NovelToon NovelToon
AWAN MERAH

AWAN MERAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:24
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.

Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."

Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."

Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A M BAB 05 - dia Dinya.

Beberapa kelas berikutnya di mulai seperti halnya hari-hari biasa. Menerima satu murid baru tentu tak membuat aktivitas terhenti, jelas saja. Jam pada dinding terus merangkak maju, dan kegiatan para siswa siswi juga satu-persatu telah berjalan sampai tak terasa kelas terakhir sudah berada tepat didepan mata.

"Pulang sekolah temenin gue ke mall bentar, make up gue yang kemaren dirusak adek gue lagi jir."

"Pftt.. how?"

"Ya biasa, adek gue main-main di tangga terus ngelempar-lemparin make up gue, langsung pada ancur pas nyampe lantai dasar."

"Bego. Ya ancurlah. Lagian elo rumah doang gede benerin tangga aja gak bisa, masih syukur bukan adek lo yang terjun bebas ke bawah."

"Anjing Ca udah gila lo! Amit-amit sat kalau adek gue yang jatoh. Babi lo emang."

Sinan sedikit terkekeh mendengar bisikan milik Bianca dan Valerie, tak terkecuali dengan murid lainnya yang juga cekekikan.

"Lagian salah elo juga Vall, gue tawarin jasa benerin tangga secara gratis gamau." Mike ikut menimpali, membuat suasana kelas yang awalnya membosankan menjadi lebih berwarna.

"Au tuh! Kita-kita udah berbaik hati gini juga." Tambah Parel.

"Ya ampun guys, bukannya gue gamau menerima kebaikan lo lo pada, lo pada juga tau gimana abang gue kalau ngeliat gue jalan bareng laki." Kali ini suara cempreng Valerie menjadi sedikit melemah. "Jalan aja reaksinya sampai gitu, apalagi kalau gue pulang bawa-"

"Tapikan kita ramean, iya nggak Max?" Rendy memotong, menatap kearah Max yang mengangkat jari jempol kalem.

"Gak ada tapi-tapi lagi Ren sebenernya. Ngeliat Valerie jalan sama satu cowo ae abangnya bisa sengamuk itu, apalagi ngebawa banyak cowo ke rumah. Bisa dikira melihara banyak berondong ntar dia." Kali ini Mike membela dan seseorang yang dibela langsung mengangguk puas.

"Tunggu.. berondong?!! Eh bajigur gue gak setua itu, ye?!! Apa-apaan banget brondang brondong, wong kita sekelas. Tch!!"

Ketika Valerie menyadari bahwa Mike membela sembari menyelipkan kalimat hinaan rapih yang berujar bahwasanya penampilannya itu menor, seketika tawa seisi kelas mengiringi hembusan nafas kesal gadis dempul tersebut. Tak terkecuali tawa milik Sinan yang juga ikut geli dengan interaksi diam-diam yang berubah menjadi obrolan penuh tarikan nadi itu.

Situasi yang hangat menyelimuti seisi kelas, bahkan guru yang mengajar di depan tak ayal juga ikut tertawa.

"Kalian ini! Sudah tau ibu ada di depan masih aja bercanda, hahaha!! Tapi memang loh Vall, make up kamu lebih menor dari punya ibu."

Masih dengan setengah terkekeh Sinan berduduk tegak lalu menoleh begitu saja ke arah pojok belakang. Melihat gadis yang lagi-lagi sedang dalam posisi menatap kearah jendela luar, meski tak ada setitik raut berarti diwajahnya dan meski ia sendiri tahu bahwa gadis itu tak menyimak keseruan di kelas, senyum itu tetap mengembang.

Tak lama kemudian, bell pulang berbunyi.

Si ibu yang memang sejak beberapa saat lalu begitu santai, hanya menyambut saliman para murid-muridnya yang bahkan entah sejak kapan sudah memakai helm dan jaket. Bahkan ada juga yang sudah meluncur menuju kamar mandi dengan sunscreen segede gaban.

"Loh Sinan, anak ganteng ibu gak pulang?" Ibu tersenyum lalu pandangannya bergulir pada bagian pojok kelas. "Kamu juga gak pulang, siapa tadi kamu namanya?"

