kuyy bacaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Popi Susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
****
Benar saja, setelah beberapa menit Stella memang di panggil menghadap kepada sekolah langsung, gadis itu lagi-lagi di marahi, padahal tidak sepenuhnya ia salah. Memang ia akui dirinya sudah salah memukul teman sekolahnya sampai babak belur tetapi bukankah pria itu sendiri yang menginginkan? Stella hanya menegur pria itu lalu mengapa ia sampai membawa-bawa kehidupan Stella yang orang lain tidak ketahui. Bisa-bisanya ia menduga sejauh itu padahal Stella tidak pernah menceritakan padanya seperti apa kehidupan Stella.
Stella sekarang berada di depan ruangan kantor Maxim, gadis itu menghela nafas dalam-dalam. Sepulang sekolah tadi ia selesai membersihkan dirinya langsung saja menuju kantor Maxim untuk memberikan sebuah surat panggilan dari sekolahnya. Sebenarnya Stella ingin memberikan surat ini kepada Jhonson, pamannya. Tetapi tiga Minggu yang lalu Stella juga sudah membawa pamannya ke sekolah karena panggilan kasus yang sama, Stella saat itu bertengkar dengan teman sesama wanitanya, tidak separah tadi. Mereka hanya bertengkar biasa belum sampai pada puncaknya karena untungnya teman-teman Stella dan gadis itu lebih cepat melerainya. Masalahnya karena kesalah pahaman dimana Stella di tuduh mendekati kekasih gadis itu padahal kenyataannya Stella tidak melakukan itu, justru kekasih gadis itu saja yang mendekati Stella beberapa kali, Stella sudah menghindar karena ia tidak tertarik jika di ajak berpacaran karena sebelumnya Stella tidak berminat dengan cinta-cintaan tetapi berbeda hal usai ia bertemu dengan Galen. Kekasih gadis itu tetap kekeh dengan mengajak Stella berteman, Stella tidak menolak lagi, jika hanya berteman Stella mau-mau saja dengan siapapun, lagian Stella juga tidak tau jika pria itu sudah mempunyai kekasih.
Dengan satu tarikan nafas Stella membuka pintu ruangan Maxim. Ia dapat melihat kakaknya kini tengah menatapnya, tatapan pria itu tidak berhenti sepertinya melihat luka memar di wajah Stella. Gadis itu masuk ke dalam tidak bersuara. Entah mengapa kali ini ia takut, ia tau kakaknya itu tidak akan marah padanya tetapi kepada orang yang sudah bermasalah dengannya. Stella setiap terkena masalah di sekolah pasti akan bercerita pada Maxim, pria itu mempercayai Stella lagipula Stella juga tidak pernah berbohong pada kakaknya.
Maxim mendekati Stella, pria itu mengangkat wajah adiknya melihat memar-memar yang ada di beberapa bagian wajah gadis itu, Maxim tidak bersuara. Pria itu menarik Stella duduk di sofa yang ada di ruangannya.
"Katakan apa yang terjadi" ucap Maxim terdengar dingin, tatapan datar pria itu membuat Stella merinding.
"Menjadi jagoan" balas Stella menatap pria itu menampilkan senyuman.
"Jagoan tidak boleh terluka" ujar Maxim.
"Hanya memberikan beberapa kesempatan kepada lawan, dia berhak mendapatkan kesempatan memukul" ujar Stella.
"Siapa orang itu? Seorang pria?" Tanya Maxim "sebutkan identitasnya, biar aku yang menyelesaikan" ujar Maxim menatap Stella.
Stella berdecak "aku mendapatkan panggilan ke sekolah, datanglah besok" kata Stella memberikan sebuah amplop berisikan sebuah surat panggilan "tidak perlu kau pikirkan orang itu, dia sudah ku buat masuk rumah sakit" ujar Stella.
"Mengapa kau bisa bertengkar dengannya?" Tanya Maxim.
"Hem, jadi awalnya aku tidak sengaja melihat salah satu teman sekolah ku tengah di bully oleh pria itu bersama beberapa temannya lalu aku berniat ingin membantunya, tetapi dia menghinaku, menyebutku sebagai anak yang tidak di inginkan dia juga mengatakan jika aku anak dari hubungan gelap mommy makannya aku tidak di bawa ikut dengan mereka membiarkanku sendiri di sini" kata Stella mengadu, sebenarnya Stella sudah biasa mendapatkan perkataan seperti itu tetapi entah mengapa ia masih saja terbawa emosi jika ada yang mengatakan tentang kehidupannya, padahal mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya dengan hidup yang Stella jalani.
