"Bagaimana aku jadi makmum kamu kalau kamu tak sujud pada tuhanku"
"Namun kupilih jalur langit untuk membuat kita bisa bersatu"
Sulit untuk Inayah atau biasa di panggil Naya untuk bisa bersatu dengan laki-laki yang telah mengisi hatinya, bahkan semakin Naya berusaha untuk menghilangkan perasaannya, perasaan itu justru semakin dalam.
Bisakah keduanya bersama?
Atau justru memang perpisahan jalan terbaik untuk keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Abi kecewa berat sama kamu, kepercayaan Abi dan Umi titipkan ternyata sia-sia"
Suasana seketika jadi hening, tampak abinya sangat marah terlihat dari sorot mata beliau begitu silau untuk di tatap. Naya hanya bisa menunduk bahkan tak berani melihat ke arah abinya, karena benar-benar takut.
"Kamu pacaran dengannya?" tanya Rendi
"Gak Abi" jawab Naya, baginya dirinya dengan Samuel memang tak ada ikatan apapun meski mereka sangat berharap untuk hidup bersama
"Kamu tau kalau Abi tidak suka itu, tapi diam-diam kamu melakukannya. Ini bukan perintah Abi, Naya. Tapi perintah Allah" ujar Rendi menaikan nada bicaranya
"Maaf, Abi. Naya gak berani untuk mengatakan itu semua pada Abi"
Naya terus menunduk, uminya kembali mengusap bahu Naya untuk menenangkannya. Uminya sangat paham dengan perasaan Naya, namun uminya tak bersuara untuk membela Naya.
Karena posisinya memang Naya yang salah, Naya sadar mungkin uminya juga kecewa mengetahui ini. Namun dengan terbukanya masalah ini, ada jalan untuk Naya menjelaskan niat Samuel pada orang tuanya.
"Abi pernah bilang, kalau Abi hanya ingin kamu ta'aruf lalu menikah. Tidak beriringan mobil seperti tadi, Abi gak yakin kalau kalian gak pernah berduaan. Tapi sudahlah Abi gak mau dengar alasanmu, Abi sudah terlanjur kecewa" ujar Rendi menghela napas lalu membuang muka dari sang anak
"Nduk, sejauh apa hubungan kamu dengan laki-laki itu? Apa kamu mau ta'aruf dengannya?" tanya Erisa lembut
"Iya, Umi. Mau" sahut Naya malu-malu sebenarnya begitu senang, uminya membuka jalan keluar untuknya membuat Naya akhirnya berani untuk mendongak dan menatap ke arah abinya
"Bagaimana, Abi? Dari pada anak kita terjerumus dalam dosa, lebih baik kita nikahkan saja jika mereka siap lahir batin?" tanya Erisa pada sang suami
"Naya baru 23 tahun! Apa kamu yakin, Naya?" tanya Rendi pada sang anak
"Yakin, Bi. Insyaallah"
"Sebenarnya Abi dan teman Abi punya rencana untuk menjodohkan kalian, anaknya seorang guru di pesantren. Rencana Abi memintamu mengajar di sana juga, terus ta'aruf dengannya" jelas Rendi
Naya terdiam mendengar penjelasan abinya, sebuah harapan yang tadi mulai tumbuh kini gugur kembali. Naya menoleh ke arah uminya menatap dengan tatapan memohon, agar uminya bisa membantunya.
"Abi, sekarang gak zaman lagi perjodohan. Jika memang Naya punya pilihan sendiri, kita restui saja. Kalau saja laki-laki itu memang jodohnya, kita tak bisa menentang" ujar Erisa memberi pengertian pada sang suami
"Ya sudah, kalau begitu suruh dia besok ke rumah"
Naya langsung menoleh ke arah abinya dengan mata berbinar mendengar permintaan abinya barusan, Naya sangat bahagia akhirnya abinya memberi harapan kembali untuk dirinya dan Samuel.
"Beneran, Abi?" tanya Naya memastikan
Abinya langsung mengangguk sembari menampakkan senyumannya yang dari tadi bersembunyi di wajah datar beliau, tanpa rasa malu Naya langsung memeluk abinya lalu berpindah memeluk uminya.
"Kamu jangan senang dulu, Abi dan Umi akan bertanya banyak hal pada laki-laki tadi. Jadi restu Abi dan Umi tergantung dengan pertemuan kami besok dan jawaban darinya" ujar Rendi memperingatkan
"Iya, Abi"
Langkah pertama Naya sudah selesai, Naya tak akan memberi tahu kedua orang tuanya perihal agama Samuel. Ketika kedua orang tuanya sudah merestui, Naya akan langsung meminta Samuel masuk Islam.
