Di suatu hari paling terpuruk di hidup Dinda, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Wanita tua yang menawarkan banyak bantuan hanya dengan satu syarat.
"Jadilah wanita bayaran."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WB&CEO Bab 11 - Kemarahan Liora
Liora terus menangis sampai air mata nya terasa habis. Sementara Alden hanya diam dan terus memperhatikan sang kekasih.
Dalam keadaan seperti ini Liora tak bisa dia ajaknya bicara. Tiap kali dia bergerak untuk menyentuh ataupun coba berucap, yang ada semuanya hanya salah.
Namun disaat tangis Liora mulai menghilang, Alden coba menarik wanita ini dan di dekapnya erat.
"Maafkan aku," ucap Alden, pelan namun berada tepat di samping telinga sang kekasih.
Liora diam, dia coba memikirkan semuanya dengan tenang. Mencocokkan antara ucapan Alden dan wanita sialan itu yang terasa janggal.
Alden kukuh bilang jika Dinda hanya lah wanita bayaran, bahkan sudah berniat untuk meminta maaf padanya. Namun betapa menit lalu jelas dia lihat jika wanita itu masih saja bilang dia jika dia mengandung anaknya Alden.
Bahkan gak segan bicara jika dia dan Alden saling mencintai.
Masih bingung, Liora coba membalas pelukan Alden. Pelukan hangat yang tak akan rela dia berikan pada wanita lain. Menyadari itu, Liora coba pilih untuk percaya pada sang kekasih.
"Al."
"Apa sayang?" jawab Alden dengan lembut, keduanya masih saling memeluk. Hanya dalam posisi seperti ini mereka bisa bicara.
"Darimana kamu tahu kalau dia adalah wanita bayaran?" tanya Liora.
Mendengar itu tentu saja Alden tidak langsung menjawab, tidak mungkin dia katakan jika dia telah menyewa seorang detektif.
"Aku melihat daftar tamu di restoran malam itu dan berhasil menemukan dia. Aku melakukanya karena kamu ingin menemui dia," jelas Alden, hanya alasan itu yang terdengar masuk akal.
"Kamu menemuinya dimana?"
"Rooftop Cafe, dia bekerja disana."
Mendengar itu Liora langsung berpikir untuk menemui wanita sialan itu seorang diri. Entah benar atau tidak semuanya ini, namun Liora ingin wanita itu menggugurkan anaknya.
Anak itulah yang paling membuatnya merasa tak tenang. Seolah dengan anak itu bisa saja dia kehilangan Alden.
"Al, aku tidak mau menemui wanita itu dalam waktu dekat, aku selalu benci melihat wajahnya."
"Baik, tapi kamu mempercayai aku kan? aku bahkan berani bersumpah tidak mengenal wanita itu," terang Alden pula.
"Aku akan percaya, tapi dengan satu syarat."
"Segera nikahi aku."
"Lalu bagaimana dengan nenek Gaida?"
"Nenek sudah merestui kita Al. Nenek Gaida adalah yang terbaik, dia tidak tega melihat ku yang murung kemarin, jadi dia coba untuk merestui hubungan kita."
"Benarkah?"
Liora mengangguk dengan antusias, dia bahkan mendongak hingga membuat pelukan mereka sedikit berjarak. Menjadikannya dan Alden saling tatap.
Liora bahkan lebih dulu mendekat dan mencium bibir kekasihnya, Alden menyambut itu. Keduanya saling sedap dengan sangat mesra. Seolah meleburkan semua pertengkaran yang telah terjadi beberapa hari ini.
Ciuman panjang itu lepas saat Liora mulai kehabisan nafasnya, dia akhirnya bisa tersenyum setelah semua yang terjadi.
Ya, Alden adalah milikku seorang. Andai benar wanita itu adalah selingkuhan Alden, akan ku buat mereka berpisah. Batin Liora.
Dia makin tersenyum saat Alden menghapus bibirnya yang basah.
Hari berlalu.
Pagi ini semuanya terasa lebih indah bagi Liora, dengan senyumnya yang paling ceria dia menghampiri meja makan dan bertemu sang nenek.
Raut wajah yang bahagia itu tentu saja membuat Gaida curiga, karena harusnya tidak begini. Harusnya Liora kembali kecewa.
Dan melihat sang cucu yang malah terlihat bahagia, saat itu juga Gaida mengutuk Dinda. Menyalahkan wanita bayaran itu yang bekerja dengan becus.
