NovelToon NovelToon
Meraih Mimpi

Meraih Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: isha iyarz

" Tapi sekarang kamu jauh dari abang. Siapa yang melindungimu kalo dia kembali merundung? " Arya menghela napas berat. Hatinya diliputi kebimbangan.
" Kalo dia berani main tangan pasti Diza balas, bang! " desis Diza sambil memperhatikan ke satu titik.
" Apa yang dia katakan padamu? " Arya menyugar rambut. Begitu khawatir pada keselamatan adiknya di sana. Diza menghela napas panjang.
" Mengatakan Diza ngga punya orang tua! Dan hidup menumpang pada kakeknya! " ujarnya datar.
" Kamu baik-baik saja? " Arya semakin cemas.
" Itu fakta 'kan, bang? Jadi Diza tak bisa marah! " pungkasnya yang membuat Arya terdiam.
Perjuangan seorang kakak lelaki yang begitu melindungi sang adik dari kejamnya dunia. Bersama berusaha merubah garis hidup tanpa menerabas prinsip kehidupan yang mereka genggam.
Walau luka dan lelah menghalangi jiwa-jiwa bersemangat itu untuk tetap bertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isha iyarz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Setahun berlalu tanpa terasa. Tama menyungging senyum puas. Diza telah belajar seperti yang diinginkannya. Jauh dari level tinggi, tapi setidaknya gadis itu bisa melindungi dirinya sendiri. Yang tadinya dia hanya ingin mengajari karate, kecerewetan dan tuntutan dari mata lentik gadis itu, akhirnya Tama juga mengajari gadis itu memainkan pisau.

Tentu saja sembunyi-sembunyi dari pantauan Arya. Tama tak ingin gadis itu dimarahi. Sabtu pagi, Tama segera berkemas. Kakinya juga sudah sembuh. Sayup-sayup dia mendengar rengekan Diza pada kakaknya. Dia tahu apa yang diinginkan gadis itu. Tama mengulum senyum.

" Bocah bandel! " gerutu Tama sambil meraih jaket. Diza sudah bicara dengannya sejak beberapa bulan lalu. Gadis itu hendak melanjutkan kuliah ke kotanya. Tama menolak. Dia tak ingin direpotkan urusan orang lain saat ini.

Perlahan dia melangkah menuju dapur. Tampak Arya yang sedang menikmati semangkuk mie kuah sesekali meladeni ocehan adiknya. Keduanya menoleh begitu Tama masuk.

" Eh, abang udah bersiap? Nanti aku antar ke terminal. Abang mau mie? " Arya menatapnya sejenak.

Tama menggeleng. Dia meraih kopinya yang masih setengah gelas diatas meja. Sekejap matanya bertemu dengan Diza. Tatapan gadis itu terlihat penuh permohonan. Namun kali ini Tama tak bisa mengabulkannya.

Entah apa yang ingin dilakukan Diza di kota. Dia tak yakin gadis itu sekedar kuliah.

Diza gadis yang penuh perhitungan. Tama harus berjaga. " Ada apa, bocah? " Tama tertawa kecil. Hari ini dia sedang senang. Entah kapan lagi dia bertemu kedua saudara itu jika dia pergi. Perlahan namun pasti keduanya mengisi sisi lain hati seorang Pratama.

" Diza ingin kuliah ke kota, bang! Jelas saja aku tak mengizinkannya. Terlalu jauh! " tutur Arya sambil menikmati isi mangkuk.

" Kamu benar! Di sini walau kota kecil namun ada tiga perguruan tinggi berbeda, bukan? Adik bocahmu ini bisa melanjutkan pendidikannya di sini saja! " Tama menyesap kopinya hingga tandas.

Diza merengut. Pipinya menggembung seperti ikan buntal. Arya hanya menarik senyum miring. " Aku tunggu di depan, bocah! " Tama beranjak menuju ke depan.

" Jurusan yang Diza pilih hanya ada di kota, bang! " gadis itu kembali merengek. Arya mendelik.

" Kamu mau kemana? Di sini jurusannya jelek semua? Kecuali kamu mau jadi dokter. Emang hanya ke luar kota sana yang punya jurusan kedokteran! " Arya mengibaskan tangan. Mulai jengkel.

" Bukannya abang bilang Diza harus sekolah setinggi mungkin? " gadis itu tak menyerah. Arya menarik napas panjang.

" Tapi bukan ke sana, dek! Abang curiga kamu mau bereksperimen tentang keluarga bapak! Dan abang sudah pasti me-no-lak! " Arya bangkit dari kursi dan melangkah tanpa menoleh lagi.

Diza menggigit bibir. Ternyata rencananya ketahuan. Tapi dia tak akan menyerah. Selalu ada jalan di setiap kemauan. Akhirnya dia ikut menuju ke depan. Melihat kepergian Tama yang sudah bersiap.

