Bayu. Seorang mahasiswa berusia 23 tahun yang berkuliah di Universitas ternama yang ada di Indonesia meninggal setelah kejatuhan pohon besar yang tersambar petir saat dia pulang dari kerja paruh waktunya.
Dia kira dirinya sudah benar-benar mati. namun alangkah terkejutnya dirinya saat menyadari jika dia belum mati dan kembali terlahir di tubuh seorang bocah berusia 10 tahun yang namanya sama dengan dirinya yaitu Bayu. parahnya lagi dia terlempar sangat jauh di tahun 1980. Anehnya Dia memiliki ingatannya di kehidupan sebelumnya di tahun 2025. berdasarkan ingatan Itu Bayu mulai menjalani kehidupan barunya dengan penuh semangat. jika di kehidupan sebelumnya dirinya sangat kesulitan mencari uang di kehidupan ini dia bersumpah akan berusaha menjadi orang kaya dan berdiri di puncak.
Hanya dengan menjadi kaya baru bisa berkecukupan!
Hanya dengan menjadi kaya batu bisa membeli apapun yang diinginkan!
Hanya dengan menjadi kaya aku bisa membahagiakan orang-orang yang aku sayangi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Jangan khawatir. Yakinlah, adikmu pasti sembuh.
Bab 25. Jangan khawatir. Yakinlah, adikmu pasti sembuh.
Sebagai seorang yang terlahir kembali dari masa depan, tentu saja hal ini akan menjadi pengalaman yang menarik baginya.
Akhirnya mereka berdua pun berjalan menuju sebuah warung pecel. Setelah memberi dua bungkus nasi dan dua bungkus es teh Malik pun pulang.
Dan benar saja apa yang ia katakan tempat tinggalnya tidak jauh dari Stasiun Pasar Turi. Rumah itu tidak besar hanya rumah kecil ya mungkin sekitar 4 kali 6 meterlah.
Terbuat dari pasangan bata merah, namun pasangan bata merah itu dipenuhi oleh retakan seolah rumah itu bisa roboh kapan saja. Sangat terlihat jika itu adalah rumah yang sudah tua dan tidak layak huni.
Menyaksikan itu semua, Bayu hanya bisa menghela napas. Semua orang punya masalah dan kehidupan masing-masing sama seperti dirinya yang saat ini melarikan diri karena membunuh orang yang telah menganiaya kakaknya.
Siapapun pasti akan terkejut jika mengetahui seorang anak berusia 13 tahun benar-benar melakukan pembunuhan. Tapi walau bagaimanapun dia memang seorang bocah berusia 13 tahun akan tetapi jiwanya ada jiwa orang dewasa yang berusia 23 tahun.
Mari abaikan hal-hal ini dan kembali fokus pada Malik yang saat ini mengetuk pintu rumahnya.
"Dek, buka pintunya kakak pulang." kata Malik.
"I-Iya kak..sebentar."
Tak lama kemudian pintu pun terbuka, dan di balik pintu itu terlihat seorang gadis kecil, mungkin usianya sekitar 9 tahunan. Wajahnya pucat dan saat berjalan tubuhnya terlihat gemetar.
Menandakan jika kondisinya benar-benar tidak baik-baik saja.
Baru saja Malik ingin melangkah masuk, tiba-tiba adiknya terhuyung dan pingsan dengan suara gedebuk.
Sontak saja hal ini membuat Malik sangat terkejut. Dengan ekspresi panik ia meninggalkan kantong kresek yang berisi makanan dan obat penurun panas itu di sembarang tempat.
Ia kemudian memeluk tubuh adiknya, dengan suara bergetar ia mengguncang dan menepuk nepuk pipi adiknya.
"Dek Dek..bangun dek! Dek bangun dek.. ini kakak...kakak sudah pulang dek! Kakak bawa makanan dan obat buat kamu."
Mendengar itu Bayu merasakan rasa nyeri yang luar biasa di hatinya. Dia juga ikut berjongkok dan menyentuh dahi gadis kecilku dengan punggung tangannya.
"Badannya sangat panas. Ayo bawa ke rumah ke puskesmas." kata Bayu dengan mendesak.
Malik pun menggelengkan kepalanya.
"Aku gak berani ke Puskesmas Bay. Nanti kalau ada yang mengenaliku terus dilaporin ke polisi gimana, aku bisa dipenjara Bay. Selain itu aku juga nggak punya uang."
Ketakutan Malik bisa dipahami. Macam mana pun profesinya dalam copet dan hal ini membuatnya selalu was-was apalagi jika harus datang ke Puskesmas di mana orang-orang berpakaian rapi berkerumun.
Ketakutannya ini, bukan tanpa alasan, karena sebenarnya ia berprofesi menjadi pencopet juga bukan termasuk copet yang handal handal juga. Ia tergolong pencopet pemula yang masih gampang mudah ketahuan.
(Beda dengan pencopet ahli yang sudah memiliki kekuatan warisan tangan dewa copet...wkwkwk!!)
