Merebut Kembali Suamiku

Menjalani hari yang berbeda sangat lah tidak mudah bagi Lea, keluarga kecilnya yang dulu begitu hangat kini telah hilang dan tiba-tiba hidupnya pun terasa dingin.

Jika ditanya apakah ia masih mencintai Arya atau tidak, Lea tidak tahu harus menjawab apa. Yang ia tahu, perceraian adalah keputusan yang harus ia ambil.

Tanpa membuang waktu, Lea segera menemui Carol, pengacara sekaligus teman kampusnya dulu.

"Apa aja yang ingin kamu tuntut dari suami kamu, Lea?" tanya Carol. "Aku janji kamu akan memenangkannya buat kamu."

Setelah selalu murung dan menangis, kini akhirnya Lea bisa tertawa karena temannya itu.

"Aku nggak mau apa-apa, Car, aku bahkan nggak mau harta dia sedikitpun. Aku cuma mau hak asuh anak-anak jatuh ke tanganku."

"Itu sangat mudah," sahut Carol.

"Meskipun kamu udah nggak kerja, tapi kamu track record yang baik dalam sebuah karir. Semua orang tua itu dan hakim tahu kamu bisa menafkahi kedua anakmu. Selain itu, kamu juga punya warisan yang nggak sedikit dari orang tuamu. Dan yang paling penting, perselingkuhan Arya dengan Chelsea sudah membuktikan bahwa dia nggak akan bisa menjadi ayah yang baik. Maka hak asuh sudah pasti akan ada di tanganmu"

"Bagus," desis Lea.

"Lalu apa kamu ingin menuntut mereka dengan pasal perizinahan?" tanya Carol lagi. "Orang seperti mereka harus diberi pelajaran."

"Aku nggak mau membuang waktu di sana, Car," jawab Lea. "Aku ingin segera memutuskan semua ikatan dengan mereka, dan setelah itu aku akan menganggap mereka hanya seonggok mayat hidup."

Carol menghela napas berat, sebagai teman, tentu ia tak terima Lea di selingkuhi. Namun, ia akan tetap mendukung penuh apapun keputusan Lea.

"Kamu hebat, Lea!" seru Carol sembari menepuk pundak temannya itu. "Kamu perempuan hebat, pengkhianatan mereka nggak akan bisa menghancurkan hidup kamu."

"Nggak akan pernah aku biarkan!" Lea segera membenarkan.

Setelah urusan mereka selesai, Carol mengantar Lea sampai ke lobi. Dan mereka berpapasan dengan suami Lea yang langsung menyapa Lea dengan ramah.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Lea?" tanya pria bernama Rafael itu. "Apa setelah puas menjadi manager, sekarang kamu tertarik dengan hukum, eh?"

Lea seketika terkekeh, ini bukan kali pertama Rafeal menyinggungnya soal karir Lea yang terhenti itu. Rafael adalah salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan tempat PT Jayabintang, perusahaan tempat Arya, Lea dan Chealse bekerja.

"Sepertinya sebentar lagi aku harus mencari pekerjaan, Raf," ujar Lea. "Jadi kalau ada lowongan, telfon aku, ya."

"Serius?" tanya Rafael. "Aku bisa mengembalikan kamu ke posisi seperti dulu kalau kamu mau."

"Aku akan memikirkannya," kata Lea.

Yah, setelah bercerai, dia harus mencari pekerjaan untuk menafkahi dirinya dan anak-anak, kan?

...🦋...

"Apapun keputusan kamu, Mama akan selalu menjadi Mama kamu, Lea." Bu Erma mengusap pundak Lea dengan lembut.

Saat ini, ia dan suaminya berkunjung ke rumah Lea, untuk memeriksa keadaan menantu dan juga cucu-cucu mereka. "Mama juga perempuan, Mama ngerti sakitnya menjadi kamu. Jadi Mama nggak akan maksa kamu untuk bertahan." Lanjutnya.

"Terima kasih banyak, Ma." Lea bersender di pundak ibu mertuanya itu. "Seandainya bisa, aku juga nggak mau mengambil keputusan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Aku nggak sanggup, bagiku ini lebih ini dari sekedar pengkhianatan. Tapi juga penghinaan."

"Mama akan selalu ada di belakang kamu, Lea." Bu Erma memeluk menantunya itu.

Sementara di sisi lain, Rubby hanya bisa termenung sembari menatap foto lama dirinya dengan Lea, Chelsea, dan beberapa teman kantor yang lain saat acara ulang tahun kantor dulu.

Rubby yang tadinya ingin memberikan bukti perselingkuhan Arya dan Chealse pada Lea, justru merasa takut. Ia takut Lea tersakiti, ia juga takut ikut campur rumah tangga orang.

Namun, ia juga merasa kasihan pada Lea, padahal wanita it sangat baik pada siapapun. Rubby merasa Lea tidak pantas mendapatkan pengkhianatan kejam seperti itu.

"Kasihan banget sih kamu, Lea," gumam Rubby.

Beda halnya dengan Rubby yang merasa kasihan, Chelsea kini justru merasa peluang untuk memiliki Arya semakin besar. Apalagi setelah ia tahu Lea sudah menemui pengacaranya untuk mengurus perceraian.

Bahkan, ia tak lagi menundukkan kepala atau merasa malu saat keluar dari rumahnya. Ia seolah lupa bagaimana Lea memperlakukan nya di depan banyak orang.

"Kenapa Mama nggak beli sayur ke depan?" tanya Chelsea sembari membuka kulkas, dan ia melihat kulkasnya itu sudah kosong.

"Mama malu ketemu sama orang," jawab Bu Erni yang membuat Chelsea langsung menghela napas berat.

"Harus malu kenapa sih, Ma? Kita nggak mencuri di rumah mereka," kata Chelsea.

"Kamu mencuri suami orang, itu yang membuat Mama malu," balas Bu Erni.

"Cukup, Ma! Please!" lirih Chelsea. "Mas Arya akan menikahi aku nanti dan aku nggak mencuri. Dia sendiri yang datang dalam hidup aku."

"Terserah kamu lah, Cheal," ujar Bu Erni pasrah. "Mama cuma sedih, sudah dua kali kamu salah memiliki laki-laki. Dulu tuk4ng pu kul, sekarang tukang s3lingkuh."

"Mama?"

...🦋...

Sementara itu, Arya datang ke rumah orang tua Lea karena ini hari minggu. Ia ingin mengajak anak-anaknya jalan-jalan.

Namun, Lea menolaknya.

"Lea, apa kamu nggak kasihan sama anak-anak?" tanya Arya. "Kamu lupa, Darrel sangat ingin kita jalan-jalan."

Seketika Lea kembali tertawa sumbang, membuat Arya hanya bisa tercengang.

"Kamu tanya apa aku lupa? Nggak salah?" cibir Lea. "Darrel itu nagih janji ke kamu, kamu yang lupa  karena sibuk selingkuh!" desis Lea yang membuat Arya langsung kehilangan kata-kata.

"Setidaknya biarkan aku bertemu mereka, sebentar aja, Lea," pinta Arya memelas.

Lea sudah membuka mulut untuk mengusir suaminya itu, tapi tiba-tiba Jihan keluar dan memanggil sang Ayah.

"Papa?"

Lea dan Arya menoleh pada asal suara itu.

"Sayang?" Arya langsung tersenyum lebar, ia pun segera menggendong putrinya itu, bahkan mencium wajahnya berkali-kali. "Papa kangen sekali sama kamu, Sayang."

"Jihan juga," jawab Jihan sambil cekikikan. "Kenapa Papa nggak tinggal di sini sama Mama dan Kakak?"