Maxim mengeram mendengar cerita adiknya itu "katakan siapa pria itu, aku akan membunuhnya" ucap Maxim tidak terima. Ia sangat membenci siapapun yang menyakiti adiknya, kecuali dia sendiri. Memang Maxim suka mengatai adiknya itu tetapi dalam bentuk candaan tidak serius.
Stella berdecak "sudahlah kak, kau tidak perlu tahu siapa pria itu, lagian aku tidak apa-apa. Mereka pantas mengatakan itu, aku saja yang tidak sadar diri, aku memang anak yang tidak di inginkan" ujar Stella tersenyum simpul.
"Hei bodoh, jangan pernah kau mengiyakan perkataan bedebah sialan itu, semua orang menginginkan kelahiranmu, termasuk aku meskipun kau sangat menyebalkan tetapi aku tetap menyayangi mu. Cukup dengarkan perkataan orang-orang terdekatmu saja, mereka tidak mengetahui kehidupan mu dan keluarga kita, mereka hanya memberikan omongan-omongan kosong yang hanya akan merusak mental mu" ujar Maxim menegaskan pada Stella agar tidak mudah menerima omongan-omongan dari luar sana.
Gadis itu menghela nafas berat "Baiklah aku tidak masalah, besok kau harus datang ke sekolah ku. Aku tidak mau memberitahu paman nanti dia pasti akan khawatir lalu menceramahi ku atau pria itu bisa saja memaksaku untuk pindah sekolah. Aku tidak mau, aku sudah mempunyai teman-teman Dajjal di sekolah ku" kata Stella tidak mau jika harus pindah, bahkan pamannya juga sering menyuruh gadis itu untuk pindah saja ke sekolah yang lebih baik setiap ia dapat panggilan ke sekolah, paman Stella tidak pernah menyalahkan nya atas tindakan yang ia perbuat tetapi memberikan nasehat karena Stella juga tidak sepenuhnya salah, ia hanya melakukan pembelaan pada dirinya.
"Aku tetap akan memberitahu ayah"
"Baiklah terserah kau saja kak, aku ingin pulang sekarang" ujar Stella.
"Berkendara lah sesuai aturan, kau seorang gadis jangan bertingkah seperti remaja laki-laki" peringat Maxim.
"Tenang saja kak, sesekali aku hanya mencari sensasi" tawa gadis itu
"Stell, kau ada disini"Justin masuk ke dalam ruangan Maxim dengan membawa sebuah map di tangannya "tunggu, wajahmu? Kau bertengkar lagi?"Selidik Justin mendekati gadis itu.
Stella mengangguk, gadis itu memeluk Justin "apa aku masih terlihat cantik?" Tanya Stella mendongak menatap pria itu.
"Sama saja, tidak pernah cantik" balas Justin membuat gadis itu kesal lalu melepaskan pelukannya mendorong Justin.
"Kau menyebalkan!" Kata Stella memukul pelan lengan pria itu.
Justin terkekeh mengusap kepala gadis itu "wajahmu sudah di obati?" Tanya Justin.
"Sudah" balas Stella.
"Aku mau pulang sekarang, kalian lanjut lah bekerja" kata Stella "aku mau besok kalian mengirimiku uang, terserah mau berapapun itu, aku pasti akan menerima dengan senang hati" kata Stella tersenyum lebar.
"Gadis perampas" desis Maxim.
"Kalian hanya mempunyai satu gadis perampas memangnya masalah? Lagian kalian bekerja keras tetapi pengeluaran kalian sedikit lebih baik kalian memberikannya padaku agar lebih bermanfaat kecuali jika kalian mempunyai kekasih" ujar Stella.
"Jika kami mempunyai kekasih kau tidak akan meminta uang lagi?" Tanya Justin.
Stella nampak berfikir "Hem tentu saja aku akan tetap meminta, aku adik kalian jadi siapapun kekasih kalian nantinya pasti akan menerimaku dengan senang hati dan memaklumi aku suka meminta uang pada kalian" ucap Stella.
"Baiklah, besok aku akan mengirimi mu uang, lebih baik sekarang kau pulang lalu beristirahat" suruh Justin.
Stella tersenyum lebar "baiklah Justin ku sayang, semoga kau cepat di berikan jodoh" kata Stella "kak Maxim aku pulang, sampai jumpa" pamit gadis itu.
****