...◦~●❃●~◦...
Kembali Ke Cerita.
"Masalah uang itu gampang...bodoh. Itu bisa dicari , yang penting adikmu sembuh. Kalau nyawanya sampai hilang, kamu mau cari dimana?"
"Warung pecel? Pasar? Memangnya ada toko yang jualan nyawa? Sudah.. kita bawa ke puskesmas dulu nanti aku yang urus semuanya. Setidaknya adikmu bisa mendapatkan pertolongan pertama." kata Bayu dengan tegas.
T-Tapi.."
"Nggak ada tapi-tapian, kamu ini laki-laki, harus tegas ,jangan lembek kayak cewek." Kata Bayu dengan suara yang sedikit membentak.
Kemudian ia melanjutkan..
"Kalau masalah takut ketahuan jangan khawatir, aku punya solusi."
Kemudian Bayu mengeluarkan topi dan kacamata dari tas selempang kecilnya.
"Jangan banyak protes, pakai ini."
Ya, lagi-lagi naluri dan jiwa penolongnya yang mulai menyeruak keluar.
Jika bisa diselamatkan secepatnya maka harus diselamatkan. Uang bukan masalah., uang bisa dicari, tapi nyawa?
Siapa ready stok jualan nyawa.
Mendengar bentakan dari Bayu Malik langsung terhenyak. Seketika matanya berkaca-kaca dan diliputi oleh rasa haru.
Berikutnya ia menjawab dengan tegas,
"Ya sudah. Ayo kita bawa ke Puskesmas."
"Nah gitu dong..itu baru benar." kata Bayu.
Kemudian ia teringat sesuatu.
"Jangan lupa bawa KK, siapa tahu nanti dibutuhkan di sana."
Mendengar itu, Malik buru-buru mengangguk.
"Ya sudah aku titip Sindy dulu, Aku mau ambil KK di dalam kamar.
Akhirnya Bayu mengerti nama gadis kecil berusia 9 tahun ini.
"Sindy kah? Nama yang cantik. gumamnya sambil tersenyum.
Tanpa menunggu jawaban dari Bayu, Malik segera melangkah menuju kamarnya, tidak lama kemudian sosoknya keluar sambil memegang selembar kertas.
"Sudah..ayo berangkat."
Setelah memakai kacamata dan topi, penampilan Malik benar-benar berubah. Ia terlihat seperti anak yang lugu dari para kaum terpelajar.
Akhirnya tanpa menunda Waktu mereka segera mencegat kendaraan umum di pinggir jalan. Beruntungnya saat itu ada kendaraan bemo yang lewat. Jadi tanpa ragu Bayu dan Malik segera naik mobil tersebut.
Dengan cepat Malik segera berkata kepada sang sopir,
"Puskesmas Putat jaya Pak."
Pengemudi itu mengangguk. Tapi karena melihat sepertinya ada yang sedang sakit ia pun segera mempercepat laju kendaraannya sehingga jarak yang sebelumnya ditempuh dalam 14 menit bisa ditempuh dengan waktu 10 menit.
Jarak perjalanannya sendiri dari Stasiun Pasar Turi ke Puskesmas sekitar 1 km.
Telah tiba di Puskesmas Bayu membayar ongkos dengan tarif rp100.
Untungnya, saat yang makan di warung sebelumnya sang pemilik warung memiliki banyak uang pecahan sehingga ia tidak kebingungan saat membayar angkot.
Kembali ke cerita.
Setelah tiba di puskesmas. Sindy segera dibawa ke ruang perawatan.
Kemudian keduanya segera menuju loket pendaftaran untuk mengurus administrasi.
Bayu berdiri depan loket pendaftaran Puskesmas Putat Jaya. Sedangkan Malik menunduk, masih memikirkan kondisi adiknya dengan cemas.
Tidak lama kemudian, seorang petugas pun merespon keduanya. Dia adalah wanita paruh baya yang usianya mungkin sekitar lima puluh tahunan.
"Selamat pagi, Nak. Ada yang bisa Ibu bantu?"
"Selamat pagi, Bu. Nama saya Bayu. Saya sedang mengantar teman saya, Bu. Ini Bu, namanya Malik. Saat ini adiknya sedang dirawat, namanya Sindy," ujar Bayu dengan tenang.
Petugas yang sedang melayani Bayu itu memperhatikan kedua anak kecil itu sekilas. Kemudian dengan senyum ramah, ia kembali bertanya.
"KTP orang tua atau kartu keluarganya, Nak?"
Mendengar itu, Bayu tersenyum canggung. Kemudian ia menjelaskan.
"Maaf, Bu. Soal KTP, kami berdua masih di bawah umur. Saya berusia tiga belas tahun dan teman saya masih berusia lima belas tahun. Jadi kami belum mempunyai KTP," kata Bayu menjelaskan.
Malik juga buru-buru berkata, "Ya Bu, tapi saya bawa ini..."
