Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.
Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Tamu Tak di Undang
Sebulan kemudian.
Usaha Rania semakin sukses, modal awal 1,5 juta sekarang sudah menjadi 5 juta. 3 juta ia putar lagi untuk membeli barang dagangan, sedang 2 juta sengaja ia simpan untuk membuat bayar kontrakan apabila suaminya tidak mampu memenuhi janjinya.
Selama sebulan ini kelakuan Alif memang ada perubahan, ia selalu memberikan uang gajinya kepada istrinya. Pun begitu hasilnya memang tidak banyak, seminggu mungkin sekitar 300 ribu saja yang bisa pria itu berikan. Namun Rania sudah sangat bersyukur, setidaknya suaminya belajar bertanggung jawab terhadap keluarga mereka. Apalagi Alif juga sudah tidak meminta uang lagi padanya, sepertinya pria itu serius mempertahankan pernikahannya.
Berbeda dengan ibu mertuanya yang tetap nyinyir dengan hidupnya, punya uang salah tidak punya juga salah bagi mertuanya. Setiap ia memposting barang dagangannya selalu saja di komentari negatif, namun ia malas menanggapinya dan memilih tidak menanggapi.
"Sayang mumpung hari ini libur sekolah dan mengaji, ibu ingin mengajak kalian berenang," ucap Rania.
"Yang benar bu, kita mau berenang di mana?" tanya Alisa.
"Di dekat sini saja ya, Sayang. Setelah berenang kita makan kentucky di tempat yang ada taman bermainnya itu,"
"Hore, kita jalan-jalan. Semoga rezeki Ibu selalu banyak agar kita bisa sering jalan-jalan,"
"Amin,"
Rania segera mempersiapkan yang harus dia bawa, rencana ini dadakan jadi ia belum memberitahu suaminya. Nanti saja saat di sana akan dia kirimkan videonya.
Pukul 08.00 mereka berangkat menuju kolam renang yang tidak jauh dari kontrakan mereka. Suasana di sana cukup ramai karena hari ini adalah hari libur, banyak keluarga yang juga menghabiskan waktu liburan dengan berenang. Alisa dan Bintang sangat senang sekali, Rania mengawasi anak-anaknya bermain sembari mendokumentasikannya.
"Sayang, tolong jaga adik ya," pesan Rania.
"Iya Bu, boleh kita kesana?" tanyanya.
"Boleh, tapi jangan terlalu jauh ya. Ibu akan tetap mengawasi dari sini,"
Alisa segera membawa adiknya bermain seluncur air, mereka sangat bahagia sekali. Tawa renyah mereka terdengar begitu mendamaikan jiwa. Setelah 3 jam berenang Rania menyuruh mereka untuk naik, awalnya mereka menolak karena ini merupakan momen langka bagi mereka. Selama ini mereka hanya melakukan rutinitas yang menjemukan.
"Ayo Sayang cepat naik, ibu janji suatu saat akan mengajak kalian kesini lagi. Kalian pasti lapar kan, kita akan makan ayam kentucky sambil main mandi bola," bujuk Rania.
"Wah iya, ayo Dik kita cepat ganti baju," ajak Alisa.
Rania segera membilas mereka dan menggantikan pakaian, setelah selesai mereka segera menuju ke tempat makan. Hanya butuh beberapa menit untuk sampai di sana. Sambil menunggu pesanan mereka di antar, kedua buah hatinya asyik bermain beraneka ragam permainan yang merupakan fasilitas tempat tersebut.
Rania segera mendokumentasikan kebahagian mereka dan segera mengirimkannya kepada suaminya. Ternyata Alif ikut senang, bahkan ia berjanji jika nanti ada uang lebih akan mengajak mereka liburan lagi kesana lagi. Karena Alif sedang istirahat, dia memutuskan untuk video call istrinya.
"Halo Ayah, kita sedang makan ayam sambil bermain. Tadi kita berenang, senang sekali rasanya," ucap Alisa sembari melambaikan tangan kepada ayahnya.
