Seoul tidak pernah tidur, tetapi bagi Han Ji-woo, kota ini terasa seperti sedang koma.
Di bawah gemerlap lampu neon Distrik Gangnam, Ji-woo duduk di bangku taman yang catnya sudah mengelupas, menatap layar ponselnya yang retak. Angin musim gugur menusuk jaket tipisnya yang bertuliskan "Staff Event". Dia baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktunya sebagai pengangkut barang bagi para Hunter (pemburu).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HRD dari Neraka
CUBICLE OF DESPAIR
Lantai 4: The Infinite Office.
Mereka muncul di sebuah ruangan yang luasnya tak berujung. Langit-langitnya rendah, dipenuhi lampu neon putih yang berdengung nginggg dan berkedip-kedip, membuat mata sakit. Lantainya dilapisi karpet abu-abu kusam yang bau debu dan kopi basi.
Ribuan meja kerja (cubicle) berjejer rapi sampai cakrawala. Di setiap meja, duduk kerangka manusia yang memakai kemeja putih, mengetik di komputer tabung kuno tanpa henti.
Tak-tak-tak-tak... Suara ketikan itu terdengar seperti hujan tulang.
"Tempat ini..." Valerius menggigil, memeluk tas kerjanya. "Aura depresinya sangat pekat. Ini lebih mengerikan daripada Neraka tingkat 7."
"Bos, lihat status kita," tunjuk Yuna ngeri.
Di atas kepala mereka, muncul Title baru:
[MAGANG TANPA GAJI (UNPAID INTERN)]
Debuff:
Semangat: -50%
Lapar: +200%
Harapan Hidup: Rendah.
Tiba-tiba, seorang wanita dengan setelan jas hitam ketat, kacamata runcing, dan memegang secangkir kopi hitam panas muncul di depan mereka. Kulitnya berwarna abu-abu, dan dia memiliki tanduk kecil yang tertutup rambut sanggulnya.
"Selamat datang, karyawan baru," suaranya dingin dan tajam. "Saya Direktur Karen, Kepala HRD. Kalian terlambat 30 detik. Potong gaji."
"Kami belum kerja!" protes Ji-woo.
"Itu mentalitas yang buruk," Direktur Karen mencatat di papan jalannya. "Di sini, kita adalah keluarga. Dan keluarga saling berkorban. Tugas kalian sederhana: Sortir Dokumen Dosa ini."
Karen menunjuk ke sebuah tumpukan kertas yang tingginya mencapai langit-langit.
"Deadline: 1 Jam. Jika gagal, kontrak hidup kalian diputus (secara harfiah)."
"Dan gajinya?" tanya Ji-woo.
Karen tersenyum kejam.
"Gajinya adalah PENGALAMAN (Exposure). Generasi muda seperti kalian seharusnya bersyukur diberi kesempatan belajar, bukan minta uang."
Ji-woo merasakan urat di pelipisnya berkedut.
"Pengalaman, ya? Valerius, Yuna... kita sedang diperbudak."
KEKUATAN BIROKRAT
Tumpukan kertas itu berisi rincian transaksi dosa dari seluruh dimensi. Tugas mereka adalah memisahkan mana yang "Korupsi", "Pencurian", dan "Penipuan".
"Ini mustahil!" keluh Yuna, jarinya lecet karena kertas (paper cut). "Satu jam untuk satu juta lembar? Kita butuh mesin scanner!"
Namun, ada satu orang yang matanya justru berbinar.
Valerius.
Mantan Auditor Senior High Table itu membetulkan kacamatanya. Dia menatap tumpukan dokumen itu seperti seorang seniman menatap kanvas.
"Tuan Han," kata Valerius tenang. "Izinkan saya mengambil alih. Ini adalah... habitat alami saya."
Valerius melepas jasnya, melipat lengan kemejanya.
Dia mengambil dua stempel dari saku celananya.
SKILL: ULTIMATE BUREAUCRACY (BIROKRASI TINGKAT DEWA).
Sub-Skill: Rapid Stamping (Stempel Kilat).
Tangan Valerius bergerak begitu cepat hingga tidak terlihat mata telanjang.
