Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemenangan Bagi Andara
Di ruang tamu yang sepi, Nando duduk termenung seorang diri. Matanya menatap kosong dinding putih gading di depannya. Angin yang berembus dari air conditioner menimpa wajahnya berkali-kali, mengirimkan sensasi sejuk yang nyatanya tetap tidak mampu mengurai kekusutan di kepalanya. Ada banyak sekali hal yang harus dia pikirkan dengan baik, namun semakin dicoba urai, Nando hanya menemukan isi kepalanya semakin rumit.
Setiap detik yang Nando habiskan di sana terasa seperti tidak ada akhir. Keresahan yang menggerogoti jiwanya seperti berjalan selamanya, dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk membawa dirinya ke keadaan yang lebih baik.
Sejak putus dengan Betari dalam kondisi tidak baik, Nando hampir tidak bisa tidur nyenyak setiap malam. Mimpi buruk kerap datang menghantui malam-malamnya, membuatnya terbangun dengan perasaan sesak dan napas yang berat. Namun, kenyataan bahwa kini ada seorang bayi yang sedang tumbuh di perut Andara, membawa mimpi buruk yang ternyata lebih dahsyat daripada yang ia duga.
Nando merasa kehamilan Andara seperti gumpalan bola salju yang terbangun dari sebuah bola kecil, lama-kelamaan semakin membesar dan akan siap menggulungnya, menelannya hidup-hidup.
Nando tahu, ini juga tidak mudah bagi Andara. Meski gadis itu selalu berusaha terlihat baik-baik saja, dia tahu Andara juga memiliki kekhawatiran yang sama. Menjadi orang tua di saat mereka tidak siap bukanlah perkara mudah, tetapi lebih dari itu, menemukan cara untuk memberitahu orang-orang—terutama Melvis—soal kehamilannya adalah tantangan lain yang harus Nando cari jalan keluarnya.
Sebagai seorang anak, dia sadar sudah banyak menyulitkan hidup Melvis. Menjadi pemberontak semasa sekolah, bersikeras masuk kuliah di jurusan yang jauh sekali dari rekomendasi ayahnya, menolak bekerja di perusahaan ayahnya dengan dalih ingin mencoba berdiri di atas kakinya sendiri. Semua itu masih bisa Melvis maklumi karena Nando adalah satu-satunya putra yang ia miliki. Tapi kalau sampai menghamili anak orang... Nando tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya Melvis terhadap dirinya. Meski tidak dekat, Nando tidak ingin Melvis merasa gagal sebagai seorang ayah.
“Fuck!” Nando mengumpat dengan suara serak. Rambutnya diacak-acak, kepalanya dipukul berkali-kali. Merutuki kebodohannya tidak akan cukup membuat keadaan menjadi lebih baik.
Menarik napas kasar, Nando mendongakkan kepala. Tatapannya tajam menusuk jam dinding yang terus berdetak. Dokter bilang kehamilan Andara masih cukup muda. Jika begitu, jika terlalu sulit bagi mereka untuk membiarkan anak itu lahir ke dunia, bukankah masih ada opsi untuk melenyapkannya selagi ruh belum ditiupkan ke dalam tubuhnya? Anggap saja mereka hanya sedang membuang gumpalan daging yang menumpang di perut Andara.
Seharusnya... Bisa, kan?
Nando meremas kedua tangannya, menggigit bibir bawah, mulai merasa gugup. Haruskah dia menghubungi Andara dan mengobrolkan soal ini segera?
Berpikir berapa lama, Nando akhirnya merogoh ponselnya, mendial nomor Andara secara serabutan. Nada tunggu yang terdengar di telinganya terasa seperti gerakan bom waktu. Dadanya menjadi berdegup tidak keruan menunggu suara lembut Andara menyambut dari seberang.
Dan ketika suara Andara akhirnya menyapa indra pendengarannya, Nando merasakan jantungnya seakan merosot jatuh sampai ke perut. Sesak merambati dadanya. Tenggorokannya tercekat. Kepalanya bagai habis dihantam palu raksasa yang nyaris membuatnya pecah berkeping-keping.
Suara lembut Andara dari seberang membuat Nando merasa tidak berguna sebagai manusia. Di saat dirinya berpikir untuk melenyapkan buah hati yang tidak berdosa, gadis itu malah menyambutnya dengan sukacita seolah mereka akan hidup bahagia selamanya.
“Nando, kamu masih di sana? Bisa dengar suara aku nggak?”
Nando menelan ludahnya susah payah. Matanya memanas, sepanas dadanya yang seperti habis disiram air mendidih. “Iya, aku dengar kok.”
“Syukurlah. Ada apa? Ada yang perlu kamu omongin sama aku?”
Menggelengkan kepalanya kuat-kuat, Nando mencoba mengenyahkan pikiran jahatnya jauh-jauh. “Aku mau ngajak kamu makan malam. Kita ke Bahana yuk, mau?”
“Mau!” Andara kedengaran antusias.
Nando menggerayangi dadanya, semakin merasa bersalah. “Ya udah, kamu siap-siap ya, aku jemput kamu sekarang.” Sambil memaksakan senyum.