Kata Malik, langsung mengeluarkan kertas putih dari dalam sakunya yang tidak lain itu adalah KK dirinya dan Sindy.
"Ini KK saya. Nama saya, adik saya, dan orang tua saya juga tertulis di sana, Bu," kata Malik dengan tegas.
Mendengar itu, Bayu hanya terkekeh. Dia berpikir.
"Ya sudah jelas namamu akan tertulis di sana, Lik... Ada-ada saja kamu ini."
Petugas itu pun mulai mengangguk dan mulai mencatat data ke dalam buku administrasi manual. Dia tidak mempermasalahkan tidak adanya KTP karena KK sudah cukup sebagai bukti keluarga.
Kemudian petugas itu menatap Bayu dan Malik sambil tersenyum dan berkata,
"Tidak ada KTP tidak apa-apa. KK juga sudah cukup. Puskesmas akan tetap melayani, apalagi ini dalam kondisi darurat," ucapnya dengan lembut.
Bayu teringat jika ia memiliki kartu pelajar di dompetnya.
Tanpa ragu, ia segera mengeluarkannya. Hanya sekedar untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan identifikasi.
"Ini Bu, ini kartu pelajar saya," kata Bayu.
Kemudian petugas itu menerima kartu pelajar yang diberikan oleh Bayu dan memeriksanya.
Tidak ada yang istimewa dari kartu pelajar itu. Hanya bertuliskan nama dan juga sekolahnya.
Petugas itu sedikit mengerutkan kening saat melihat nama SD yang berada di luar kota.
Menyadari kejanggalan tersebut, Bayu buru-buru menjelaskan.
"Anu Bu, saya sebenarnya pindahan dari kota lain dan Malik adalah teman baru saya," kata Bayu sambil nyengir.
Mendengar itu, akhirnya wanita paruh baya itu mengangguk tanda ia mengerti.
Sambil tersenyum ia berkata,
"Kamu anak yang baik, Nak. Saya akan catat nama kamu sebagai pengantar. Tapi lain kali, jika hal seperti ini terjadi lagi, sebaiknya yang datang orang tua Malik saja ya. Oh iya, dan untuk biayanya totalnya Rp500."
Kata petugas tersebut sambil tersenyum.
Bayu hanya mengangguk dengan cepat dan membayarnya dengan lunas.
Tapi tiba-tiba, apa yang dikatakan oleh Malik benar-benar membuat Bayu terdiam.
Dengan suara sedikit bergetar, Malik berkata,
"Ibu dan Ayah saya sudah meninggal dalam kecelakaan dua tahun yang lalu, Bu. Saya dan adik saya sekarang hanya tinggal berdua saja."
Mendengar itu, tatapan wanita paruh baya yang menjadi petugas puskesmas itu menjadi melembut. Telah menarik napas dan menghembuskannya dengan perlahan, ia mulai berkata.
"Ya sudah tidak apa-apa. Kalian semua anak-anak yang baik. Yang kuat ya, Nak. Kamu jangan khawatir, adik kamu Sindy sudah kami tangani dengan baik. Tidak perlu administrasi yang rumit. Nanti kalau misalnya ada kerabat, tolong diberitahu ya, Nak."
"Iya Bu, terima kasih," jawabnya pelan.
Singkat cerita, akhirnya mereka pun duduk di sebuah bangku yang terbuat dari kayu menghadap ke ruang perawatan.
Sementara itu, di dalam ruang perawatan
Seorang gadis kecil, berusia sembilan tahun, terbaring di ranjang besi dengan kasur tipis dan seprai putih yang sudah agak usang. Seorang perawat, berusia paruh baya dengan seragam putih sederhana, menggantung botol infus di samping tempat tidur.
"Kondisinya lemah karena kelelahan dan kemungkinan kekurangan cairan, Dok," kata perawat itu kepada dokter yang sedang memeriksa kondisi pasien.
Wajah Sindy terlihat pucat. Tapi matanya sedikit terbuka. Meskipun begitu, kesadarannya belum sepenuhnya kembali. Yang ia lihat saat ini adalah sebuah bola lampu yang sedang menggantung di langit-langit.
"Jangan khawatir, Sayang. Kamu sebentar lagi akan sembuh," bisik perawat itu sambil mengusap dahi Sindy dengan kain basah.
Di punggung tangan kirinya yang mungil, jarum infus telah terpasang. Sementara denyut nadinya dipantau manual lewat sentuhan dan pengamatan langsung.
Ini bisa dimaklumi karena pada tahun 1980-an belum ada alat canggih di puskesmas.
Sementara itu, di ruang tunggu Malik masih gelisah.
Melihat hal itu, Bayu menepuk bahunya dan menenangkan.
"Jangan khawatir. Yakinlah, adikmu pasti sembuh."
Mendengar itu Malik hanya mengangguk. Tapi pikirannya tetap terpaku pada adiknya. manapun adiknya adalah keluarganya satu-satunya. Ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika ada hal buruk yang menimpa adiknya itu.
terus berkarya.