EKSKLUSIF HANYA DI NOVELTOON.
Nanda Maheswari tak pernah menyangka bahwa ia akan mengandung benih dari Langit Gemintang Laksono tak lama setelah pria yang ia cintai secara diam-diam tersebut merudapaksa dirinya karena emosi dan salah paham semata. Terlebih Langit saat itu di bawah pengaruh alkohol juga.
"Aku benci kamu Nan !!" pekik Langit yang terus menggempur Nanda di bawah daksa tegapnya tanpa ampun.
"Tahu apa kamu soal cintaku pada Binar, hah !"
"Sudah miskin, belagu! Sok ikut campur urusan orang !"
Masa depannya hancur berantakan. Kehilangan kesucian yang ia jaga selama ini dan hamil di luar nikah. Beruntung ada pria baik hati yang bersedia menutupinya dengan cara menikahinya. Tetapi naas suaminya tak berumur panjang. Meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bun, kenapa dunia ini gelap dan kejam?"
Takdir semakin pelik bagi keduanya. Terlebih Langit sudah memiliki istri dan satu orang anak dari pernikahannya.
Update : Setiap Hari.
Bagian dari Novel : Sebatas Istri Bayangan🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - Kemiripan
"Non Ara !!" teriak Bik Sari dari kejauhan saat melihat putri majikannya tersebut tengah berdiri di samping pohon area taman sekolah.
Ara tetap terdiam seraya menatap Nanda yang juga melihatnya dalam diam dari kejauhan. Telinga Ara mendengar jika Bik Sari memanggilnya. Namun ia tak menggubris seruan pengasuhnya tersebut. Entah mengapa hatinya tetap ingin menatap wajah Nanda berlama-lama.
Seakan sosok Ibu Elang tersebut memiliki daya magnet tersendiri untuknya yang dirinya tak tahu kenapa.
"Hosh...hosh...hosh..."
Bik Sari berhenti di dekat Ara. Ia tengah mengatur napasnya sejenak setelah hampir jantungan kehilangan jejak putri majikannya tersebut yang berlabel anak spesial. Ia kelimpungan berlarian mencari Ara dan akhirnya menemukannya di taman sekolah.
Ara langsung menghapus air mata di pipinya. Ia tak mau terlihat oleh Bik Sari jika dirinya baru saja menangis.
"Aduh, Non. Bibik sampai bingung cari Non Ara," ucap Bik Sari yang masih belum fokus pada wajah Ara yang sembab. Sebab ia berdiri di samping Ara bukan di depannya.
"Ayo kita sarapan di kantin, Non. Tadi Bibik lihat sepintas di sana menunya enak-enak. Nanti Non bilang saja ke Bibik mau beli makan apa,"
Hari ini Bik Sari yang baru bekerja tadi pagi tentu saja belum siap membuatkan bekal untuk Ara. Bik Sum juga tengah pulang kampung. Sehingga Kayla tadi hanya memberi uang pada Bik Sari untuk membelikan putrinya tersebut makanan atau jajanan di kantin sekolah.
Ara masih terdiam di tempatnya.
"Ayo, Non. Nanti jam istirahatnya keburu habis," ajak Bik Sari yang bergegas menggandeng tangan Ara untuk pergi dari taman sekolah.
Ara masih bergeming. Matanya terus menatap Nanda. Dan yang ditatap juga mendadak merasakan degup jantung yang tak biasa. Perasaan aneh yang mendadak muncul pertama kalinya saat dirinya menatap seorang bocah perempuan yang ia perkirakan usianya sebaya dengan Elang, putranya.
"Bukankah bocah itu yang tadi duduk di sebelah Elang," batin Nanda.
Ara pun kemudian ditarik pergi oleh Bik Sari. Sebelumnya, pengasuh Ara tersebut sempat tersenyum pada Nanda. Ia merasa tak enak karena putri majikannya itu terus memandangi orang lain dengan tatapan mendalam yang menurut Bik Sari kurang sopan.
Bik Sari khawatir Nanda tersinggung dengan sikap Ara. Ia pun menunduk hormat dan tersenyum pada Nanda sebelum pergi dari area taman sekolah bersama Ara. Nanda pun memakluminya dan membalas dengan memberikan senyuman tipis pada Bik Sari.
Akhirnya Ara pun menuruti Bik Sari untuk pergi dari taman sekolah. Ara hanya diam saja digandeng oleh Bik Sari. Tanpa berbicara sepatah kata pun. Saat berjalan pergi dari taman sekolah, ia sempat menoleh kembali ke arah tempat duduk Nanda dan Elang.
Tiba-tiba...
"Bun, kok berhenti nyuapinnya." Seketika lamunan Nanda buyar tentang bocah perempuan yakni Ara yang terus memandanginya sejak tadi akibat seruan sang putra.
"Eh, maaf Nak. Bunda jadi melamun," ucap Nanda.
"Bunda ngelamunin apa?" tanya Elang yang mendadak penasaran.
"Oh, itu tadi kok kayaknya Bunda lihat ada teman kelas kamu yang lihatin kita terus. Bunda pikir mungkin dia mau ajak kamu bermain," jawab Nanda.
"Teman kelas? Siapa Bun?"
"Kayaknya yang tadi duduk di sebelah kamu, Nak. Anaknya cantik, bulu matanya lentik, dan rambutnya hitam lurus. Namun anehnya keriting di bagian ujungnya saja," tutur Nanda yang menjelaskan sepintas fisik sosok Ara pada Elang.
Dan Elang pun paham akan sosok yang diceritakan oleh Bundanya adalah bocah perempuan usil yang mengambil pensilnya tadi di kelas saat pembelajaran berlangsung sekaligus tersangka yang menceburkan dirinya ke kolam ikan tempo lalu.
"Jadi rambut dia mirip Bunda dong," ucap Elang.
"Hah," respon Nanda mendadak terkejut.
"Eh, iya juga Nak. Hehe..."
"Bunda sampai lupa kalau rambut dia mirip dengan rambut Bunda," ucap Nanda yang baru tersadar jika memang rambut Ara mirip dengan rambutnya.
"Berarti rambut Bunda pasaran dong ya," ucap Nanda seraya terkekeh. Namun sejujurnya hatinya tengah merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang menyergap kalbunya secara tiba-tiba. Tentang sosok bocah perempuan yang dilihatnya tadi. Mutiara Jingga Laksono.
Bocah yang belum ia ketahui nama lengkap maupun nama panggilannya. Namun wajahnya mendadak hinggap di hatinya.
Elang tentu saja tahu tentang rambut Bundanya. Sebab ia sering menyisir rambut Nanda. Elang sendiri yang memintanya. Bahkan ia sudah sangat hafal lekuk wajah Nanda dengan sering meraba wajah sang Bunda.
"Tadi Bunda bilang bulu mata dia lentik. Terus rambutnya lurus hitam dan agak panjang tapi hanya bagian ujungnya saja yang keriting. Kok dia mirip banget sama Bunda sih !"
"Kenapa aku enggak ada mirip-miripnya sama Bunda?"
"Bulu mataku enggak lentik. Rambutku juga lurus biasa. Enggak ada ikal atau keritingnya sama sekali. Alis Bunda tipis sedangkan alisku tebal. Terus ada tahi lalat di belakang telinga Bunda. Kok aku enggak ada ya Bun?" tanya Elang seraya mengerucutkan bibirnya.
Bersambung...
🍁🍁🍁
kasihan alea uh salah jalan, langit juga tersiksa pnya mak rempong sombong gini