NovelToon NovelToon
Gadis Magang Milik Presdir

Gadis Magang Milik Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Demi melanjutkan pendidikannya, Anna memilih menjadi magang di sebuah perusahaan besar yang akhirnya mempertemukannya dengan Liam, Presiden Direktur perusahaan tempatnya magang. Tak ada cinta, bahkan Liam tidak tertarik dengan gadis biasa ini. Namun, suatu kejadian membuat jalan takdir mereka saling terikat. Apakah yang terjadi ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masalah Bertubi

Pagi itu matahari baru naik, tapi Anna sudah duduk di teras kontrakan kecilnya, memandangi tumpukan kertas tagihan yang semakin hari semakin menyesakkan. Kertas-kertas itu tidak pernah berubah, tetapi rasanya setiap kali Anna melihatnya, angka-angka di atasnya seperti semakin membesarkan diri, menelan sisa-sisa harapan yang ia punya. Jemarinya gemetar saat menyentuh satu lembar tagihan cicilan kuliah; jumlahnya bahkan tak berusaha ia pahami lagi. Ia hanya tahu satu hal—uangnya tidak cukup.

Semester enam seharusnya menjadi masa paling sibuk dengan proposal skripsi, proyek akhir, dan persiapan magang. Teman-temannya sibuk membahas judul penelitian atau rencana kelulusan, tetapi bagi Anna—masa itu justru terasa seperti titik paling berat dalam hidupnya.

Bisnis keluarga yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka—toko bahan bangunan kecil di pinggir kota yang dibangun ayah dan ibunya sejak Anna masih kecil—resmi bangkrut tiga bulan lalu. Bukan karena salah kelola, bukan karena pelanggan hilang begitu saja. Tapi karena pukulan bertubi dari berbagai arah. Setelah pandemi, pemasukan menurun drastis. Hutang kepada supplier menumpuk, pelanggan menawar harga hingga tak masuk akal, dan persaingan dengan toko besar membuat usaha kecil mereka tak sanggup bertahan.

Semua datang seperti badai. Tidak memberi jeda. Tidak memberi kesempatan untuk bernapas.

Ayahnya kini bekerja serabutan. Kadang membantu mengantar barang, kadang menjadi kuli panggilan. Penghasilannya tidak menentu. Ibunya, yang dulu mengurus toko dengan bangga, kini menerima pesanan kue kecil-kecilan dari tetangga, sekadar membantu menambah pemasukan. Tetapi hasilnya pun jauh dari cukup untuk menutup semua kebutuhan rumah tangga.

Dan yang paling menghantui Anna adalah satu kenyataan pahit:

Cicilan kuliahnya belum dibayar.

Jika telat lagi, status akademiknya bisa dinonaktifkan, bahkan terancam drop out.

Ia meremas sudut kertas itu, berusaha menahan tangis. Tapi tubuhnya terlalu lelah. Air mata yang semula ia tahan akhirnya jatuh juga, menyusuri pipinya tanpa suara.

Rasanya seperti semua beban dunia bertumpuk di bahunya.

Ekonomi keluarga terguncang.

Kuliah terancam berhenti.

Masa depan yang dulu ia impikan terasa semakin menjauh.

Anna menarik napas, mencoba menstabilkan diri. Tangis sudah menjadi rutinitas setiap malam, tetapi pagi ini ia merasa lebih hancur dari biasanya. Mungkin karena kenyataan itu kini tidak hanya mengintai, tapi membuka pintu dan masuk ke hidupnya tanpa permisi.

Ia menutup mata sejenak, mendengarkan suara kendaraan berlalu di jalan depan kontrakannya. Kontrakan kecil itu, dahulu terasa cukup bagi dirinya sebagai mahasiswa perantauan, kini terasa seperti ruangan yang semakin menyempit setiap harinya. Seakan-akan dinding-dindingnya ikut memberi tekanan pada dadanya.

“An… lo sakit?” Suara lembut tapi khawatir menyentak Anna dari pikirannya.

Ia mendongak. Lusi, teman sekelas yang dikenal bawel namun perhatian, berdiri di depan pagar dengan ekspresi mengerutkan kening.

“Ha? Enggak, Lus… gue baik-baik aja.” Anna buru-buru menghapus pipinya.

“Ga biasanya lo gini, An. Lo ada masalah?”

Nada suara Lusi lebih pelan dari biasanya. Jarang sekali Lusi bersuara selembut itu.