" Harga kita sudah impas, ya, bocah! " Tama menyeringai.

" Jangan sok yakin, bang! " guman Diza santai. Tama melotot.

" Tak ada harga apa pun yang harus aku bayar setelah ini! " Tama menggeram. Diza hanya mengangkat bahu.

Arya mengulurkan helm kepada pria yang sudah memotong pendek rambutnya itu. Tama memakainya tanpa bicara lagi. Dia menoleh Diza yang duduk mengawasinya dari undakan tangga.

" Jaga diri, bocah! " ujarnya tulus. Diza melengos. Seharusnya dia bisa ikut pria ini kembali ke kota. Namun lihatlah lagaknya, dia menolak mentah-mentah. Dan yang paling menyebalkan dia menganggap Diza tetap bocah di matanya.

*****

" Lelaki seram itu sudah pergi? " Mentari yang sore itu datang bertandang bersama Tatiana melongok ke dalam. Karena biasanya saat dia datang, Tama akan sibuk mengerjakan entah apa di kamarnya. Atau memperbaiki sesuatu di dapur.

" Udah! Kenapa, kamu kangen? " Diza melirik.

" Ish, apaan? Orang cuma rada keganggu tau kalo liat dia di sini. Tatonya itu, lho! Horor! " Mentari bergidik.

Tatiana tergelak. " Bang Tama asyik, kok, orangnya. Awal-awal aja jaim. Lama-lama ternyata bisa ngebadut juga. " tuturnya di sela tawa. Gadis itu kembali jadi gadis periang.

Perlahan namun pasti dia bisa menerima kehadiran pria di masa lalunya. Yang pernah membuatnya luka karena tak menginginkannya. Tatiana membuka pintu maaf walau dia enggan tinggal bersama. Lagi pula sekarang pria itu sudah meninggal. Ayah kandung Tatiana yang malang karena diakhir hidupnya tak bisa mengajak berkumpul anak-anaknya dalam satu rumah bersamanya.

" Iya, sih! Pengetahuannya juga luas. Cuma_aku masih takut aja deket-deket! " Mentari bergidik.

" Eh, ngomong-ngomong gimana kuliah kita? Pada jadi lanjut ngga ini? " Tatiana menepuk sandaran kursi pelan.

" Aku ngga jadi lanjut ke sini. Kakak memintaku pulang. Katanya dia kesepian! " Mentari menunduk.

Gadis itu memang pernah bilang ingin sekolah di kota kecil itu hingga selesai kuliah. Tinggal di sana dan menikah. Mentari terlanjur menyukai kota dengan sungai berkelok itu begitu berkunjung pertama kali waktu liburan kelulusan sekolah dasar bersama ayah ibunya.

" Jadi pamflet universitas yang aku ambil kemarin dibalikin, dong! " Tatiana menoleh.

" Terserah! Oh, ya, gimana kalian sendiri? Zeta juga! " Mentari menatap Diza dan Tatiana bergantian.

" Aku, sih, terserah Diza aja! Kita batal ke kota seperti yang kamu bahas sebelum ujian kemarin? " Tatiana menatap Diza penasaran.

" Abang ngga kasi izin! Kejauhan katanya " keluh Diza tertahan.

" Zeta mau ikut kalo kita kompak ke kota! Maklumlah anak mami. Dikhawatirin mulu! " Tatiana meluruskan pinggang.

" Kalo gitu ikut aku balik ke tempatku saja! Di sana ada beberapa perguruan tinggi yang bisa dipilih. Universitas Terbuka juga ada. " Mentari tampak antusias.

" Ealah, kalo UT di sini juga ada, jeng! " Tatiana memajukan bibir. Mentari dan Diza tertawa. Tiba-tiba ide itu terbit dibenaknya. Kota Mentari dan tempat tinggal keluarga ayahnya tidak begitu jauh. Diza pernah mencari tahu kota itu lewat browsing internet.

Menggunakan bus kota dia bisa travelling ke sana. Diza tersenyum lebar. Hasrat itu memenuhi dadanya. Sekarang dia harus membuat Arya mendukung perjalanannya menuntut ilmu. Dan dia bisa menggunakan jasa Melati untuk itu.

*****

" Kuliah saja di sini, dek! " Arya menatap adiknya masygul. Disatu sisi dia ingin mendukung pendidikan adiknya. Namun disisi lain rasa khawatir itu membuatnya tak ingin ditinggal pergi.

Arya tak mungkin meninggalkan usaha yang baru dirintisnya setengah tahun lalu. Karena disinilah kehidupan mereka di topang.

