Seorang gadis yang berasal dari masa depan bertransmigrasi pada masa lalu di tubuh gadis bodoh keluarga petani yang miskin.
Mereka sebenarnya adalah keluarga bangsawan yang dijebak dan diasingkan.
Bisakah gadis ini dengan sistem pertanian yang mengikutinya bertransmigrasi mengubahkan dan mengangkat kembali harkat dan martabat keluarga nya...
Atau musuh-musuh ayahnya justru akan menghalangi jalannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liyo Owi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makanan dengan energi mistis
Pagi-pagi Joan dan ayah kembali bersiap untuk ke kota. Dari semalam mereka sudah menyewa gerobak sapi untuk membawa berapa karung beras dan berapa ekor ayam, juga sedikit sayuran untuk diberikan kepada manager rumah makan "Selera Kita", dimana mereka menjual beras sebelumnya.
Kali ini adik Joan ikut semuanya. Ayah dan ke dua adik Joan duduk di depan untuk mengendalikan sapi yang menarik kereta dan Joan serta adik perempuan bungsunya duduk di atas tumpukan beras.
Perjalanan jauh dalam berapa jam itu mereka lalui dengan sukacita apalagi anak-anak itu memang belum pernah melakukan perjalanan jauh dari rumah mereka. Ini untuk pertama kalinya mereka ke kota
Jadi adik-adik Joan dengan mata besar memperhatikan hal-hal yang menarik mata mereka dan tidak henti-hentinya bertanya ini dan itu kepada Joan dan ayahnya.
Ayah dan Joan tidak merasa terganggu dengan hal ini dan mereka juga merasa senang melihat kebahagiaan anak-anak yang baru melihat dunia itu.
Apalagi saat kereta sudah memasuki kota itu, tidak berhenti mata mereka membulat dan mulutnya membentuk huruf "O" saat melihat keramaian kota kecil itu dan juga bangunan besar yang terasa unik dan indah di mata mereka.
Di dalam ruangan VIP di rumah makan Selera Kita, duduk seorang pemuda tampan yang terlihat dingin dan menyendiri sedang menikmati secangkir teh yang dituangkan oleh seorang pelayan wanita.
Manajer rumah makan itu berdiri di hadapan pemuda itu dengan penuh hormat dan dengan gestur merendahkan dirinya, tampak keringat yang menetes di dahinya yang terlihat tidak dihiraukannya.
Pemuda itu menatapnya dan memerintahkan;
"Bawakan aku makanan yang paling lezat dari koki tempat ini. Sudah lama aku tidak makan dengan baik".
"Ya tuan, percayalah. Aku akan menyiapkannya secara pribadi";
Manajer itu menundukkan tubuhnya dengan hormat dan dengan segera seperti mau secepatnya melarikan diri dari sana, dia keluar dari ruangan itu dan pergi ke dapur.
Dia sama sekali tidak menduga tuan mudanya akan muncul tiba-tiba hari itu. Tuan mudanya yang terkenal memiliki kepribadian yang dingin dan acuh terhadap siapapun.
Untuk apa tuan mudanya meninggalkan ibu kota dan muncul di kota kecil yang biasanya tidak menarik perhatian para bangsawan di negara itu.
Manajer segera memerintahkan koki untuk memasak berapa menu yang lezat bagi tuan mudanya yang cerewet itu. Tentu saja kata cerewet ini hanya ada dalam pemikirannya saja sebab kalau kata itu keluar dari mulutnya, bisa-bisa kepalanya tidak akan ada lagi di atas tubuhnya.
Sementara itu keluarga Joan sudah sampai di depan rumah makan itu dan A Hui yang sudah mengenal mereka sebelumnya datang menyambut mereka dengan senyum lebar di wajahnya.
"Ayo masuk dan duduk dulu di sini"; katanya sambil mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi panjang di dalam ruangan tersebut.
A Hui memperhatikan bahwa pakaian mereka lebih baik dari sebelumnya dan meskipun bukan dari bahan kain yang mahal tapi terlihat cukup bagus.
