan bekal yang sudah dia persiapkan ke tas Ryan.
"Ma, aku udah selesai. Aku berangkat dulu ya." Ryan mencium tangan Anisa dan memakai tasnya. Lalu berangkat ke sekolah bersama supir.
Kemudian Anisa menghampiri Alif yang masih mengunyah sarapannya. Dan duduk disampingnya, Anisa mengambil sarapan untuk dirinya sendiri dan makan bersama Alif. Selesai sarapan Anisa mengambil kotak bekal dan mengisinya dengan nasi, lauk dan sayur.
"Alif, mau ikut ke kantor papa nggak? Kita anter makan siang buat papa."
"Nggak, Ma."
"Ya udah, kamu dirumah aja ya. Mama ke kantor sama Hana."
Alif mengangguk dan menyelesaikan sarapannya. Kemudian Anisa menggendong Hana yang berjalan mondar-mandir di dekatnya, lalu menyuapinya di halaman depan. Hana selesai sarapan, lalu Anisa mengganti pakaiannya yang lucu. Lalu Anisa mengambil tas dan kunci mobilnya, keduanya berangkat ke kantor Yusuf.
DI KANTOR YUSUF
TOK TOK TOK
"Masuk," ucap Yusuf.
Ceklek
Kania masuk membawakan secangkir teh. Setelah meletakkan di atas meja, Kania berdiri di samping Yusuf. Namun Yusuf sama sekali tidak mengajaknya bicara.
Yusuf merasa kesal Kania tidak kunjung meninggalkannya. Ia menatap Kania yang melempar senyum manis padanya. Dan membuat Yusuf makin kesal dibuatnya.
"Kenapa masih disitu? Cepat balik ke pabrik!!!" perintah Yusuf.
"Mas, kamu ga pengen tinggal semalam aja di rumah bareng aku? Kita kan udah nikah mas, aku juga pengen jadi istrimu yang sesungguhnya. Aku ingin kita malam pertama Mas," pinta Kania.
"Aku ga bisa Kania, kalau kamu mau pernikahan yang seutuhnya cari saja lelaki yang mau denganmu. Aku ga akan menghalangi mu kog."
"Jangan gitu dong Mas, masa pernikahan di permainkan? Kita nikah juga secara sah loh Mas."
"Tapi aku ga pernah menginginkan pernikahan kita Kania."
Kania menggenggam lengan Yusuf, lalu Yusuf berusaha melepaskan genggaman Kania. Namun Kania tidak mau melepaskan dan terus berusaha memeluk Yusuf. Kania meletakkan kepalanya di pundak Yusuf.
Ceklek
"Mas...." Anisa terkejut dan membekap mulutnya.
Tubuh Anisa terasa lemas melihat suaminya berduaan dengan mantan istrinya dalam satu ruangan. Hana yang berada di gendongan mamanya menggeliat turun. Hana berlari dan memisahkan Kania dari papanya.
"Tante siapa?" ucap Hana menatap curiga Kania.
"Dia pasti anaknya mas Yusuf, lucu banget kamu. Seandainya aku bisa hamil pasti akan melahirkan anak-anak yang lucu kaya gini," batin Kania.
"Cepat pergi dari sini Kania!!" bentak Yusuf.
Kania melangkah keluar dari ruangan Yusuf. Sebelum keluar Kania dan Anisa saling tatap, sementara Yusuf melihat keduanya dan merasa takut kalau Anisa akan mencecar pertanyaan adanya. Hatinya mulai berdebar-debar, Hana menutup pintu ruangan Yusuf dengan dengan sangat keras.
"Dia kerja disini Mas?" tanya Anisa datar.
"Iya, dia melamar lewat HRD, dan sekarang dia kerja di pabrik bagian produksi."
"Sejak kapan dia kerja disini Mas?"
"Emm... dia belum lama kog kerja disini. Senang sekali kalian kesini," Yusuf tersenyum bahagia dan menciumi putri kecilnya.
"Kalau kamu kasih kerja mantanmu disini, aku juga mau kerja disini, Mas." tantang Anisa yang merasa cemburu.
"Sayang, kalau kamu kerja disini. Siapa yang dirumah sama anak-anak?"
"Kita bisa cari pengasuh untuk mereka."
"Baiklah, kalau kamu mau kerja disini mulai sekarang pelajari semua tentang perusahaan ini. Kamu gantiin posisiku, biar aku yang dirumah. Gimana?" jawab Yusuf sambil tersenyum.
"Apa? Gantiin posisimu? Kasih kerjaan yang ringan dong Mas, masa giliran aku yang minta kerja di kasih kerjaan berat," gerutu Anisa.
"Ringan itu seperti apa sayang?" goda Yusuf.