BAM-BAM-BAM-BAM-BAM!
Kertas-kertas beterbangan di udara. Valerius menyetempel, menyortir, dan menstaples dokumen di udara sebelum kertas itu menyentuh meja.
"Korupsi! Masuk folder Merah! Pencurian! Folder Biru! Penggelapan Pajak! Folder Hitam!"
Asap keluar dari tangan Valerius. Dia masuk ke dalam Flow State (Zona Fokus).
Para kerangka karyawan di cubicle sebelah berhenti mengetik dan menatap Valerius dengan kagum (rahang mereka jatuh).
Dalam 45 menit, tumpukan kertas setinggi gunung itu habis. Rapi. Tersusun sesuai abjad.
Direktur Karen datang kembali, siap memarahi mereka. Tapi dia ternganga melihat meja yang bersih.
"Ba-bagaimana mungkin? Ini pekerjaan untuk 100 tahun!"
Valerius merapikan dasinya, napasnya teratur.
"Direktur, saya menemukan ada selisih anggaran 0.005% di laporan tahun 1998. Mohon diperbaiki."
Ji-woo menepuk punggung Valerius. "Kau mengerikan, Teman. Aku tidak akan pernah mau jadi musuhmu di kantor."
Karen mendengus kesal. "Baiklah. Administrasi selesai. Tapi kalian belum boleh pulang. Sekarang waktunya RAPAT EVALUASI."
Karen menjentikkan jari. Dinding ruangan bergeser, mengubah area itu menjadi Ruang Meeting Raksasa.
Seekor monster besar duduk di ujung meja. Monster itu berbentuk gumpalan lendir hitam yang memakai dasi.
BOSS: THE MICROMANAGER (SI MANAJER MIKRO).
RAPAT YANG BISA CUMA EMAIL
The Micromanager meraung. Mulutnya menyemburkan uap beracun.
[SKILL BOSS: TOXIC POSITIVITY]
"KITA HARUS LEBIH PRODUKTIF! JANGAN MENGELUH! WORK LIFE BALANCE ADALAH MITOS!"
Gelombang suara itu membuat Yuna dan Valerius muntah darah.
"Argh! Kata-katanya... membuatku merasa bersalah kalau pulang tepat waktu!" rintih Yuna.
Ji-woo maju ke depan. Dia kebal. Kenapa?
Karena dia Pengangguran. Dia tidak punya rasa bersalah korporat.
"Hei, Lendir!" teriak Ji-woo. "Rapat ini tidak ada agendanya! Kau cuma buang-buang waktu!"
Micromanager marah. Dia memanjangkan tentakel lendirnya untuk memukul Ji-woo.
"SAYA BOSNYA! SAYA BEBAS MENELEPON KALIAN JAM 3 PAGI!"
Ji-woo menangkis tentakel itu dengan Pedang Meleset.
Tentakel itu meleset dari Ji-woo, tapi menghantam mesin fotokopi di belakang.
DUAR! Toner hitam meledak.
"Karen!" teriak Micromanager. "Pecat dia! Pecat dia tanpa pesangon!"
Karen, sang HRD, maju membawa sabit besar yang berbentuk pena merah.
"Surat Peringatan 3 (SP3) dikeluarkan! Eksekusi mati!"
Ji-woo dikepung. Di depan ada Monster Manajer, di samping ada HRD Pembunuh.
"Bos, kita tidak bisa menang lawan sistem perusahaan!" teriak Valerius. "Mereka punya power mutlak di kantor ini!"
Ji-woo tersenyum miring.
"Kau benar, Valerius. Karyawan tidak bisa menang lawan Bos."
Ji-woo merobek baju kaos putihnya, lalu mengikatkan kain merah di kepalanya (kain itu dia dapat dari saku celana, bekas banner demo).
"Tapi... SERIKAT PEKERJA (UNION) BISA!"
Ji-woo melompat ke atas meja rapat. Dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
SKILL AKTIF: REVOLUSI KELAS PEKERJA (WORKER'S REVOLUTION).
Efek: Mengubah semua 'NPC Karyawan' yang tertindas menjadi 'Aliansi Sementara'.
