Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 15
BERTEMU KELUARGA AROGANT?
Melihat kepergian pria tadi, seketika Nisa mengusap bibirnya, mengusap kepalanya dan duduk di tepi ranjang. “Astaghfirullah.... Haahhh— ” Bibirnya terbuka tak percaya saat dia baru saja berciuman dengan seorang pria yang bahkan belum pasti apakah pria itu sudah sah menjadi suaminya.
Wanita itu terus beristighfar hingga dia segera melaksanakan sholat yang sempat tertunda.
Sementara di ruangan lain, Dom yang baru keluar dari lorong Mansion menuju ke ruang tamu, tatapan tajamnya mengarah ke arah datangnya Christian bersama dua anak buahnya yang dia bawa lalu berjaga di luar.
“Aku berpapasan dengan seorang pendeta. Ada urusan apa kau memanggil seorang pendeta di malam hari, Dom?” tanya Christian terheran dan ingin tahu.
Kini kedua pria tadi berdiri saling berhadapan. Jika Christina mengenakan setelan jas rapi warna nevi, maka Dom hanya mengenakan kemeja hitamnya yang dua lengannya terlingkis. Siapapun wanita yang melihatnya, maka sudah dipastikan bahwa mereka akan terpincut oleh Dom Toricelli.
“Urusan pribadi.” Jawab singkat Dom sehingga Christian hanya mengangguk-anggukkan kepalanya lalu kembali menatap ke mata silver Dom.
“Bagaimana urusan di California?” tanya Christian yang masih berdiri bersama Dom.
“Aku muak dengannya lalu ku habisi dia.”
“Lalu, bagaimana dengan polisi?” tanya Christian yang nampak panik, karena yang dibunuh oleh Dom bukan pria sembarangan melainkan seorang menteri.
“Aku sudah mengurusnya. Abaikan saja.”
Terlihat wajah Christian yang kembali lebih tenang, hingga Dom berjalan ke arah meja bar sembari menuangkan beer untuknya dan untuk Christian yang baru saja menghampirinya. Tentu saja pria paruh baya itu menerima segelas beer tadi.
“Aku dengar kau mengurus seseorang lainnya. Apa ada saksi yang melihat?”
Dom yang baru saja meneguk minumannya, kini dia meletakkan gelasnya dan masih menatap lurus dalam posisi menyamping. “Ya.” Jawabnya jujur dan singkat.
“Kau sudah menyingkirkannya? Siapa dia?” tegas Christian saat mendengar adanya saksi mata.
“My wife (Istriku).” Jawab Dom yang kini berbalik menatap ke ayahnya.
Sementara Christian yang mendengarnya pun nampak terkejut bukan main. Tentu saja, Dom putra pertamanya dan pria itu menikah diam-diam bahakn dengan siapa pun Christian tak tahu.
“Apa? Kau sudah menikah? Apa kau sudah gila, Dom!”
“Aku tidak gila! Aku serius. Saksi matanya adalah istriku. Dan aku harap kau menerimanya.”
Oh tentu, kini Christian yakin bahwa pendeta yang dia lihat di halaman Mansion itu adalah pendeta untuk pernikahan Dom dan wanita tersebut. Benar-benar membuat kepala Christian semakin pusing.
“Dom! Aku tidak pernah melarang mu dekat dengan wanita manapun. Ini sangat mengejutkan! Menikah? Apa kau sudah melupakan kehidupan kita yang sesungguhnya? Tujuan dan bisnis?” tegas Christian yang ditatap balik oleh Dom dengan tajam.
“Aku tidak akan pernah melupakan hal itu. Urusan istriku adalah pribadiku dan aku bisa membedakannya.” Balas Dom tak kalah tegasnya sehingga Christian terdiam dan hanya menatap marah.
Tak berselang lama, Sarai datang dengan senyuman tulus saat dia menatap dan menghampiri Dom. “Senang melihat mu kembali!” ucap wanita cantik itu memeluk sekilas kakaknya.
“Kau tidak mengajaknya?” tanya Dom sedikit bernada pelan namun masih terdengar kedinginan nya, apalagi tidak ada senyuman di bibirnya.
“Tidak. Dia harus belajar!”
Ketiga orang tadi terdiam hingga Christian memilih pergi dan duduk di sofa ruang tengah untuk mendinginkan kepalanya.
Tentu saja, Sarai yang melihat tingkah ayahnya, dia yakin pria itu baru saja berdebat dengan Dom seperti biasa. Memang seperti itulah keluarga mafia plus orang kaya, tidak ada yang namanya ketenangan.