Memang hari ini mereka sengaja memakai pakaian yang baru dibeli oleh Joan waktu mereka datang ke kota ini sebelumnya karena Joan tidak ingin adik-adiknya mendapatkan pandangan yang merendahkan dari masyarakat kota itu.
"Terimakasih tuan atas keramahannya"; kata ayah Joan pada A Hui.
"Ho ho ho, tolong jangan panggil aku tuan. Tidak pantas, panggil saja aku aku A Hui" kata A Hui kepada ayah Joan.
"Kalian bisa memanggilku kakak A Hui" katanya lagi kepada keempat anak itu...
Keluarga Joan menanggapi perkataan A Hui dengan gembira karena terlihat A Hui sangat sopan dan tidak merendahkan mereka meskipun tahu bahwa mereka dari desa.
"Ya, kakak A Hui "; kata mereka serempak.
"Tunggu di sini dulu ya, aku akan memanggil manager dulu"; kata A Hui sambil mengambil berapa permen dari toples kaca di atas meja kasir dan memberikan seorang dua kepada keempat anak tersebut.
Keempat anak itu menerima permen itu dengan senang hati dan memasukkannya kedalam kantong pakaian mereka. Mereka merencanakannya untuk memakannya pada perjalanan pulang.
Joan memperhatikan permen itu dan dia menyadari permen itu hanya cairan gula yang dipadatkan, tentu saja itu sudah sangat menyenangkan adik-adiknya yang jarang mendapatkan permen seperti itu. Joan berpikir bagaimana kalau mereka memakan permen coklat dan dia merencanakan untuk membuatnya bagi adik-adiknya, tentu bukan untuk saat ini.
"Bruk"
Suara meja ditampar terdengar dari jauh.
Meskipun suara itu tidak terlalu terdengar tetapi telinga Joan yang sensitif mendengar hal itu. Dia mengernyitkan dahinya dan berpikir apa yang sedang terjadi di sana. Tentu saja dia tidak bisa melihat apa yang ada di balik pintu tertutup itu dan dia juga berpikir itu bukan urusannya.
A Hui kembali dengan malu dan menghampiri mereka, mukanya agak terlihat pucat seperti orang yang ketakutan.
"Maaf tuan, kelihatannya kalian akan menunggu lebih lama karena kelihatannya manager sedang menemani tamu penting di dalam".
"Tidak apa-apa, kami punya banyak waktu. Silahkan saja kakak A Hui menyibukkan diri, kami akan menunggu di sini ".
"Kalau kalian bosan duduk di sini, silahkan saja berjalan -jalan di sekitar tempat ini. Adik-adik ada taman dan kebun binatang mini di ruang belakang tempat ini. Mungkin kalian tertarik melihatnya"; kata A Hui dengan ramah
Ayah dan adik-adik Joan segera bangkit dari bangku yang mereka duduki dan mengikuti A Hui berjalan ke ruang belakang.
Joan mengikuti mereka dari belakang tetapi saat melewati dapur, dia berhenti dan berbelok untuk melihat kondisi dapur rumah makan tersebut.
Meskipun masih pagi dan rumah makan itu belum dibuka untuk umum tetapi kesibukan di dapur itu sudah terlihat. Koki dan asistennya terlihat sedang menyiapkan masakan dengan terburu-buru.
"Cepat sajikan ini ke ruang VIP, tamu kita kelihatannya sangat cerewet dalam menilai makanan kita"; kata kepala koki itu dengan tergesa-gesa.
Tidak lama kemudian manager Wang dengan muka yang penuh dengan keluhan datang ke dapur itu, melirik sekilas pada Joan yang berdiri di pintu tetapi tidak sempat menyapanya karena terlihat dia begitu panik dan bingung.
"Aduh apalagi yang kita bisa perbuat. Makanan lezat yang terkenal di rumah makan ini tidak bisa memuaskan selera tuan muda. Jangankan makan, menyentuhpun dia tidak mau"; kata Manager, tidak tahu kepada siapa dia mengatakan hal itu
Semua orang di ruangan itu terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Ruangan itu langsung terasa hening, semua orang secara serentak menghentikan aktivitas mereka. Kepala mereka menunduk dalam keputusasaan.