Anna tersenyum hambar. “Manusia mana sih yang gak punya masalah, Lus?”

“Ah, berarti lo beneran punya masalah,” sahut Lusi cepat, duduk di samping Anna tanpa menunggu undangan. “Lo mau cerita?”

“Nanti, ya. Kalau gue udah siap.”

Kalimat itu keluar lebih lirih daripada yang ia inginkan.

Lusi mengangguk kecil. Ia tahu Anna keras kepala. Dipaksa bercerita justru akan membuatnya menutup diri. “Oke. Tapi lo tau kan, gue ada di sini kalau lo butuh.”

Anna hanya membalas dengan senyum tipis.

Bagi Anna, menceritakan masalah keluarganya terasa sangat tabu. Selama hidupnya, ia tumbuh di keluarga yang terbilang berkecukupan. Tidak kaya raya, tapi cukup untuk hidup tenang. Keluarganya selalu menjadi contoh harmonis di lingkungan rumah: rapi, disiplin, dan selalu tersenyum.

Anna diajari sejak kecil bahwa urusan rumah harus tetap di dalam rumah. Keluhan harus dipikul, bukan dibagikan.

Dan kini… dalam waktu sesingkat itu… keadaan keluarganya berubah total.

Ekonomi keluarga yang merosot membuat Anna tidak hanya takut, tetapi juga malu. Ia gengsi mengakui bahwa keluarganya sedang terpuruk. Bahwa toko kebanggaan ayahnya kini sudah tutup. Bahwa ia kesulitan makan proper tiga kali sehari. Bahwa kontrakannya hampir jatuh tempo.

Semua kegagalan itu seperti tertulis di keningnya sendiri—dan Anna tidak sanggup membiarkan orang lain membacanya.

Siang harinya, Anna masuk kelas seperti biasa. Namun langkahnya terasa berat. Mata kuliah hari itu padat, tetapi pikirannya tidak pernah bisa fokus. Suara dosen hanya terdengar seperti dengungan jauh yang tidak berarti.

Entah sudah berapa kali ia melirik layar ponsel, membaca ulang pesan dari bagian keuangan kampus tentang keterlambatan pembayaran. Ada tanggal batas pembayaran yang semakin dekat. Ada ancaman penonaktifan status sementara. Ada kalimat formal yang terasa seperti hantaman di dada.

Rasanya sesak.

Di sela jeda kelas, Anna membuka aplikasi rekening digitalnya. Saldo: 42.000 rupiah.

Untuk anak kuliah perantauan, jumlah itu bahkan tidak cukup untuk makan dua hari.

Ia menggigit bibir, menahan napas yang tiba-tiba serasa macet di tenggorokan. Ia harus mencari pekerjaan. Apa pun.

Tapi pekerjaan yang bisa sambil kuliah? Dan gajinya cukup untuk bayar semester? Hampir tidak ada.

Beberapa hari terakhir, Anna sudah melamar ke banyak tempat—café, minimarket, admin online.

Namun semua menuntut jam kerja yang tidak bisa ia penuhi.

Atau gajinya terlalu kecil.

Sementara waktu terus berjalan.

1
Noer Edha
karya ini membuat kita masuk dalm arus ceritqnya...setiap kalimatx tersusun..dan memuaskan bagi sqya yang membacanya..
Evi Lusiana
sial bner nasib ana thor punya boss ky gk puny hati
Evi Lusiana
dasar boss aneh,msih mencari² titik lemah ny seseorang yg bnr² cerdas
Evi Lusiana
kesempatan datang bwt ana
Drezzlle
udah jatuh tertimpa tangga ya rasanya pasti
Evi Lusiana
betul kt lusi,ceo kok gk profesional
Evi Lusiana
egois gk sih si liam,jd bos besar hrsny profesional kko pun mo memberi hukuman sm ana y gpp tp jgn smp smua org jd mengucilkany krn kmarahan liam sm smuany
Evi Lusiana
bagus critany thor,perusahaan yg tdk hny mnilai fisik lbih k kmampuan calon karyawan ny
Evi Lusiana
percayalah ana tiada perjuangan gg sia2
Evi Lusiana
mewek bacany thor,bayangin hdp merantau sndr menanggung beban sndri
Evi Lusiana
semangat ana kebahagiaan menantimu
Valen Angelina
makanya Liam jgn jahat2 ..nnti jatuh cinta gmn wkwkwkw🤣
Valen Angelina
bagus ceritanya...moga lancar ya 💪💪💪
Valen Angelina
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!