NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34 - Marabahaya.

-William-

Aku duduk memangku wajah di salah satu sudut ruangan, menatap malas ke sekitar area panggung yang sedang dikerumuni oleh orang-orang berjiwa hedonis. Kebanyakan dari mereka bersorak-sorai girang, berpesta minuman keras sambil menari-nari di bawah sinar lampu yang berpendar memusingkan mata. Sementara para lelaki tengik lainnya, kulihat tengah asyik berjudi ria sembari ditemani para wanita seksi yang memiliki lekukan tubuh seperti gitar spanyol.

Telingaku sudah mulai pengang, mendengar suara hentakan musik yang sangat tidak bersahabat dengan jantung. Sesekali aku melirik ke arah meja poker tadi. Well, jangan salah paham. Niatku bukan untuk mencuri-curi kesempatan agar bisa melihat para wanita seksi itu, melainkan mencari keberadaan Nancy yang telah menghilang entah ke mana perginya.

Sudah lebih dari satu jam aku menunggu di tempat yang temaram ini. Namun, wanita berambut pirang dengan rona mata topaz itu masih belum kembali juga sampai sekarang. Ia tadi memintaku agar tetap menunggu di sini. Tapi, asal kalian tahu, kesabaranku kini telah habis. Kurasa ia juga bersekongkol dengan Steve yang notabene adalah sepupunya untuk ikut mempermainkanku lagi.

It shucks!

Dua wanita berparas Eropa dengan bentuk tulang pipi yang menonjol tiba-tiba datang menghampiriku. Aku menghela napas panjang. Sungguh mustahil rasanya keluar dari sini tanpa ada satu pun yang berniat menggoda atau semacamnya.

“Hai, Tampan! Kau mau pergi ke mana?” tanya yang berambut merah lurus dengan suara tipis nan lembut.

Kawannya yang berponi samping ikut melanjutkan. “Aku belum pernah melihatmu di sini. Apa kau adalah salah satu pengunjung baru?”

“Well, tidak usah malu-malu. Kalau kau memang baru pertama kali berkunjung kemari, biarkan kami berdua menyambut kedatanganmu dengan penuh cinta.”

“Yeah, dia benar sekali. Kau tahu, biasanya ... aku menyukai pria bermata biru terang atau hijau agak kecokelatan. Tapi, warna mata kelabumu ini ternyata sungguh memiliki tatapan yang menjerat. So sexy!” Ia menarik kerah jaketku. Bulu mata lebatnya mengibar. “Apa kau mau menari bersama kami?”

Aku dengan sigap memalingkan wajah ketika ia hendak menciumku. Lalu, mendorongnya agar sedikit lebih menjauh. “Maaf, aku sedang sibuk. Kau bisa cari pria lain,” balasku risi.

“Oh, ayolah! Jangan seperti itu ....” Ia kembali mendekat dan berusaha duduk di pangkuanku.

Aku cepat-cepat bangkit berdiri lantas memasang ekspresi wajah kesal. Mereka berdua tampak kecewa kemudian baru menghambur pergi begitu nada bicaraku mulai tinggi. Tempat ini benar-benar membuatku naik pitam.

Seseorang yang berdiri di sampingku tahu-tahu tergelak. “Bagaimana? Mereka sangat cantik, bukan?” selorohnya sambil mencebik.

Aku menoleh dan sedikit kaget. “Nancy?!”

“Wow! Ternyata pendirianmu kuat juga. Apa kau sudah mendapatkan kekasih baru?”

“Itu bukan urusanmu. Lagi pula, tidak ada gunanya juga aku menunggu di sini. Kau hanya membuang-buang waktuku. Nikmati saja pestamu!” seruku jengkel.

“Ugh, kau mudah sekali marah. Apa kau sudah tidak menginginkan liontinmu lagi?”

“Entahlah. Sekarang aku malah ragu kalau liontinku memang benar-benar ada padamu.”

Ia mendengkus. “Jadi, kau tidak percaya denganku? Mau bukti?”

“Ya, rupanya kau cepat tanggap. Maksudku, aku hanya ingin memastikan keberadaan liontin itu. Lalu, kita bisa membicarakan kesepakatannya nanti.”

“Oh, kau membuatku tersinggung. Aku bukan wanita pembohong atau penipu seperti yang kau pikirkan. Cepat, ikutlah denganku! Kau akan menyesal karena sudah tidak mempercayaiku,” katanya yang terpancing dengan ucapanku.

