Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
02. Satu malam menghancurkan semuanya
Sinar matahari pertama menyelinap melewati tirai kamar hotel, jatuh tepat di wajah Kapten Dirga. Dia mengerjap pelan, kepalanya terasa berat lalu tubuhnya menegang seketika.
Ada seseorang di lengannya, Dirga langsung bangkit. Selimut tersingkap dan memperlihatkan wanita yang sama terbaring pucat, masih tak sadarkan diri, gaunnya ada di lantai, dan aroma manis semalam masih samar tercium di udara dan napas Dirga tercekat.
“Astaga…”
Dirga menatap kedua tangannya sendiri seolah itu adalah tangan orang asing. Ingatan kabur semalam menghantamnya. Potongan-potongan kejadian menyeruak, aroma memabukkan, tubuhnya yang tak bisa dikendalikan, wajah wanita itu yang tak pernah membuka mata.
Rasa bersalah menusuk dadanya.
“Aku … apa yang telah kulakukan…” suaranya pecah, namun ia cepat menutupnya dengan kaleng baja ketegasan. Dan jika ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang adalah menghilang dari tempat kejadian sebelum kariernya hancur.
Dirga bangkit dan mengenakan seragamnya dengan tangan gemetar, sesuatu yang tak pernah terjadi dalam hidupnya. Ia menatap Anna sekali lagi. Dirga menghela napas panjang.
“Ini mungkin bukan salahmu … tapi aku tetap bersalah padamu.”
Tanpa meninggalkan nama, tanpa memeriksa lebih jauh, tanpa memberi penjelasan Dirga pergi diam-diam. Pintu kamar nomor 999 tertutup pelan.
Beberapa menit setelah Dirga menghilang di lorong, suara langkah terburu-buru menggema. Dimas muncul dengan napas terengah, wajah penuh ketegangan dan panik.
Dia berhenti tepat di depan pintu kamar nomor 999. Melihat nomor itu, wajahnya memucat.
“Ini … bukan kamar 666,” gumamnya. “Astaga … aku salah kamar?!”
Dia membuka pintu tanpa mengetuk. Dan ketika melihat Anna terbaring sendirian di ranjang hotel, rambut kusut, gaunnya tercecer di lantai dan ruangan masih beraroma samar parfum semalam semua kesalahannya sendiri berubah menjadi kemarahan.
“Anna!” Dimas mengguncang tubuh istrinya kasar. “Bangun!”
Anna meringis kecil sebelum membuka mata perlahan, tubuhnya masih terasa lemah.
“Mas…?” suaranya serak. “Kita … semalam … di mana?”
“Jangan pura-pura nggak tahu!” Dimas membentak keras. “Kamu tidur sama siapa di kamar ini, hah?!”
Anna terdiam.
“Hah? Mas bicara apa? Aku … aku nggak ingat apa-apa. Aku cuma pusing setelah makan...”
“Alasan!” Dimas menepis tangan Anna. “Kamu pikir aku bodoh? Kamu sengaja ya? Kamu selingkuh di belakang aku?!”
Air mata Anna langsung jatuh.
“Aku tidak melakukan apa-apa! Aku bahkan … bahkan nggak tahu kenapa aku bisa ada di sini!” suaranya bergetar penuh ketakutan.
Dimas mendengus penuh cemooh.
“Tentu saja kamu bilang begitu. Lihat keadaan kamu! Di kamar laki-laki! Ranjang acak-acakan! Apa itu bukan bukti?!”
Anna menggigil.
“Mas … tolong percaya aku … aku nggak ingat apapun … aku cuma ikut Mas naik ke kamar setelah makan malam…”
“Diam!” Dimas menarik tangan Anna dengan kasar. “Ayo pulang, sebelum orang lain melihat keadaanmu kayak begini!”
Anna menunduk, terisak pelan, tidak mengerti apa yang terjadi padanya semalam. Tubuhnya seperti dipenuhi memar halus, tapi ia tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.
Dia dibawa keluar hotel sambil menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, tanpa pernah melihat siapa yang meninggalkannya di kamar itu sebelumnya.
Dua hari berlalu, Dimas pulang ke rumah setelah kemarin tak menemui Anna sejak kejadian itu.
Anna duduk di ruang tamu, dengan mata sembab, langkahnya goyah, dan tubuhnya masih dipenuhi rasa asing yang tidak bisa ia jelaskan. Begitu pintu tertutup, suara gedebuk keras membuatnya tersentak. Sebuah map cokelat dilempar ke meja oleh Dimas.
“Tandatangani.”
Anna terpaku, tangannya bergetar ketika ia meraih map itu.
“Mas … apa ini? Kenapa?” suara Anna pecah.
Dimas menatapnya dengan dingin tatapan yang tidak pernah Anna lihat sebelumnya selama pernikahan mereka.
“Karena kamu sudah jelas-jelas selingkuh.”
Nada suaranya datar, seperti menyampaikan fakta yang tak bisa dibantah.
Anna menggeleng cepat. “Aku nggak selingkuh! Mas, aku nggak ingat apa pun tentang malam itu. Aku...”
“Justru itu masalahnya, Anna.” Dimas memotong. “Kamu nggak ingat tidur sama laki-laki lain?”
Anna mundur setengah langkah. “Aku … aku nggak melakukan itu.”
Dimas merapikan kemejanya, mengambil kunci mobil dari meja.
“Rumah ini … memang kamu yang beli. Aku nggak akan ngusir kamu,” ucapnya datar. “Tapi kita selesai.”
Air mata Anna jatuh tanpa bisa ia tahan.
“Mas, jangan. Kita bisa bicarakan. Tolong, jangan ceraikan aku. Aku nggak mau...”
“Sudah terlambat,” Dimas berkata tanpa menatap. “Aku nggak bisa tinggal dengan perempuan yang aku nggak yakin lagi hatinya.”
Itu kalimat terakhir yang ia ucapkan sebelum melangkah pergi. Pintu rumah tertutup, meninggalkan keheningan yang memukul dada Anna. Ia jatuh terduduk, menggenggam surat cerai itu erat-erat.
'Kenapa Mas nggak percaya? Kenapa Mas … pergi?'
Yang Anna tidak tahu yang tidak pernah ia bayangkan adalah pada saat yang sama, Dimas sedang mengendarai mobil menuju sebuah rumah lain. Rumah seorang wanita yang telah ia temui diam-diam selama berbulan-bulan.
Begitu pintu dibuka, wanita itu, Asti tersenyum kecil.
“Sudah, kamu kasih surat cerainya?”
Dimas hanya mengangguk, Asti memeluknya. “Bagus, kita bisa mulai urus pernikahan siri itu hari ini.”
Dimas mengecup kepala wanita itu.
“Sesegera mungkin,” katanya.
Dua kehidupan berjalan dalam kebohongan yang berbeda dan Anna, di rumah besar yang kini terasa seperti kuburan, masih memegang surat cerai dengan harapan naif bahwa Dimas hanya kecewa padanya. Tanpa sadar bahwa posisinya telah lama digantikan.
ayo basmi habis semuanya , biar kapten dirga dan anna bahagia
aamirandah ksh balasan yg setimpal dan berat 🙏💪
kejahatan jangan dibiarkan terlalu lama thor , 🙏🙏🙏
tiap jam berapa ya kak??
cerita nya aku suka banget🥰🥰🙏
berharap update nya jangan lama2 🤭🙏💕