Joan menghampiri manager dan berkata dengan lembut;
"Tuan, boleh aku mencobanya".
Manajer itu memalingkan wajahnya kepada Joan dan bertanya dengan ragu-ragu.
"Maksudmu apa nak, maaf aku tidak memperhatikanmu tadi";
"Maksudku, apa aku boleh mencoba memasak untuk tuan itu"; kata Joan.
"Ha, ha, ha"
Suara tawa serempak terdengar di ruangan itu. Di tengah kebingungan mereka tiba-tiba disegarkan oleh perkataan Joan.
"Masakan kamu yang terkenal lezat saja, tuan itu tidak mau memakannya apalagi masakan rumahan dari udik desa. Jangan-jangan dia akan langsung membuangnya"; kata kepala Koki itu menyuarakan pendapatnya yang pasti juga merupakan pemikiran mayoritas orang di dapur itu
Tetapi manajer itu merenungkan perkataan Joan dan dia langsung berkata;
"Oke, tidak ada salahnya mencoba, kalau dia membuangnya juga tidak ada ruginya buat kita. Karena aku juga tidak tahu apalagi yang harus dikerjakan. Mungkin masakan rumahan yang dia inginkan".
Semua orang di ruangan itu terperangah mendengar perkataan manager tetapi mereka juga tidak mau membantahnya. Siapa tahu itu benar.
Joan segera berjalan ke salah satu tempat memasak yang tersedia. Dia mengambil panci, mengambil sedikit beras dan dua butir telur serta bumbu-bumbu dari kantong yang dibawanya
Mencuci beras dengan air mistis di botol yang dia bawa dari rumah dan dia mengambil panci dan memasak........ bubur.
"Bubur".....
"Astaga, selesai sudah. Tidak salahkah apa yang dia buat. Makanan yang lezat saja di tolaknya apalagi hanya semangkuk bubur".
Pikiran itu langsung bergema di kepala setiap orang waktu mereka memperhatikan apa yang dimasak Joan
Joan fokus dengan perkejaan yang dikerjakannya dan tidak memperhatikan tatapan tiap orang yang memperhatikannya dengan bingung, tidak tahu harus tertawa atau menangis.
Tidak lama kemudian bau bubur yang baru masak mengular di ruangan tersebut..
Tidak terkecuali siapapun, tentu saja Joan bisa diabaikan. Orang-orang itu mengendus bau harum itu dengan rakus dan merasa tubuh mereka menjadi segar dan nyaman saat mencium keharuman dari wangi bubur tersebut.
"A a a a pa ini, kenapa harumnya bisa begitu menyegarkan""
"Iya, aku langsung merasa keletihan ku hilang saat mencium harumnya bubur ini".
"Pasti rasanya enak, ooo aku mau menukarkan gajiku sebulan asal bisa makan bubur ini".
Seruan tercengang segera keluar dari mulut orang-orang tersebut. Berapa tidak sadar akan air liur mereka yang menetes membasahi sudut mulut mereka waktu mereka memperhatikan Joan memasukkan bubur tersebut ke dalam mangkuk, menata telur mata sapi dan daun bawang ke atas bubur tersebut dan kemudian menyerahkannya kepada manajer yang masih berdiri tertegun memandangnya tanpa melakukan apa-apa.
"Manajer"; Joan meninggikan suaranya...
"Ah, apa. Ya, ya, sini aku akan membawanya".
Manajer mengambil nampan dengan semangkuk bubur di atasnya.
Dia bergumam sendiri, rasanya dia enggan menyerahkan bubur tersebut kepada tuan muda dan mau segera memakannya sendiri tapi dia langsung ingat kepada kemarahan tuan mudanya dan bergidik memikirkan nasib kepala nya. Dia segera beranjak meninggalkan tempat itu
Joan juga segera meninggalkan dapur dan menyusul keluarganya ke taman di belakang rumah makan itu.
menyala kaltim kuuhhh😁😁😁😁😘😘😘😘