" Ck, Diza perginya bareng-bareng sama Tatiana dan Zeta, bang! Ini udah nurunin target, lho. Kalo yang pertama Diza jadi direktur, kali ini ngga papalah jadi kepala divisi aja! " satirnya sambil meluruskan kaki.

Malam ini kembali mereka makan lesehan karena kaki meja di buka sejak kepergian Tama. Diza beralasan terlalu tinggi. Aslinya dia kehilangan sosok itu yang telah membersamai mereka nyaris dua tahun lamanya.

" Abang khawatir, dek! " Arya merasa sia-sia merayu adiknya. Dia menatap penuh perasaan pada wajah itu. Wajah yang membingkai persis raut ibunya.

" Diza pasti sering pulang kalo liburan, bang! Atau kalo kiriman abang telat datang! Diza pasti pulang trus ngomel-ngomelin abang! " gadis itu tergelak. Berusaha mencairkan suasana yang mulai mencubit hati.

Arya tersenyum. Menikmati suara tawa Diza yang juga mirip ibunya. Arya masih menyimpan rekam jejak cinta pertamanya itu. Arya khawatir kepergian Diza akan membuatnya kembali kehilangan.

" Abang ngga bisa terus mengikutimu, dek! " Arya menghela napas panjang.

" Lho, Diza tau, bang! Kalo abang ikut trus siapa yang ngurus toko di sini? Abang baru aja memulai usaha. Kita bisa makan sayurnya popeye lagi sampe berbulan-bulan kalo abang ikut pergi! " Diza menatap jenaka.

" Abang belum bisa memutuskan malam ini! " Arya memejamkan mata. Diza menatap lelaki yang masih mengenakan koko itu hangat dan lama.

Bohong jika dia tega meninggalkan Arya sendiri. Mereka tak pernah berpisah sejak dia bisa mengingat kehidupan yang dijalaninya. Kemana pun Arya pergi, dia selalu dibawa. Dijaga sepenuh hati.

Arya mengalah kelaparan asal dia bisa makan. Seperti saat masih tinggal bersama Dirga dulu. Diza tahu, Arya selalu melindunginya dari kebencian Beyna. Yang diam-diam merampas jatah makan mereka tanpa sepengetahuan Dirga dan Masayu.

Atau di masa mereka baru pergi dari kehidupan panti. Saat masa adaptasi dengan kehidupan keras diluar bangunan itu. Arya memarahinya habis-habisan jika dia nekat makan nasi yang dibawa Arya pulang.

Kakaknya selalu membedakan isi nasi bungkus itu. Jika dia cuma makan seiris tahu, terkadang malah hanya nasi putih saja. Di bungkusan Arya ada ayam goreng krispi yang begitu menggoda.

Seiring berjalannya waktu, diusianya yang terus bertambah, Diza menyadari. Arya terpaksa mencuri ayam agar bisa makan dan punya tenaga untuk bekerja. Tapi dia tak pernah memberi adiknya makanan haram. Diza selalu mendapat yang terbaik dan terjaga.

Diza menyusut air matanya. Suasana semakin sepi. Entah kapan Arya meninggalkannya sendiri di meja makan itu. Bahkan piring kotor juga sudah dipindahkan kakaknya ke sudut tempat pencucian.

1
Iza Kalola
Ada lucunya juga padahal jantung lagi dag dig dug mikirin Diza...😃
Iza Kalola
nenek lucnut, 😡🔥
Iza Kalola
Akhirnya mulai terungkap dalangnya.
Iza Kalola
Rekomendasi untuk cerita ini. keren kerenn bangeet
Iza Kalola
makin tegang, makin seru. /Smile//Determined//Kiss/
Pecinta Bunga
Wah, bakalan bertemu nih Arya dan Segara dengan Tama. Mereka memang harus bersatu supaya bisa menyelamatkan Diza
Pecinta Bunga
Wah, bakalan ketemu Arya Segara dan Tama. Mereka memang harus bersatu supaya bisa menyelamatkan Diza
Dhedhe
deg²an bacanya ..ikut berimajinasi 🤭🤭
Iza Kalola
wow woww... sport jantung..🫠
Iza Kalola
penuh misteri 🫠
Aisha Lon'yearz
thanks dukungannya, kaka
Iza Kalola
cukup menegangkan dan aku suka cerita yang seperti ini... semangat thor, masih nungguin kelanjutan ceritanya./Determined/
Iza Kalola
keren, semoga makin banyak yg baca karya ini. semangat selalu author/Determined/
Aisha Lon'yearz
makasihhh 😊
Jasmin
lanjut Thor
Jasmin
aku suka, aku suka... gaya bahasa yg enak dan gak bisa di lewatkan per kata 🥰
Jasmin
mantap Thor
Jasmin
Arya 💥
Jasmin
keren Thor ..
Jasmin
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!