"HEI KALIAN PARA KERANGKA!" teriak Ji-woo ke ribuan karyawan mayat hidup di luar ruangan.
"SUDAH BERAPA LAMA KALIAN TIDAK NAIK GAJI?!"
Hening.
Lalu terdengar gemeretak tulang.
"Lima... ratus... tahun..." bisik satu kerangka.
"APAKAH KALIAN DIBAYAR LEMBUR?!"
"Tidak..." jawab ribuan kerangka serentak. Mata kosong mereka mulai menyala merah.
"APAKAH KALIAN MAU PIZZA PARTY LAGI SEBAGAI BONUS?!"
"TIDAAAAK!!!" Raungan kemarahan meledak.
"KALAU BEGITU... MOGOK KERJA! HANCURKAN KANTOR INI!"
PESANGON DALAM BENTUK BOGEM
Kekacauan terjadi. Ribuan kerangka karyawan menyerbu masuk ke ruang rapat. Mereka melempar keyboard, monitor, dan stapler ke arah Direktur Karen dan The Micromanager.
"Hentikan! Kembali bekerja!" jerit Karen sambil menebas kerangka-kerangka itu. Tapi jumlah mereka terlalu banyak.
"Dasar Gen Z tidak tahu terima kasih!" raung Micromanager.
Di tengah kerusuhan itu, Ji-woo melesat menuju The Micromanager.
"Ini surat pengunduran diriku!"
Ji-woo memukul wajah lendir monster itu.
"RESIGN PUNCH!"
SPLAT!
Tubuh lendir Micromanager hancur berantakan ke segala arah.
Inti tubuhnya (sebuah jam dinding yang beku) pecah berkeping-keping.
[FLOOR CLEARED!]
[BOSS DIKALAHKAN OLEH: DEMO MASSAL]
Direktur Karen, melihat bosnya hancur dan karyawannya mengamuk, gemetar ketakutan. Kacamata runcingnya miring.
"Ka-kau... Kau menghancurkan budaya perusahaan kami!"
Ji-woo mendarat di depan Karen. Dia membersihkan lendir di tangannya.
"Budayamu toxic, Bu. Perlu dirombak."
Ji-woo menengadahkan tangan.
"Sekarang, mana hak kami?"
Karen dengan gemetar membuka brankas HRD.
"Ini... ini Paket Pesangon. Silakan ambil dan pergi."
Karen menyerahkan sebuah kotak hitam.
Yuna membukanya. Isinya bukan uang.
Isinya adalah tiga buah ID Card Platinum.
[ACCESS CARD: LANTAI 5 - AREA VIP]
[BONUS ITEM: TIE OF CHARISMA (DASI KARISMA)]
Ji-woo mengambil dasi itu dan mengikatkannya di leher Zirah Beban Hidup-nya (yang entah kenapa dia pakai lagi).
"Lumayan. Setidaknya lebih berguna daripada 'Pengalaman'."
Mereka berjalan menuju elevator eksekutif untuk naik ke lantai 5.
Di belakang mereka, kantor itu terbakar. Para kerangka menari-nari mengelilingi api unggun yang terbuat dari dokumen lembur.
"Indah sekali," kata Valerius, menghapus air mata haru. "Akhirnya... keadilan administratif ditegakkan."
Pintu elevator terbuka.
Musik jazz yang lembut terdengar.
Lantai 5 berbeda. Tidak ada monster, tidak ada jebakan.
Hanya ada sebuah restoran mewah dengan pelayan yang sangat sopan.
[LANTAI 5: THE GLUTTONY BANQUET (PERJAMUAN KERAKUSAN)]
[MISI: MAKAN SEPUASNYA, TAPI JANGAN SAMPAI KENYANG]
Perut Ji-woo berbunyi kencang (karena efek debuff lapar +200% tadi belum hilang).
"Makan gratis?" mata Ji-woo berbinar.
"Hati-hati, Bos," peringat Yuna. "Di cerita dongeng, makan makanan dunia lain itu biasanya jebakan."
"Yuna," Ji-woo menatap asistennya serius. "Aku orang miskin. Makanan gratis adalah satu-satunya jebakan yang rela aku masuki."