"Kamu bahagia sekali sayang, apa yang terjadi?" tanya Gaida saat Liora sudah duduk di kursinya.
Liora tak langsung menjawab, dia lebih dulu menatap sang nenek dan tersenyum lebar.
"Nanti malam Alden akan datang ke rumah ini untuk menemui nenek."
"Kenapa?"
"Dia akan melamar ku," terang Liora dengan malu-malu, namun ini adalah kesepakatan nya dengan Alden kemarin.
Mendengar itu sontak saja kedua mata Gaida langsung mendelik. Terkejut, kenapa semuanya jadi diluar rencana seperti ini?
Tidak, aku tidak akan biarkan pernikahan ini terjadi. Batin Gaida, hanya membayangkannya saja sudah membuatnya tak sanggup. Dengan pernihakan Liora harusnya nama keluarga mereka pun terangkat, bukannya mengangkat derajat pria miskin itu.
Namun Gaida tak bisa menunjukan penolakannya secara gamblang, terlebih kemarin dia memang sudah bicara untuk merestui.
"Setelah bertemu dengan nenek, Alden akan mengajakku untuk bertemu dengan keluarganya," terang Liora lagi tak lebih antusias.
Keluarga yang dibenak Gaida akan jadi beban mereka, bisa jadi Liora lah yang nanti akan membiayai semua kebutuhan keluarga si pria miskin Alden.
Astaga, hanya membayangkannya saja sudah membuat Gaida jijik.
"Ya ampun sayang, kenapa baru memberi tahu nenek sekarang. Besok malam nenek sudah memiliki janji sayang, nenek tidak akan berada di rumah," timah Gaida, coba mengulur waktu.
Mendengar itu senyum Liora jadi pudar.
"Lebih baik Alden datang 2 malam lagi, jadi nenek pun bisa menyambutnya dengan baik, ya?" tanya Gaida, juga meyakinkan sang cucu jika itu adalah pilihan yang terbaik.
Mau tidak mau pun akhirnya Liora mengangguk setuju. Meski rasanya sedih sekali saat harus mengulur waktu.
Selesai sarapan Liora pergi menjalankan rencananya yang lain. Dia pergi menuju cafe rooftop, tetap berada di dalam mobil sampai dia lihat wanita sialan itu datang.
Ternyata Cafe itu buka di jam 9 pagi. Mendekati jam itu dia lihat Dinda mulai berjalan mendekati Cafe, sepertinya Dinda berhenti di halte bus depan dan berjalan menuju ke sini.
Melihat Dinda, Liora langsung turun dari dalam mobilnya. Melangkah cepat mendekati wanita sialan itu.
"Jalaang!" pekik Liora, sebuah panggilan yang membuat Dinda menoleh. Karena hanya ada dia saja disana.
Alangkah terkejutnya Dinda saat dia lihat Liora sudah berada tepat di belakang tubuhnya.
Dengan cepat Liora mencekal mulut Dinda dan memasukkan sebuah serbuk obat ke dalam mulut wanita sialan ini.
Dina berontak, terbatuk merasakan pahit yang luar biasa.
Saat itu Liora mengulurkan sebotol air mineral dan tanpa pikir panjang Dinda pun meneguknya dengan cepat, sebagian air itu jatuh hingga membasahi bajunya.
Melihat itu, Liora tersenyum puas. Karena itu adalah obat penggugur kandungan. Obat yang dia dapatkan sebelum pergi kesini.
Liora tersenyum miring, sementara Dinda masih coba menenangkan diri.
"Obat apa yang kamu berikan pada ku?" tanya Dinda dengan nafasnya yang terengah, nyaris saja dia mati tersedak obat pahit itu.
"Itu adalah obat penggugur kandungan," Jelas Liora lalu tertawa.
"Tahu kan artinya? jadi jangan pernah berpikir mengunakan anak sialan itu untuk mendapatkan Alden!" ancam Liora, kali ini wajahnya berubah dingin, lengkap dengan tatapannya yang tajam. Liora tengah menunjukkan kemarahannya.
Tapi sedikitpun Dinda tak merasa takut, karena di kehidupan nyatanya dia tak pernah jadi perusak hubungan orang lain.
Dinda hanya diam saja saat Liora pergi dengan menabrak tubuhnya. Dinda limbung sedikit, namun dia masih mampu berdiri.