"Dinya." Sinan mewakili untuk menjawab sembari mengenakan ransel pada sebelah pundak. Si ibu hanya mengangguk lalu berkata satu dua kalimat lainnya sebelum keluar dari kelas menyisakan hanya pemuda itu dan gadis yang bahkan sama sekali belum beranjak dari posisinya tersebut.

Tap..

Tap..

Dengan langkah panjang mengayun tungkai untuk menghampiri, lalu sesampainya disana pemuda itu mengikuti arah pandang Dunya yang lagi-lagi terpaku pada awan di langit tinggi. Sinan memang tak lagi heran namun entah mengapa perasaan tidak nyaman itu masih menyelimutinya.

"Hey, ayo pulang." Jari telunjuk milik si pemuda sedikit mengetuk dahi Dinya yang tertutup poni, membuat gadis itu memberi lirikan sekilas sebelum berdiri dan membereskan buku-bukunya diatas meja.

Sinan yang paham hanya mundur beberapa langkah untuk duduk di salah satu meja tak jauh dari tempat gadis itu berada, kedua tangannya sengaja terlipat di depan dada sembari menyorot pergerakan si gadis dengan sepasang netra yang tertutup poni. Semua itu dilakukan dengan senyum yang masih mengembang tentunya.

Ketika Dinya menunduk dan tangannya terulur untuk mengangkat banyaknya seragam di atas lantai, Sinan seketika turun dari meja dan mengambil alih tugas itu. Ia bertindak gercep namun kesiapsiagaan pemuda itu malah ditepis.

"Gak Sinan." Kata si gadis yang membuat alis Sinan seketika terangkat. Tentu ujaran Dinya tak ia gubris terbukti dari tangannya yang sempat terhenti itu sudah mengambil alih semua barang sekaligus seragam yang telah dibungkus dalam suatu kotak besar tersebut.

"Dinya, gak ada ya cewe yang ngangkat barang sebanyak ini." Sinan sedikit tegas. Lalu tersenyum manis setelahnya. "Ngomong-ngomong, kamu pulangnya ikut aku, ya?"

Mendengar nada yang kembali berubah jinak, membuat gadis itu menghembuskan nafas panjang sebelum menggeleng.

"Kenapa."

Pihak yang ditolak keukeh, mengikuti Dinya yang mulai merajut langkah sembari alis tebal itu masih terangkat begitu keras kepala.

"Dinya, kenapa."

"Kenapa."

"Kenapa sih.."

"Kenapa kenapa kenapa kenap-"

"Sinan, tumben masih dikelas? Biasanya pulang paling cepet." Lolita datang dengan sunscreen segede gaban miliknya. Ia menatap Sinan dan kotak besar lalu pandangannya terhenti pada gadis yang sedang bersama pemuda itu. "Oh.. Dinya, kan?"

Sepasang netra milik si pemuda mengamati bagaimana Dinya hanya mengalihkan pandangan. Entah tidak nyaman atau tidak perduli.

"Duluan, Li."

Singkat Sinan ketika gadis yang ia amati merajut langkah untuk pergi. Lantas ia ikut berjalan, namun Lolita entah kenapa dengan raut wajah tidak suka malah menghentikan langkahnya.

"Lo sepulang sekolah ini gak ikut main? Gue sama anak-anak mau ke mall."

"Gak." Sinan menyahut dengan nada yang jelas sekali tak berminat, sedangkan kaki pemuda tersebut begitu gatal untuk melangkah dan menyusul Dinya yang jarak mereka mungkin sudah lumayan jauh. "Duluan."

"Pas pulang mall kita mau nongki juga, Nan." Lolita berusaha mengikuti dari belakang. "Sinan! Setelah itu kita mau pilih-pilih kucing buat ultahnya Heru. Lo suka banget sama kucing, kan?"

"Gak, Li. Lain kali aja." Final Sinan bahkan tanpa menoleh.

Tap..

Tap..

Semakin cepat ia melangkah semakin liar pandangannya menyapu lorong. Namun mau sebagaimana pun ia mencari, pemuda itu sama sekali tidak menemukan keberadaan Dinya disana. Tentu itu membuat Sinan kewalahan.

"Lama."

Nafasnya sudah sedikit ngos-ngosan ketika ia sudah berada di lantai paling bawah dan akhirnya mendapati seseorang yang dicari berada disana. Dinya bersandar pada pintu keluar, menunggu langkah si pemuda yang berjalan kearahnya dengan sabar sembari sepasang mata bulat yang setia menyorot datar itu menelusuri tubuh jangkung tersebut.