"Halo Sayang, ayah juga ikut senang. Nanti kapan-kapan kita pergi jalan-jalan bersama ya. Ayah sayang kalian,"
Alif tidak bisa berlama-lama menghubungi mereka karena harus segera bekerja kembali. Namun ia sangat senang melihat senyum bahagia mereka. Setelah makanan mereka habis, Rania mengajak mereka pulang. Tidak lupa ia posting kebahagian mereka di story wa nya.
☆☆☆
Sore hari selepas ashar mereka semua bangun dari tidur, rasa lelah karena seharian di luar membuat mereka tidur begitu nyenyak. Mereka segera membersihkan tubuh dan bersantai.
Tok... tok... tok...
"Nia, Nia, buka pintunya,"
Rania terkejut sampai ponselnya terjatuh di atas kasur, seseorang menggedor pintu rumahnya bertubi-tubi hingga menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Ia tidak habis pikir siapa yang tidak sopan bertamu ke rumah orang dengan cara bar-bar seperti itu.
"Iya, sebentar,"
Dia segera bergegas membukakan pintu, betapa terkejutnya dia melihat wanita yang menyeramkan melebihi nenek sihir di dunia dongeng. Ya, ibu mertuanya yang ternyata sejak tadi menggedor pintu rumahnya.
"Ibu, ayo masuk Bu," Rania mempersilahkan dengan sopan.
"Kamu itu lelet sekali sih, dari tadi ngapain saja?"
"Tadi aku langsung membukakan pintu kok, Bu,"
"Halah kamu itu memang pandai berbicara, apa kamu tidak suka aku kesini ya? Apa kamu takut aku meminta barang-barang mu? Itu semua dari hasil jerih payah putra ku, harusnya kamu itu tahu diri,"
Panjang lebar ibu mertuanya mengomel membuatnya begitu jengah, kalau tidak ingat wanita itu adalah orang yang melahirkan suaminya mungkin sudah dari tadi di usirnya. Wanita ini memang tidak pernah menyenangkan hati jika berbicara, selalu saja membuat lawan bicaranya sakit hati.
"Maksud Ibu itu apa? Dari tadi aku berbicara sopan, kenapa ibu tidak pernah berkata lembut pada ku. Jika Ibu memang tidak suka kepada ku, berbicaralah kepada Mas Alif untuk mentalak ku. Aku lelah selalu di sudutkan, aku juga punya perasaan,"
Rania tidak mampu lagi membendung air matanya, tatapan penuh kebencian dari ibu mertuanya begitu menyakitkan baginya.
"Tidak perlu drama, tidak ada penonton di sini. Kamu bisa liburan dengan anak-anak mu, bisa berjualan berbagai macam barang tapi bisa-bisanya mengatakan putra ku tidak memberi nafkah yang layak. Kamu itu menantu yang tidak bisa di andalkan, aku akan mengambil sedikit milik anak ku,"
Dia langsung bergegas menuju ke tempat penyimpanan barang dagangan Rania, dia mengambil minyak, beras, gula, sabun dan berbagai macam kebutuhan rumah tangga yang lain.
"Ibu, ibu mau apa? Itu barang ku, jangan ambil Bu. Itu barang-barang aku beli dengan uang ku, bukan uang Mas Alif, lepaskan Bu,"
"Sudah, diam saja kamu. Aku juga punya hak dengan hasil putra ku, kamu pikir aku percaya wanita pengangguran seperti kamu punya uang untuk membeli ini semua,"
Rania masih berusaha mengambil karung yang ibu mertuanya bawa, sepertinya ia memang sudah merencanakan ini semua. Buktinya ia telah sedia karung untung membawa barang jarahannya.
"Berhenti Bu!" perintah Rania.
"Heh, berani kamu membentak ku ya. Akan aku laporkan kepada Alif tingkah laku mu ini. Jangan kira putra ku akan membela mu ya,"
"Silahkan ibu katakan saja semuanya, aku tidak takut. Letakkan semua barang-barang ku dan silahkan Ibu pergi dari rumah ku!"
Rania berkata dengan lantang, kesabarannya sudah benar-benar habis. Sepertinya ibu mertuanya memang tidak bisa di ajak berbicara baik-baik.
"Kamu menantang ku, baik akan aku adukan semuanya,"
Rania mengambil paksa karung itu dan mengeluarkan semua isinya.
"Cepat pergi dari sini," usir Rania.