Telepon ditutup setelah Andara mengiyakan instruksinya, meninggalkan Nando dalam kegamangan yang terasa begitu menyiksa.
“Ya Tuhan ... harus gimana sekarang?”
...*****...
Banyak tempat di Jakarta yang bisa Nando kunjungi, tetapi dari sekian banyak, dia akan selalu kembali ke sini. Bahana Seafood, restoran seafood andalan yang menjadi favoritnya dari masih sekolah dulu. Dia sering ke sini bersama teman-temannya. Melvis terlalu sibuk mengurus pekerjaan, jadi Nando belum pernah mengajak lelaki itu makan di sini barang sekali. Orang asing pertama selain teman-temannya yang pernah dia ajak ke sini adalah Betari, lalu Andara.
Ah, kalau dipikir-pikir, Andara memang selalu ada di setiap momen yang melibatkan Betari. Gadis itu layaknya bayangan yang selalu ikut ke mana saja. Menempel tanpa bisa dipisahkan.
Meski sekarang, Nando tidak akan bisa lagi melihat Betari dan Andara di satu tempat yang sama. Karena kebodohannya.
“Kepiting saos Padang, right?” ucap Nando dengan senyum kecil menghias wajahnya.
Andara mengangguk dengan semangat. Matanya berbinar, seperti baru saja menemukan harta karun paling berharga sepanjang hidupnya.
“Oke, tunggu ya.” Nando beralih pada pelayan di sisi meja. Masih tersenyum, dia berkata, “Kepiting saos Padang satu, tolong buat jangan terlalu pedas. Cumi asam manis satu, gurame bakarnya satu. Minumnya teh jahe hangat dua, air mineral kemasan dua.”
“Kepiting saos Padang tidak terlalu pedas satu, cumi asam manis satu, gurame bakar satu, teh jahe hangat dua, air mineral kemasan dua. Ada lagi tambahannya?” tanya pelayan laki-laki mengonfirmasi pesanan.
Nando menggeleng. “Sementara itu aja, terima kasih.”
“Baik, mohon ditunggu.”
Pelayan undur diri, menyisakan Nando dan Andara di mejanya. Angin malam berembus tipis, menerbangkan anak-anak rambut Andara yang membuat Nando gemas menyingkirkannya. Sang empunya tersenyum tipis. Menikmati perlakukan Nando dan menganggapnya sebagai sinyal baik.
“Nando,” panggil Andara pelan.
“Apa?” jawab Nando dengan senyum tipis. Tangannya beralih merengkuh milik Andara, mengusap-usap pelan.
“Aku....” Andara terdengar ragu-ragu.
“Iya, apa? Bilang aja, aku dengerin kok.” Nando berusaha meyakinkan. Menggenggam erat tangan Andara.
Andara sedikit menunduk. Satu tangannya yang bebas meraba perut, mengusapnya pelan. “Aku ... aku senang ada anak kamu yang tumbuh di perut aku.”
Senyum Nando perlahan memudar, genggamannya di tangan Andara juga sedikit melonggar. Kata-kata itu semakin membuatnya merasa bersalah. Terasa menampar wajahnya begitu keras.
Andara menerima kehamilan ini dengan baik meski menjalaninya tidak akan mudah, tetapi apa yang Nando sempat pikirkan sebelumnya? Dia ingin melenyapkan bayi mereka? Di saat Andara ternyata sangat menginginkannya?
Setelah membuat Andara kehilangan satu-satunya sahabat baik, Nando juga hampir merenggut hal lain dari gadis ini? Sungguh, jika ada perkataan yang lebih buruk dari bajingan, Nando siap menyandangnya.
Sementara Nando tenggelam dalam pikirannya, Andara mulai menyadari perubahan atmosfer yang ada. Perlahan dia mengangkat kepala. Memandang Nando yang matanya terlihat memerah dan rahangnya tampak mengeras. Dia meremas ujung roknya, menahan gemas dan kesal yang tiba-tiba memenuhi dada. Apa-apaan ekspresi di wajah Nando itu? Jangan bilang bahwa Nando tidak mau menerima bayi mereka? Jangan bilang kepala dan hati laki-laki itu masih penuh dengan nama Betari walaupun raganya selalu ada di sini bersama dirinya?
“Nando,” panggilnya.
Nando mengerjap, lalu tampak sekali memaksakan senyumnya. Andara geram.
“Kamu ... nggak suka ya, sama kehamilan aku?” Dan jika Nando betulan menjawab iya, Andara bersumpah akan menghancurkan hidup Betari sampai tidak ada lagi celah bagi gadis itu untuk kembali pada Nando.
Namun,
“Suka,” sahut Nando. “Aku suka anak aku tumbuh di perut kamu, An. Aku suka jadi ayah dari anak kita.”
Seketika, senyum Andara merekah. Dia menang. Sekali lagi, dia menang. Dia berhasil mengambil Nando dari Betari, dan akan menahannya selamanya di sini. Setelah sekian tahun hidup dan dianggap sebagai bayang-bayang Betari, Andara akhirnya akan memiliki kehidupannya sendiri. Akhirnya dia akan menjadi tokoh utama, bukan sekadar pemeran pembantu dalam kehidupan Betari.
.
.
Bersambung.