Sebenarnya, aku paling malas ketika harus berurusan dengan manusia. Selain gemar membuat perkara, sebagian dari mereka juga tidak tahu berterima kasih. Terutama Steve, bocah berandal itu. Aku pernah hampir mati gara-gara tingkah konyolnya. Kalau saja waktu itu Arthur tidak datang, aku pasti sudah menjadi arwah penasaran sekarang.

Jam telah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit saat aku tiba di The Upton, sebuah apartemen yang terletak sejauh 2,7 km dari Pantai Carson. Nancy ternyata tinggal di lantai tiga dari bangunan mewah ini.

“Ayo, masuk!” ajaknya seraya melempar kunci pintu apartemennya ke atas meja.

Aku tercengang begitu melihat tempat tinggal wanita ini yang bak kapal pecah. Sampah botol air mineral, kaleng soda gepeng serta bungkus makanan cepat saji tampak berserakan di mana-mana. Pakaian kotor dan juga remasan tisu ikut berhamburan memenuhi setiap sudut ruangan. Tempat ini sebetulnya lapang, tapi menjadi terlihat sempit karena terlalu banyak barang yang tidak tertata rapi.

“Duduklah, di tempat yang menurutmu nyaman. Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk membersihkan semua sampah ini karena terlalu sibuk.”

“Sibuk berpesta?” sindirku.

“Yeah, bisa dibilang begitu.” Ia terkekeh kemudian meraih sebotol bir dari kabinet dapur dan langsung menenggaknya. “Ini adalah minuman favoritku sepanjang masa. Kau mau coba?”

Aku menggeleng. “Tujuanku datang kemari hanyalah untuk memastikan keberadaan liontin itu, bukan minum-minum denganmu.”

“Kau memiliki wajah yang sangat tampan. Tapi, untuk apa jika tidak menggunakannya untuk memikat para wanita cantik di luar sana? Itu sia-sia menurutku.”

“Cukup, Nancy. Aku sama sekali tidak tertarik dengan apa yang kau katakan barusan. Jadi, di mana benda itu sekarang? Aku ingin melihatnya,” balasku menekankan.

Wajahnya langsung merengut sebal. “Cih, kau benar-benar pria yang membosankan!” protesnya sambil menjejakkan kaki masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian, ia keluar dengan membawa sebuah kotak kecil berbentuk hexagonal yang terbuat dari kayu damar asli. “Liontinmu ada di dalam sini. Kau bisa mendapatkannya setelah membalas budi padaku.”

“Balas budi?” Aku mengangkat satu alis. “Balas budi seperti apa yang kau inginkan dariku?”

Sudut mulutnya pun terangkat mendengar responku. “Yang jelas, aku tidak menginginkan uangmu karena sampai detik ini juga segala kebutuhanku masih terjamin.”

“Lalu?”

“Mungkin ... sesuatu hal yang kau anggap istimewa atau—”

Ponselku tahu-tahu berdering.

“Maaf, sepertinya aku harus mengangkat teleponku dulu sebentar,” kataku seraya merogoh saku jaket dan berjalan ke ambang pintu.

Selama sekian detik, aku hanya terpegun, menatap layar ponselku yang masih berdering ini dengan tidak yakin. Gadis itu—Kathleen—tiba-tiba meneleponku. Cukup mengherankan. Bukankah dia tadi sedang pergi bersama Steve? Tapi sekarang kenapa malah meneleponku? Dan ada apa juga malam-malam begini? Berbagai pertanyaan itu otomatis muncul dalam benakku.

Sebelum berhenti berdering, akhirnya aku memutuskan untuk mengangkatnya. Namun, tidak ada balasan apapun dari sana. Hanya ada suara mesin mobil yang terdengar sayup-sayup di telinga. Mungkin ia tak sengaja menekan nomor ponselku.

Akan tetapi, di saat kuhendak mematikan panggilan itu, aku justru mendengar bunyi aneh. Seperti, bunyi ketukan pada sebuah lapisan kaca dengan benda yang runcing.

“Apa ... ada sesuatu hal yang ingin kau katakan padaku?” Aku terdiam menunggu jawaban darinya, tapi sekadar hening yang kudapatkan. Bahkan, suara angin pun tak kunjung terhantar. “Kathleen? Apa kau mendengar suaraku?” lanjutku bertanya dan tetap tidak ada jawaban.

Bukankah ini aneh?

Aku sudah berulang kali memastikan kalau panggilan ini masih tetap terhubung. Dan, benar saja. Sedetik kemudian, aku terbelalak waktu mendengar suara sengau yang mengatakan, Halo, Gadis manis! Apa kau bisa membukakan pintunya untukku?

