Dean tidak pernah berpikir dia akan hidup. Setelah dua kali terkena hujaman peluru, dan tubuhnya yang terbentur bertubi-tubi di lereng tebing. Dia yakin, pas dirinya terjun ke laut Dia pasti mati!
Siapa sangka, tubuhnya masih kuat terbawa arusnya ombak, dan terdampar di tepian pantai. Meski begitu, dia masih berpikir...
Dia pasti, akan mati!
Wanita itu.... Yah... Bisa dibilang malaikat penyelamat hidupnya. Dengan sepasang kakinya yang indah bertelanjang kaki berlari kecil di atas pasir menghampirinya. Menemukan tubuhnya yang malang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonelondo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Dasar Kau Pincang!
Lelaki itu menggeser tubuhnya biar tepat di depan kursi goyang. Dia bangkit dengan menopang tubuhnya lewat satu tangan. Bukan bangkit yang semestinya, hanya sekedar agar bisa menggapai kursi tersebut.
Dia sendiri. Setelah beradu mulut, wanita itu keluar rumah. Seperti semalam juga, tidak menyuapinya.
Dean menarik kursi. Diambilnya celana dal*mnya dan seragam celananya. Saat mau memakai, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Mungkin akibat pikirannya terlalu terpukau oleh kecantikan wanita yang menyelamatkannya, sampai lupa hal itu. Padahal saat lihat celana dal*mnya di kursi goyang seharusnya dia sadar. Bahkan juga saat dia siuman sewaktu terjadi hal memalukan. Ah, tidak, tidak. Malah seharusnya sejak dia tersadar dalam keadaan koma.
Baru disadarinya, meski ditutup selimut dari bawah sampai pinggang, tapi dibaliknya dia telanjang bulat. Bagaimana caranya Nina membuka semua celananya? Apakah, Nina... Astaga... Pikiran apa ini. Namanya, darurat. Lagian, belum tentu Nina menyentuh atau melihat senjata saktinya. Lagian juga, wanita biasanya lebih punya rasa malu. Ketimbang pria, mayoritas suka cari kesempatan.
Setelah bersusah payah memakainya. Maklum, terkendala luka di kakinya yang buat lama. Akhirnya setengah badannya telah tertutup. Sekarang urusannya tinggal baju. Rasanya tidak perlu memakai. Hari ini udara panas, biarlah dia tetap bertelanjang dada. Sulaman Nina akhirnya hanya dipandanginya.
Dia menelentangkan tubuhnya. Meraih tongkat di sisi ranjang yang satu lagi. Tongkat itu bertolak belakang dengan posisi duduknya. Lalu berusaha sebisa mungkin berdiri. Setelahnya, dia keluar membawa nampan, dan pispot.
Di depan pintu, dia memandangi sejenak isi rumah. Sebelum ke dapur, dia berhenti lagi di depan pintu kamar sebelah. Ditariknya gagang pintu. Sayang, dikunci.
"Kenapa kamar ini tidak dipakai Nina tidur?"
Selang sesaat, dia sedang berada di samping rumah, duduk di bale bambu. Ada yang menarik perhatiannya, pagar bunga. Sungguh indah... Macam-macam bunga berada di situ, namun bunga Matahari lebih mendominasi.
(Gambar hanya ilustrasi)
Siapa yang buat? Nina, 'kah? Atau keluarganya? Nina sepertinya penyuka bunga. Dari aroma tubuhnya saja sudah mencirikan. Dari semalam Nina memakai baju bunga, walau tak bisa diprediksinya karena hanya dua kali melihat. Tadi malam, dan pagi ini. Tapi dia yakin dress Nina pasti rata-rata bercorak bunga.
"Hiiik..."
Secepat kilat matanya menoleh ke arah suara tersebut.
"Apaan itu?"
Karena penasaran, dia lekas mencari tahu.
Peternakan Nina cukup luas. Memiliki 2 pintu masuk di depan dan di belakang. Kandang ayam berbentuk tingkat berada di samping pintu depan. Di seberangnya, kandang bebek. Bentuk kandang bebek sama dengan kandang ayam bertingkat-tingkat. Sedangkan di sebelah kandang bebek, yang berada di samping pintu belakang, ada puluhan domba. Dan di seberang domba, ada 1 ekor kuda. Selain diluar dari itu, ada jerami, lemari tempat makan hewan, dan lain sebagainya.
