Sienna Saamiya Albinara gadis muda yang terpaksa menikahi Samudera Bagaskara lelaki dingin penuh misteri, karena sebuah alasan konyol.
Dera, yang mencurigainya menjebaknya dalam pernikahan tanpa cinta.
"Ditempat ini semua yang terjadi harus atas izinku!" - Samudera
"Jika bukan karena itu semua, aku takkan sudi terkurung bersamanya!" Binar.
Dulu aku mengagumimu, sekarang aku membenci perlakuanmu, namun putus asa ku menaruh harap padamu - Sienna Saamiya Albinara.
Aku terlalu marah hingga tak merasa telah begitu banyak cinta yang tumbuh untukmu - Samudera Bagaskara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cotton Candy Zue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 10 : Samudera
Dera, memiliki posisi yang sulit dengan perasaan yang tidak menentu, ada Binar sekarang, tapi ia marah.
Ia marah pada Sierra tapi hatinya masih mengenang perempuan itu.
Binar, Dera tahu betapa ceria gadis itu dahulu.
Matanya yang bulat itu sering ia ketahui diam-diam mengintipnya yang akan menemui Sierra di rumahnya dengan tawa kecil yang gadis itu tahan agar tidak ketahuan.
Dera tahu, bagaimana dulu istrinya itu sangat suka dengan hubungannya dengan Sierra, bahkan Sierra sering bercerita tentangnya, Binar adik kesayangan Sierra.
"Harusnya kau tetap jadi adik kesayangannya dan kau akan jadi adik ipar kesayanganku juga, bukannya jadi istriku, Binar." lirih Dera masih termenung di dalam ruangannya, padahal ini sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Bahkan, Bram sudah memintanya pulang dari cara sebagai asisten bahkan dengan cara sebagai teman.
Namun, Dera hanya diam dan akhirnya Bram pergi tanpa Dera.
Dalam ruangan gelap itu, seorang Samudera memikirkan sendiri sesuatu yang membuat hati dan pikirannya bertarung hebat.
Ia membuka dompetnya, menatap sebuah foto Sierra yang cantik.
Ia termenung sebentar, melihatnya lalu dengan kasar mengambilnya dan menyobeknya menjadi beberapa bagian, membuka laci meja kerjanya membuang semua foto kenangan gadis itu.
"Aku pikir dulu aku hanya berpikir berlebihan, ternyata benar, mataku tak pernah salah melihat kalau tidak pernah ada cinta di matamu untukku."
"Dulu aku mati-matian mengelak pikiranku soal itu tapi sekarang terbukti, kamu tidak pernah mencintai aku.." ujarnya lirih dalam kegelapan ruangan itu Samudera meneteskan air matanya, kekecewaan yang mendalam ia rasakan setiap hari.
Setiap hari dadanya sesak , mengingat cintanya pergi, mengingat ternyata selama ini ia seperti lelucon di hadapan Sierra.
Harga dirinya terluka, hatinya terluka, apalagi kehadiran Binar seperti sebuah bukti bahwa ia lelaki lemah yang di buang oleh Sierra.
'Tidak mengerti kah kamu? Bahwa aku memiliki hati, tidak semudah itu kamu pergi lalu menyerahkan adikmu sendiri.' batinnya, ia tersenyum miris sekarang,ia marah karena ia layaknya mainan yang di lemparkan pada Binar saat kakaknya tidak menginginkannya.
...****************...
Samudera merupakan lautan yang luas, kita bahkan tak mampu mengarungi luasnya seluruh samudera ataupun mengetahui apa yang ada pada kedalamannya juga melawan terpaan gelombangnya.
Seperti namanya, Samudera.
Binar tak mampu mengerti apa yang ada pada kedalaman hati dan pikirannya.
Sikapnya dingin seperti air di samudra paling dalam.
Masih banyak hal yang tidak Binar ketahui tentang Samudera.
Gelombang emosi seorang Samudera juga belum bisa ia mengerti.
"Apa baik mencoba menerima dia?" tanya Binar pada dirinya sendiri.
Ia melirik jam dinding di kamarnya, hampir tengah malam tapi suaminya belum pulang juga.
Ah! Kenapa dia jadi menunggunya, bukannya biasanya laki-laki itu juga suka pulang malam.
"Nggak,Binar kamu gak boleh naruh sedikitpun harapan ke orang yang jahat sama kamu!"
Segera, ia menarik selimut dan mencoba untuk tidur, namun beberapa kali ia mencoba memejamkan mata tetap saja ia tak bisa tidur.
Sedangkan disana, Dera memutuskan untuk sedikit minum, untuk mengalihkan masalah di hatinya, ia mengambil sebotol minuman yang ia simpan di ruangannya.
