kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Garis Batas Profesional
Kanya tidak tidur nyenyak. Malam itu, ia tidak dihantui oleh tenggat waktu atau dokumen hukum yang menumpuk, melainkan oleh suara rendah Adrian di telinganya dan bayangan senyumannya. Ia tahu ia hanya punya dua hari untuk memikirkan tawaran itu, tetapi pikirannya terasa seperti hard drive yang sudah penuh sejak ia melangkah keluar dari mobil Adrian.
Pagi ini, Kanya tiba di kantornya, di lantai eksekutif Wibisono & Partners, dengan tekad untuk membuang Adrian dari otaknya. Lingkungan kantor yang bersih, dingin, dan berbau kertas baru adalah satu-satunya tempat ia merasa 100% terkendali.
Ia bahkan belum sempat menyeduh kopi keduanya ketika interkom mejanya berbunyi. Suara Pak Bram, Senior Partner yang disegani di firma itu, terdengar datar namun mendesak.
"Kanya, langsung ke ruangan saya. Sekarang."
Kanya segera merapikan blazernya dan bergegas. Ruangan Pak Bram adalah kuil kekuasaan. Dindingnya dihiasi dengan plakat penghargaan dan lukisan abstrak yang mahal. Pak Bram (55), dengan rambut yang mulai memutih dan setelan yang selalu rapi, duduk di kursinya, tatapannya tajam. Di hadapannya, tergeletak tiga map berwarna merah yang tebal.
"Duduk, Kanya," ujar Pak Bram, tanpa basa-basi. "Saya punya kasus untukmu. Ini adalah kasus terbesar yang pernah kita tangani di kuartal ini. Dan saya tidak akan mempercayakan ini kepada orang lain."
Kanya segera menarik kursi. Ini adalah pengakuan yang ia tunggu-tunggu. Ini adalah tiketnya menuju status Partner muda.
"Kasus apa, Pak?" Tanya Kanya Dengan Raut Wajah Yang Penasaran.
"Sengketa lahan. PT. Dharma Kencana, perusahaan developer raksasa, sedang digugat oleh sekelompok investor asing. Investor-investor itu mencoba mengambil alih perusahaan dengan dalih klaim sengketa lahan historis. Mereka ingin perusahaan itu bangkrut agar bisa mereka beli dengan harga sampah," jelas Pak Bram, mendorong salah satu map merah ke arah Kanya.
Mendengar perkataan "ingin perusahaan itu bangkrut agar bisa mereka beli dengan harga sampah,"
jantung Kanya tiba-tiba berdebar. Telinganya berdenging, mengingatkannya pada kata-kata Adrian di mobil tadi malam, “Saya akan membeli sebuah perusahaan yang akan segera bangkrut karena sengketa lahan… Saya melihat sengketa sebagai peluang, bukan masalah.”
Kanya memaksa dirinya untuk tenang. "Jadi, kita mewakili PT. Dharma Kencana untuk menggugurkan klaim sengketa lahan dari investor asing?" tanya kanya
"Tepat. Kita harus menang, Kanya. Kehilangan kasus ini berarti kehilangan klien paling penting kita. Anggap ini adalah ujian terakhirmu. Menangkan ini, dan posisi Partner sudah ada di tanganmu," janji Pak Bram, matanya menunjukkan bahwa ini adalah pertaruhan besar.
Kanya membuka map itu. Matanya langsung menyapu nama-nama investor asing yang tercantum sebagai penggugat. Tangan Kanya langsung dingin. Di antara nama-nama yang asing itu, satu nama entitas terdaftar sebagai pengelola dana utama, sebuah perusahaan holding investasi yang berafiliasi dengan nama yang ia kenal dari media bisnis: The Vanguard Group.
Kanya mengangkat kepalanya, tatapannya kini dipenuhi kecurigaan. "Saya mengerti, Pak. Saya akan segera memimpin tim untuk meninjau semua klaim historis mereka." Kanya menerima map itu, merasakan dinginnya kertas di tangannya. Ia harus terlihat tenang. "Saya akan pastikan PT. Dharma Kencana tidak jatuh ke tangan siapa pun yang mencoba memanfaatkan kerentanan mereka."
"Bagus," Pak Bram mengangguk puas. "Anda boleh keluar."
Begitu Kanya kembali ke ruangannya, ia mengunci pintu. Darahnya berdesir—bukan karena kegembiraan mendapatkan kasus besar, melainkan karena perpaduan kemarahan dan ketakutan. Ia mengambil smartphone-nya dan segera mengirim pesan kepada Dara, sahabatnya yang jurnalis investigasi.
Kanya Mengirim pesan singkat kepada dara, bahwa ia Butuh bantuan. Cek Vanguard Group dan semua direkturnya. Sangat mendesak. Jangan pernah telepon, hanya chat.
Dara membalasnya dengan emoji mata lebar, menunjukkan bahwa ia mengerti.
Selama satu jam berikutnya, Kanya tenggelam dalam due diligence rahasia. Ia menggunakan semua akses yang dimilikinya. Dan lima belas menit kemudian, laporan Dara datang. Tidak ada nama Adrian sebagai direktur resmi, tetapi laporan keuangan menunjukkan bahwa The Vanguard Group memiliki sub-perusahaan bernama Aether Holdings di Cayman Islands, dan Aether dikendalikan oleh seorang single shareholder yang namanya tersembunyi di balik perwalian. Namun, Dara berhasil menemukan satu detail penting, Aether Holdings baru-baru ini menyewa sebuah penthouse mewah di lokasi yang sama persis dengan alamat perusahaan investor yang Adrian sebutkan semalam.
Kanya menjatuhkan smartphone-nya ke meja. Dia tidak butuh bukti hukum lagi. Secara etika, Adrian 99% berada di pihak yang berlawanan dengannya. Adrian tidak hanya mencari rekan kerja, ia mencari orang dalam untuk memuluskan akuisisi kotornya.
Tepat saat Kanya menyadari pengkhianatan di depan mata, ponselnya bergetar lagi. Bukan dari Dara. Melainkan dari nomor tak dikenal, tetapi ia yakin siapa pengirimnya.
> Nomor Tak Dikenal<" Saya tahu Anda sedang memikirkan tawaran saya. Jangan terlalu lama. Tiramisu dan malam yang lebih menarik menunggu. Adrian."
Kanya menatap pesan itu. Pria itu begitu berani, begitu percaya diri, seolah dia tahu Kanya akan tergoda olehnya, bahkan ketika mereka berada di ambang peperangan. Ambisinya sendiri sekarang menjadi medan perang. Di satu sisi, ada posisi Partner yang ia impikan dan profesionalisme yang ia junjung tinggi. Di sisi lain, ada godaan Adrian, janji kekuasaan yang lebih besar, dan gairah yang baru ia rasakan.
Kanya mengambil pulpen emasnya dan mencoret tebal nama The Vanguard Group di map merah. Tidak ada lagi keraguan. Tidak peduli seberapa menarik Adrian, ia tidak akan membiarkan dirinya menjadi pion dalam permainan gelapnya. Ia akan menerima kasus PT. Dharma Kencana, dan dia akan mengalahkan Adrian di meja hijau. Garis batas profesional telah ditarik, dan Kanya baru saja memilih sisi.