Setelah itu baru Naya akan jujur kalau Samuel seorang mualaf, cukup lama ngobrol bersama kedua orang tuanya Naya pun pamit ke kamarnya. Tiba dalam kamar Naya tak sabar memberitahu Samuel kabar bahagia ini.
[Aku sudah sampai di rumah, Abi ada menanyakan sesuatu?]
Saat membuka HP, ternyata sudah ada pesan masuk dari Samuel. Setelah membaca pesan dari Samuel, Naya tak langsung menjawab pertanyaan Samuel justru Naya mengirim pesan ingin bertanya juga.
[Alhamdulillah kalau udah sampai, tidak ada. Tapi besok Abi memintamu ke rumah, siapkan dirimu lahir batin soalnya kata Abi pertemuan besok adalah penentu restu dari mereka]
Beberapa detik setelah pesan Naya centang biru, Samuel langsung meneleponnya. Syukur HP Naya mode getar kalau seandainya bersuara bisa-bisa ketahuan abinya, apalagi dirinya masih begitu takut.
"Kenapa telepon?" tanya Naya berbisik saking takut ketahuan, apalagi ini pertama kali dirinya teleponan dengan laki-laki di rumah
"Aku gak sabar menunggu besok" ujar Samuel di seberang telepon
"Kamu yakin, gak deg-degan gitu?"
"Sedikit!! Tapi lebih gak sabar sih, soalnya semakin cepat bertemu dengan orang tuamu. Semoga semakin cepat hubungan kita ada titik terang" ujar Samuel tampak antusias
Naya dan Samuel sama-sama optimis untuk menghadapi hari esok, walaupun Naya tidak tau apakah hari esok akan sama dengan hari yang akan datang jika abinya mengetahui tentang Samuel yang non muslim.
.
.
Langit begitu gelap pagi ini, matahari tertutup awan yang sangat hitam. Pikiran Naya berantakan begitu juga perasaannya, entah mengapa Naya sangat gelisah dan jantungnya berdegup tak karuan.
Entahlah ini firasat atau apa, hidangan spesial sudah terhidang di atas meja makan untuk menyambut kedatangan Samuel. Kedua orang tuanya sudah siap di ruang tamu, kemudian Naya menghampiri keduanya.
"Samuel dimana, Naya. Kenapa belum datang?" tanya Erisa pada sang anak
Belum sempat Naya menjawab terdengar deru mobil sport berhenti di halaman rumah mereka, Naya pun langsung bangkit dari duduknya lalu menuju pintu utama untuk membukakan pintu buat Samuel.
Sedikit perasaan was-was Naya hilang namun tak sepenuhnya, langit pun akhirnya memuntahkan air hujan yang sangat deras. Membuat suasana menjadi mencengkam, di tambah petir sesekali menyambar.
"Ingat Naya, jaga pandanganmu" ujar Rendi memperingati sang anak
"Iya, Abi" sahut Naya ketika sudah berada di depan pintu bersama uminya
Naya pun membiarkan uminya yang membuka pintu, terlihat Samuel sudah berdiri gagah di hadapan mereka dengan rambut sedikit basah terkena air hujan ketika Samuel turun dari mobil menuju teras.
Tetapi Samuel tetap mempesona dengan style-nya yang tak pernah gagal, dan paling Naya suka hari ini untuk pertama kali Samuel tak memakai kalungnya, leher panjang itu tampak polos tanpa apa-apa.
"Assalamualaikum" ucap Samuel, Naya langsung membulatkan matanya mendengar Samuel mengucap salam
"Walaikumsalam" jawab Naya dan kedua orang tuanya serentak
"Ini nak Samuel, ayo masuk-masuk" ujar Erisa ramah, jiwa keibuannya keluar
"Iya, Tante" sahut Samuel hendak menyalami uminya Naya, namun beliau buru-buru mengangkat tangannya dan menangkup kedua tangan di dada
"Maaf" ujar Samuel lalu melakukan hal yang sama, Naya memejamkan matanya melihat Samuel sudah membuat kesalahan padahal baru di ambang pintu
"Panggil Umi dan Abi saja, sama seperti Naya" ujar Erisa lembut
Terima kasih banyak ya Tor atas cerita yang sudah dibuat
tetaplah semangat dan terus berkarya
semoga selalu sehat , sukses , dan bahagia
nara sm rendi aja kk, rendi agamanya bagus. ibadahnya bagus.
samuel trnyta jg msih ingat sm naya. mengharukan bngt. selamat brbahagia naya. untuk anisa yg caktik dn baik hati mudah2an dpt jodoh yg lebih baik lg dr samuel. masyaAllah... anisa baik bngt...