Samudera bukan orang yang suka minum, minuman beralkohol mungkin hanya sesekali jika berkumpul dengan teman-temannya.
Tapi kali ini ia butuh.
Matanya yang memerah menunjukkan bahwa dia sudah mulai mabuk, padahal sebelumnya ia selalu menjaga dirinya untuk tidak pernah minum sampai mabuk.
"Sierra, aku mencintaimu tapi kenapa kamu tinggalkan aku, huh?" gumamnya lalu tertawa miris.
"Astaga, aku seperti orang gila sekarang hanya karna kamu, Ra." sekali lagi ia meminum minuman itu, kemudian melemparkan gelas yang ada di genggamannya hingga hancur berkeping-keping sama seperti perasaannya.
Kebetulan, satpam yang berjaga malam dan berkeliling saat itu mendengar suara gelas pecah itu.
Dan menemukan bosnya yang sudah tidak ada dayanya, terkulai mabuk di atas sofa abu-abu.
...****************...
Di rumah, Binar yang tak bisa tidur sedikit banyak mendengar suara ribut dari bawah, ia mencoba memeriksa ternyata di sana, ada suaminya yang di bawa dalam keadaan mabuk.
Ibu mertuanya yang ribut karena baru kali ini mendapati anak lelaki satu-satunya pulang dalam keadaan seperti itu.
"Astaga, Dera. Kamu ngapain sih nak? Baru juga di tinggal liburan sebentar pulang-pulang mama malah nemu kamu begini." oceh Anna khawatir sambil memapah anaknya itu.
Binar tiba-tiba ikut khawatir ia segera menghampiri mereka dengan raut wajah yang tak bisa di jelaskan.
Ia menunggu suaminya pulang, kemudian Dera pulang dalam keadaan begini.
Ada apa?
Kenapa?
"Nar, ini bantu suami kamu masuk kamar." perintahnya saat melihat keberadaan sang menantu.
Sesampainya di kamar mereka, Anna berpesan padanya untuk menjaga sang suami lalu kembali ke tempatnya sendiri.
Kini tinggal ia dan Dera saja di kamarnya.
Lelaki itu sudah berbaring di ranjang dengan mata yang telah terpejam.
Dengan hati-hati, Binar melepaskan sepatu dan kaus kakinya, kemudian melepas jasnya.
Selesai dengan itu, ia berbalik berniat untuk menaruh semuanya di keranjang baju kotor.
"Tunggu." suara parau Dera terdengar bersamaan dengan tangannya yang menghentikan Binar pergi dengan menggenggam tangan gadis itu.
"Jangan pergi." ujar Dera lagi dengan tatapan sayu.
"Tuan Dera, aku cuma mau taruh baju kotor ini saja." jelasnya, namun Dera tidak perduli dan malah menariknya hingga jatuh di atas tubuh lelaki itu.
Sangat dekat, Binar bisa mencium aroma alkohol yang sangat tidak ia sukai.
"L-lepaskan aku." pintanya mencoba melepaskan diri dari pelukan Dera.
"Aku mohon jangan pergi." kali ini Dera memohon membuat seorang Binar tercengang.
"Tapi, tidak bisa begini lepas!"
Tapi, Dera malah semakin erat memeluk dirinya.
"Tidak, aku takkan melepaskan kamu. Aku mencintaimu, Sierra tetaplah disini jangan pergi lagi." lirih lelaki itu, dan entah kenapa itu membuat batin Binar terasa sedikit sakit.
"Aku bukan Sierra. Lepas!" kali ini dengan sekuat tenaganya ia melepaskan diri dari suaminya.
Tapi, kembali Dera berhasil menariknya dalam pelukannya lagi, "Tidak aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi, Ra!" tegas lelaki itu memeluknya dari belakang.
Binar bisa merasakan napas Dera yang tak beraturan di lehernya.
Binar yang tak suka dengan ini, berbalik menatap Dera, "Lihat aku, Tuan! Aku Binar, Albinara bukan Sierra!" tegasnya sembari mengguncang tubuh tegap itu agar sadar.
Dera masih diam menatap Binar sembari masih menggenggam tangan itu erat-erat.
"Binar?" lirih lelaki itu kemudian.
"Sebaiknya, anda istirahat." ujarnya mengira bahwa Dera sudah mulai sadar dengan perbuatannya.
Binar meninggalkan lelaki itu dengan air mata yang mulai jatuh, ia tinggal disini dengan suaminya yang masih terus terbayang akan kakaknya.
Jadi bagaimana?
Mau menaruh harapan pada suaminya, bagaimana bisa?!
Binar tertawa dalam tangisnya, "Jangan berharap Binar."