"Maafinn, ayo pulang."

Setelah itu, keduanya lantas ingin berjalan menuju parkiran namun sebelum niat itu terlaksana, panggilan dari seseorang sudah menghentikan mereka.

"WOI, NANN!!" Teriak Parel sembari berjalan mendekat dengan gerombolan murid di belakangnya.

Setibanya mereka, Sinan bisa melihat dengan jelas bahwa ada Bianca, Valerie, Mike, Max, Rendy, Lolita, dan tentunya Parel ada di depannya dan Dinya dalam formasi yang terbilang kurang lengkap. Mereka adalah teman-teman dekat pemuda itu di sekolah ini, dan sebenarnya ada dua orang lagi.

"Sup, guys. Heru sama Nando mana?" Sinan bertanya sekaligus menyapa, namun bukannya menjawab, mereka malah salah fokus dengan hal lain.

"Wih, lagi pdkt." Ujar Max, matanya menyorot gadis yang sedang bersama Sinan dari ujung kaki sampai ujung kepala sebelum terkekeh. "Cewe yang jadi alasan lo seharian ini gak ngumpul-ngumpul bareng kita?"

"Hm. Dia yang gue bilang pas di kantin." Bianca seolah membenarkan.

"Cie! Sinan polos kita udah bisa jalan bareng cewe nih, ye~" Parel menggoda sembari terkekeh. "Tapi selera lo unik juga, ya!"

"Langsung ngomong 'rendah' ae susah." Max mengoreksi sembari menambahkan nada penuh penekanan. Kalimatnya itu berhasil menghapus segala senyum ramah di wajah Sinan. "Iya enggak, Ca?"

"Wah wah. Apa maksudnya nih."

Memposisikan kotak besar di tangan untuk hanya diangkat dengan satu tangan, tangan yang lainnya lantas menarik pundak Dinya untuk disembunyikan di belakangnya.

"Ayo, Max. Coba jelasin apa maksud lo dengan kata 'rendah' tadi." Serak Sinan sembari kembali mengukir senyum ramah yang begitu bertolak belakang dengan hawa panas yang mulai menyelimuti sekitaran.

"Tau nih Max. Apa-apaan dah lo." Valerie maju lalu berujar kesal, tangannya beberapa kali memukul lengan Max yang menyeringai sebelum membawa pemuda itu sedikit lebih mundur.

Srek.

Tiba-tiba kotak di tangan si pemuda yang mulai tersulut emosi sudah berpindah dalam pelukan Dinya, ia mendongak untuk menatap Sinan sebelum menunjuk mobil yang datang dengan dagu. Melihat wajah polos itu, seketika membuat leher pemuda itu mengendur secara bertahap.

"Ada jemputan ternyata, sini." Kata Sinan sambil kembali mengambil alih kotak itu lalu membawanya dengan sebelah tangan, sedangkan tangan yang sebelahnya lagi merangkul gadis tersebut dan membawanya pergi.

"Sayang banget. Kenapa gak bilang kamu punya jemputan? Padahal aku mau nganterin."

"Nganter pake apa. Kita tadi pagi satu bus."

"Eh.. loh?? Iya, ya.." Menggaruk tengkuk yang tak gatal. Sinan lantas terkekeh malu-malu. "Tau gini aku gausah sok-sokan jalan kaki, yaudah lain kali pulangnya sama aku, ya."

Mendapati wajah gadis itu, Sinan hanya tertawa. Setelah meletakkan kotak dan berujar sepatah dua patah kalimat perpisahan juga salam perkenalan pada seorang bapak-bapak yang sepertinya adalah ayah Dinya, ia akhirnya menutup pintu dan melambaikan tangan pada mobil yang melaju.

Tepat setelah mobil itu menghilang dari pandangan, tungkai panjang miliknya dengan cepat segera berayun dan terhenti pada gerombolan tersebut. Berniat melanjutkan apa yang tadi sempat tertunda.

"Eh, Sinan??!! Jadi ikut kita dongg berarti??!!" Lolita berteriak girang, tapi teriakan bahagia dan senyum mengembang itu seketika sirna ketika mendapati apa yang selanjutnya pemuda itu lakukan.

BUGH!

"Lunasin hutang penjelasan lo ke gue. Sekarang."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!