(Gambar hanya ilustrasi)
Dean berhenti di depan makhluk itu. Itu adalah hewan peliharaan yang tidak diakui Nina. Karena kuda itu sangat galak sekali membuat yang punya hanya memberi makan, tidak pernah membersihkan. Tiap kuda itu lihat sosok majikannya kayak kerasukan setan. Sewaktu Nina memberi makan juga hanya melempar saja. Hanya kandang itu yang kotor. Bukan kotor biasa, super kotor sekali. Karena 3 tahun tidak diurus Nina.
(Gambar hanya ilustrasi)
"Oo... Rupanya kamu pemilik suara itu."
Kuda itu menaikkan kedua kakinya ke atas pilar. Menghantam-hantam pagar.
Bug! Bug! Bug!
“Hei, tenang...”
“Jangan menyambut aku seperti itu.”
“Aku bukanlah musuhmu.”
“Aku tidak akan menyakitimu.”
“Ayo, terimalah kehadiranku.”
Dean terus membujuk. Sayang, kuda itu terus mengamuk. Dean paham betul sosoknya baru dilihat. Namun dia nggak putus asa, kuda itu harus ditaklukkannya. Karena membahayakan wanita yang disukainya.
Apa dari dulu kuda ini begini? Bagaimana Nina menanganinya? Apa Nina tidak apa-apa? Atau, kuda ini memang kurang bersahabat dengan kehadiran orang lain?
Disaat pria itu sedang berusaha menjinakkan, wanita itu pulang ke rumah. Tiba di belakang rumah, dia membuka pintu. Diletakkannya jala di samping wastafel, dan kantong jala di dalam wastafel. Wanita itu habis menangkap ikan.
Di dapur, dia menyiangi ikan dengan mata melirik-lirik. Merasa tidak ada hawa manusia di kamarnya, lekas diletakkan kerjaannya, berjalan ke sana. Wajahnya menjadi cerah saat tidak ada orang yang diperiksanya. Sepertinya pria itu sudah pergi. Karena sewaktu dia meninggalkan rumah, sempat melontarkan kata pedas.
“Kalau kau tidak pergi dari sini, aku akan memberi ramuan racun di tubuh kau!”
Ya, mungkin Dean tak perlu menunggu esok. Langsung pergi dari sini. Eh, tunggu. Dari mana Dean punya uang? Dia belum kasih uang sepeserpun.
Ya! Besok. Dipotong dari semalam wanita itu pertama kali mengucapkan.
Nina bergegas keluar rumah berniat mencari. Namun saat membuka pintu belakang, matanya bersirobok dengan orang yang mau dicarinya sedang berjalan ke pintu. Dia langsung memaki.
“Hei! Kau belum pergi?!”
“Bukankah kau bilang besok? Lagian, mana bisa aku menghubungi markasku. Uang saja belum kau kasih."
Nina melengos masuk ke dalam, Dean mengikuti. Nina kemudian kembali melanjutkan urusannya di dapur.
Sedangkan Dean berdiri di depan kamar yang tadi tidak bisa dilihatnya.
"Nanti kukasih. Bentar, aku ngerjain ini dulu." Nina memberi jawaban hal uang.
“Kenapa kamar ini di kunci?” tanya Dean.
Sebagai orang asing, seharusnya yang bertanya begitu jangan bersikap ingin tahu. Nina lekas menoleh, memberi jawaban menukik.
“Ya, suka suka aku lah! Rumah, rumahku! Bukan urusan kau!”
"Sewaktu aku koma, kenapa kau tidak tidur di sini?" Dean merespon santai, dengan memberi pertanyaan lain.
"Sudah kubilang, bukan urusan kau!"
“Lantas, bagaimana nanti aku tinggal di sini? Kamar depan itu kan kamar kau.”
Sontak Nina melempar pisaunya kasar ke wastafel, dilanjutkan tolak pinggang.
“Apa kau bilang?! Tadi...”
“Ya, aku tahu. Sebenarnya dari tadi aku hanya bercanda. Karena sejatinya, aku tidak akan pergi dari sini."
“Dasar kau! Kau ini ya...”
“Tenanglah... Baiklah, baiklah, aku tidak akan tinggal di rumah ini. Aku akan tinggal di kandang kuda kau,” potong Dean lagi.
Nina melotot. Apa? Dean akan tinggal di kandang kudanya? Apa dia tidak salah dengar? Apa tadi Dean sehabis dari sana? Tapi, bagaimana kuda yang super kejam itu bisa didekati? Tidak, tidak, dia tidak ke inti itu. Dia harus kembali fokus mengusir pria ini.