.
.
.
“Di mana bos mu?” tanya Nisa kepada Mike yang kebetulan berada di sekitar lorong kamar Nisa.
“Apa Anda membutuhkan sesuatu?”
“Ya!” Jawab sinis Nisa sehingga Mike tak ingin salah bertindak.
“Tuan Dom ada di ruang tengah, Anda bisa menemuinya setelah kunjungan tuan Christian.” Jelas Mike sekedar mengingatkan saja, atau lebih tepatnya, cari aman saja.
Mendengar nama lain lagi membuat Nisa berkerut alis, bahkan dia tak sempat bertanya soal siapa Christian, karena Mike sudah pergi begitu saja. Mungkin dia suka memiliki kesibukan.
“Allah... Allah... ” Gumam Nisa menatap ke atas dengan lelah dan pasrah. Bagaimana pun dia harus menemui Dom untuk pembicaraan lainnya, seperti pakaian, ponsel dan juga perlengkapan sholat yang sudah pria itu hancurkan.
Kini Nisa berjalan terus, mencari ruang tengah hingga melewati para pelayan yang masih sibuk di dapur.
Brugh! “Astgahfirullah! Maafkan aku, aku tidak melihat ke depan, tolong maafkan aku.” Ucap Nisa dengan penuh penyesalan saat ia baru saja menabrak seorang pria dengan setelan jas abu-abu bertubuh kekar hampir seperti Dom.
Pria itu berbalik dan menatap ke Nisa dengan kerutan alis saat melihat penampilan Nisa dari atas ke bawah. Tentu saja, Nisa mengenakan hijabnya.
“Maafkan aku, aku benar-benar tidak— ”
“Lupakan saja.” Potong pria berkulit putih dengan rambut keemasan itu terlihat santai dan tidak marah. Namun pria itu langsung pergi dan menoleh sekilas ke sisi kanan sambil bertanya-tanya dalam benaknya hingga menyeringai kecil.
“Anda baik-baik saja Nyonya?” tanya Ellie yang seketika menghampirinya.
“Ya. Siapa pria itu?”
“Dia suami dari adiknya tuan Dom, tuan Jesse! Jika saya boleh sarankan ... Sebaiknya Anda jauhi dia, Nyonya.” Terlihat wajah Ellie yang nampak serius dan tertunduk.
Nisa sendiri tidak ada niatan untuk dekat dengan siapapun dari pihak Dom, apalagi pria.
“Hm, terima kasih.” Balas Nisa hingga Ellie akhirnya beranjak pergi saat Nisa tak sempat bertanya soal namanya.
Lupakan itu lebih dulu, sekarang dia hanya ingin bertemu dengan Dom, setelah itu dia tidak ingin dan tidak berharap untuk menemuinya lagi. Namun sayangnya, Nisa harus menemuinya di waktu yang salah. Seperti saat ini.
Langkah Nisa terhenti saat dari arah lain dia benar-benar melihat tiga orang yang duduk di sofa bersama dengan Dom. -’Mereka keluarganya?‘ pikir Nisa penuh tanya.
Melihat keluarga Dom saja membuat Nisa tak yakin bila harus menghampiri pria itu apalagi memanggilnya. “Jika dia saja seperti itu, maka keluarganya lebih parah.” Gumamnya pelan dan memilih pergi dari sana. Namun, Dom langsung menoleh ke kiri saat dia sadar akan keberadaan Nisa.
Tak tinggal diam, Dom beranjak dari duduknya sehingga membuat Sarai, Christian dan Jesse Walsh (39th) menatap ke arahnya.
“Ada apa?” tanya Sarai terheran.
“Nothing. Just something small! (Tidak ada apa-apa. Hanya sesuatu yang kecil)!” balas Dom masih berjalan pergi sehingga itu membuat Christian curiga.
Kepergiannya mengingatkan Jesse, suami Sarai yang juga duduk di sana teringat akan keberadaan Nisa hingga ia mengernyitkan keningnya penuh tanya. -’Dom menikahi seorang wanita muslim?‘ batinnya terheran.
Tapi memikirkan selera Dom, membuat Jesse tak percaya bahwa pria itu menyukai sesuatu yang tertutup dan lebih menggoda pastinya di balik pakaian longgarnya.
“Ada apa, Jesse?” tanya Sarai ketika dia melihat seringaian kecil di bibir Jesse sembari menyentuh paha pria itu.
“Ah, tidak ada. Hanya memikirkan sesuatu yang tidak disangka!” balasnya.