Sialan! Suara sumbang itu?

“Kathleen, apa kau masih ada di sana? Kalau kau bisa mendengar suaraku, maka dengarkanlah perkataanku baik-baik. Cepat kunci pintunya! Dan jangan biarkan makhluk itu—”

Prang!

Jantungku langsung mencelos saat mendengar suara kaca pecah yang diikuti dengan teriakan gadis itu. Kekhawatiran serta-merta datang menghantamku. Sementara pikiranku kalut, sulit membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi setelah ini. Oh, Tuhan! Aku takkan membiarkan para makhluk brengsek itu melukainya, apalagi sampai merenggut nyawanya.

Nancy pun beranjak dari sofa dan bertanya penasaran karena melihat raut wajahku yang mendadak berubah drastis.

“Ada apa? Kau sudah selesai menelepon?” tanyanya.

Saat ini yang sangat kubutuhkan adalah liontin itu. Akan tetapi, aku tidak mungkin memberitahunya tentang apa yang barusan terjadi. Ia juga belum tentu mau memberikannya cuma-cuma untukku. Jadi, aku terpaksa harus melakukan cara ini karena keadaan yang mendesak.

“Maaf, Nancy. Sebenarnya, aku tidak ingin melakukan ini padamu. Tapi, aku betul-betul membutuhkan liontin itu sekarang.”

“Maksudmu?” ujarnya bingung.

Aku menyentuh kotak yang berisi liontinku. Rasa hangat pun mulai merambat ke telapak tanganku secara perlahan. Sedikit demi sedikit, tubuhku mulai menyerap kekuatanku kembali. Kupusatkan konsentrasiku. Lalu, menatap lurus pada kedua bola mata wanita itu selama beberapa saat.

“Tatap mataku baik-baik. Sekarang apapun yang kau dengar dariku, itu semua adalah perintah,” kataku. Dan hanya dalam waktu sekejap, pandangannya pun kosong.

Apa kau tahu tentang hipnotis? Itulah yang sedang kulakukan padanya—menyelusup masuk ke dalam alam bawah sadar dan menanamkan sugesti. Ia akan mematuhi segala perintahku. Sejujurnya, hal ini dilarang dan tidak boleh dilakukan sembarangan karena aku menggunakan sihir, bukan trik hipnotis yang biasa digunakan oleh para ahli terapi pada umumnya.

“Liontinku ... tolong berikan liontin itu padaku sekarang,” pintaku sembari terus mempertahankan kontak mata dengannya.

Ia mengangguk kemudian membukakan kode kunci dari kotak kayu miliknya. Aku cepat-cepat menyambar benda itu dan segera memakainya.

“Nancy, lupakan semua hal tentangku. Segala yang kau lihat dan dengar hari ini hanyalah sebuah mimpi. Aku tidak pernah datang kemari dan kau juga tidak pernah bertemu denganku. Kau mengerti?”

Ia kembali mengangguk.

“Kalau begitu sadarlah. Lanjutkan aktivitasmu dengan normal seperti biasanya.”

Tubuh wanita itu langsung ambruk ke sofa. Aku pun bergegas hengkang dari sini karena ia akan kembali sadar dalam kurun waktu tiga menit.

Aku berlari menuju mobilku yang terparkir di sekitar lingkungan apartemen. Banyak hal yang dapat kulakukan jika liontin ini ada padaku, termasuk mencari keberadaan seseorang. Tapi, anehnya kali ini aku agak kesulitan menemukan keberadaan gadis itu. Entah apa penyebabnya.

Aku sudah mencoba berulang kali, namun tetap nihil. Pandanganku mulai berkunang-kunang dan kepalaku juga terasa pusing karena hal ini sangat menguras energi. Tidak mudah untuk melakukannya sebab yang kulihat hanyalah ibarat potongan-potongan puzzle dan potongan itu harus kususun kembali dengan benar di otakku agar dapat memberikan informasi yang tepat.

Aku menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mataku lagi dan berusaha untuk lebih fokus. Secara bertahap, keberadaan terakhir dari gadis itu pun akhirnya mulai terlihat.

“Persimpangan jalan ... dekat ... kawasan Back Bay!” seruku seraya langsung kembali membuka mata lebar-lebar. Aku melihat jelas ada sebuah mobil hitam dengan mesin yang masih menyala terhenti di tengah jalan; kepingan kaca yang tercecer; serta plang jalan yang menunjukkan kawasan Back Bay.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!