Tapi saat wanita itu mau mengeluarkan suaranya. Lawan bicaranya malah melengos pergi. Tentu membuat yang dicuekin jadi makin emosi. Lekas Nina berjalan cepat menarik lengan, hingga yang ditariknya tubuhnya bergoyang dan mau jatuh. Karena hal itu, jelas Dean jadi kerepotan menyeimbangkan tubuhnya. Dia hanya mengandalkan tongkat. Nina pun sampai terkejut namun saat dia mau menolong, rupanya Dean berhasil menyempurnakan tegapnya. Selanjutnya Nina hanya diam ditempat memandangi orang yang membuatnya jengkel setengah mati berjalan masuk kamarnya. Lalu melintasinya pergi membawa sulamannya.
Sabar, sabar...
Sementara itu di peternakan, Dean bolak-balik keluar kandang membersihkan tempat yang super kotor itu. Kuda itu diam saja, tidak setitik pun mengganggu. Dean senang sekali kuda itu bisa dijinakannya.
Itu dalam pikiran pria itu, padahal aslinya bukan begitu. 3 tahun lalu kuda itu tidak kasar begitu, namun sejak ditinggal oleh pemilik aslinya jadi berubah, dan perubahan itu disebabkan oleh Nina. Ya! Nina itu pemilik kedua, pemilik aslinya adalah pria asing yang dulu pernah diselamatkannya.
Jadi bukan Dean gampang menaklukannya. Kuda itu begitu hanya ke Nina saja karena ada masalah diantara mereka berdua. Sebenarnya Nina tahu hal itu. Namun meski nggak ada Nina, kadang kuda itu pun suka mengamuk sendiri. Mungkin karena stress terlalu lama terkurung di kandang. Seperti tadi yang Dean lihat.
Kuda itu mau berbagi tempat saat Dean menumpuk jerami yang dibentuknya seperti kasur. Pria itu tidak masalah tidur di kandang, di hutan lebih parah. Walau di dalam tenda, namun dia harus selalu waspada karena bahaya selalu mengintai. Baik itu dari musuh, binatang liar, alam liar, dan tentu juga kegelapan hutan.
Kasur jeraminya sudah siap, dia meletakkan baju-bajunya di samping. Dielus-elusnya kepala kuda itu kemudian.
“Terima kasih kamu mau berbagi tempat denganku.”
“HEI!!!!!...”
Atas suara yang menggelegar itu, membuat orang yang mendengarnya menolehkan kepalanya.
Orang yang berteriak lantang itu rupanya berdiri di depan kandang bersama raut wajah penuh amarah. Lalu dia melempar uang recehan.
Kericik... Kericik...
Atas sosoknya, kuda itu yang tadinya tenang jadi berulah. Sontak dia ketakutan langsung memundurkan tubuhnya ke belakang.
"Oo... Jadi kuda ini tidak jinak dengan kau ya?"
Bagus, bagus, berarti aku bisa leluasa di sini.
Dean beralih menenangkan teman barunya. Lalu kembali ke Nina.
“Ada apa?”
“Ada apa...? Bagaimana bisa kau bilang, ada apa? Bagaimana bisa seenaknya kau buat keputusan? Ini tempat tinggalku! Aku yang punya keputusan. Kau tidak bisa tinggal di sini! Itu, uang receh untuk kau! Besok aku nggak mau tahu, kau harus angkat kaki dari sini!”
“Aku tidak mau. Lagi pula, tempat ini bukan area kau!”
Mengernyitkan alis. "Maksud kau?”
“Kuda ini tidak jinak dengan kau, 'kan?”
Melotot. “Hei! Biar kuda itu tidak jinak denganku. Bukan berarti kau bisa seenaknya tinggal di sini. Tanah yang kau pijaki itu tanahku!”
“Sudah kubilang berkali-kali, aku tidak mau pergi. Ya, tapi tidak apa-apa, lebih baik uang ini kugunakan untukku jajan." Dean memungut logam yang berserakan di lantai.
“Kau ini...”
Memotong. "Kenapa? Kan sudah kau kasih, berarti hakku kan mau kuapain uang ini."
"Kau..."
Memotong lagi. "Lebih baik, simpan saja energi kau untuk hal lain. Karena percuma... Mau seribu kali kau berteriak mengusirku. Aku tidak akan pergi. Titik!”
Nafas Nina naik turun. Sepertinya dia bukan hanya ketemu orang nggak tahu malu. Namun meliputi orang nggak tahu diri, orang nggak punya otak, dan termasuk orang gila!
“Dasar kau pincang!” umpatnya, balik badan berjalan pergi.
terimakasih ya kak ❤️❤️❤️❤️
setelah greget baca dewi dan mas kris