NovelToon NovelToon
Asmaraloka Gita Mandala

Asmaraloka Gita Mandala

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Dark Romance
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Komalasari

Mandala Buana seperti berada di dunia baru, setelah kehidupan lamanya dikubur dalam-dalam. Dia dipertemukan dengan gadis cantik bernama Gita, yang berusia jauh lebih muda dan terlihat sangat lugu.

Seiring berjalannya waktu, Mandala dan Gita akhirnya mengetahui kisah kelam masa lalu masing-masing.

Apakah itu akan berpengaruh pada kedekatan mereka? Terlebih karena Gita dihadapkan pada pilihan lain, yaitu pria tampan dan mapan bernama Wira Zaki Ismawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUA : AMARAH BERDEBU

Suasana tiba-tiba hening. Semua mata langsung tertuju kepada Mandala, yang menatap tajam si pria.

Arun yang tengah makan segera beranjak dari duduk, kemudian menghampiri Mandala. “Sudah, Man. Jangan ikut campur,” bisiknya mengingatkan.

Namun, Mandala tidak menggubris. Dia justru terus menatap tajam, seakan ingin memberikan gertakan keras kepada si pria.

“Kenapa? Apa masalahmu?” tanya Herman, pria yang menggoda Gita secara berlebihan. Dia mendekat ke hadapan Mandala, seolah ingin membuktikan bahwa dirinya tak takut sama sekali.

“Jangan sok jadi pahlawan. Aku tahu, kamu juga sebenarnya bernafsu melihat gadis itu, kan?” tunjuk Herman pada Gita, tanpa mengalihkan pandangan dari Mandala yang masih menatapnya tajam.

“Tidak,” jawab Mandala dingin dan teramat datar.

Herman langsung tertawa mendengar jawaban Mandala, kemudian menoleh pada teman-temannya yang tersenyum aneh.

“Kalian dengar itu?” tanya Herman lantang. “Dia tidak bernafsu pada gadis cantik.” Nada bicara pria bertubuh tinggi besar tersebut penuh cibiran dan olok-olok. “Apa kamu lebih bernafsu melihat si Arun?”

Mandala hanya tersenyum dingin menanggapi ejekan Herman.

"Ho•mo."

Tanpa diduga, Mandala bergerak cepat mencengkram leher Herman, seraya mendorong pria itu hingga bersandar pada dinding. Dia hanya menggunakan tangan kiri, berhubung tangan kanannya memegang kresek berisi makanan. Namun, cengkraman itu dirasa sangat kencang sehingga membuat Herman kesulitan bernapas karena tercekik.

“Hentikan, Mas!” seru Gita, berhubung tak ingin ada perkelahian. “Jangan buat keributan di sini,” pintanya resah.

Setelah mendengar permintaan Gita, barulah Mandala melepaskan cengkramannya. Dia mengempaskan cukup kencang, kemudian mengelapkan telapak tangan ke baju. “Apa gunanya tubuh tinggi besar ini? Kamu bahkan tidak bisa melepaskan diri dari cengkraman kecil tadi.”

Mandala berdecak pelan sambil berlalu dari hadapan Herman, seakan tak habis melakukan apa-apa. Dia bahkan langsung pergi dari warung nasi itu, meninggalkan tatapan kaget semua yang ada di sana.

"Sialan!" maki Herman sambil memegangi leher. "Aku akan membuat perhitungan denganmu!" ancamnya lantang.

......................

Cuaca siang itu benar-benar terik. Cahaya mentari begitu membakar, seakan sanggup melelehkan rangka baja yang menjulang dan terlihat sangat kokoh.

Sesekali, angin berembus cukup kencang. Menyegarkan, tetapi membawa debu beterbangan ke mana-mana sehingga tak membuat suasana jadi lebih baik.

Tepat tengah hari, sirine meraung kencang, menandakan waktu istirahat telah tiba. Para pekerja menyambut penuh sukacita. Mereka langsung mencari tempat berteduh, demi melindungi diri dari sengatan sang surya yang membuat peluh bercucuran.

Seperti biasa, Mandala memisahkan diri dari pekerja lain yang berkumpul di satu titik sambil merokok dan berbincang santai. Sesekali, gelak tawa terdengar cukup nyaring, membuat rasa lelah sedikit berkurang.

Namun, suasana hangat para pekerja yang tengah berkumpul, berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada Mandala. Herman dan ketiga rekannya datang menghampiri, lalu berdiri angkuh penuh intimidasi di hadapan pria yang baru melepas topi proyeknya.

“Ada apa?” tanya Mandala, yang baru mengisap rokok sebentar.

“Berdiri!” suruh Herman tegas. Dia merasa berkuasa karena terpilih jadi wakil mandor.

Namun, Mandala tidak menggubris dan justru tetap duduk sambil mengisap rokok.

“Aku akan melaporkanmu pada Pak Rais,” ancam Herman serius.

“Atas dasar apa?” tanya Mandala datar, tanpa terpengaruh sedikitpun. Dia tetap merokok dengan tenang.

“Banyak laporan tentang kinerjamu selama ini,” jawab Herman yakin dan penuh percaya diri.

“Kinerja apa?” Mandala meletakkan sisa rokok di dekatnya, kemudian berdiri sambil menatap Herman. Meski sedikit mendongak karena postur tubuh pria itu lebih tinggi darinya, tetapi Mandala tidak terlihat gentar sama sekali.

Herman tak langsung menjawab. Dia menatap tajam Mandala beberapa saat, lalu menelan ludah dalam-dalam. “Kamu pikir kamu siapa? Berani sekali menantangku.”

“Kamu sendiri siapa?” balas Mandala dingin dan datar.

“Beri dia pelajaran,” ujar salah seorang rekan Herman, memprovokasi.

Perhatian Mandala langsung beralih kepada pria itu. Namun, dia tak menanggapi serius. Mandala justru berbalik hendak meninggalkan Herman dan kedua rekannya.

“Pengecut. Cuih! Dasar ho•mo!” Herman meludah ke tanah berpasir dekat kakinya. “Kamu sudah mempermalukanku semalam.”

Mandala tidak menanggapi. Dia hanya tertegun, tapi tak menoleh. Sebutan ho•mo membuatnya ingin membungkam mulut Herman. Namun, Mandala berusaha menahan diri.

“Lawan aku jika berani! Kita bisa bertarung bebas di sini,” tantang Herman lantang sehingga membuat pekerja lain langsung menoleh ke arahnya.

“Ayo! Lawan aku!” tantang Herman lagi penuh percaya diri. Dia yakin akan menang. Tak seperti semalam, kali ini Herman yakin bisa mengalahkan Mandala. Terlebih karena memiliki postur tubuh yang lebih besar.

“Untuk apa aku melawanmu? Semalam sudah cukup jelas,” ujar Mandala dingin. Embusan napas berat dan dalam meluncur dari bibirnya yang dihiasi kumis tipis, menyadari para pekerja berdatangan dan membuat lingkaran, seakan menjadi ring arena perkelahian.

“Ah! Banyak bicara!” Herman meraih kerah baju Mandala, bermaksud menariknya mundur.

Namun, Mandala segera mencengkram erat pergelangan Herman, kemudian berbalik. Dia berputar sambil melayangkan tendangan kencang, yang langsung mengenai perut Herman.

Herman mundur beberapa langkah sambil memegangi perut. Amarahnya kian tersulut. Apalagi, setelah mendengar sorak-sorai pekerja yang menonton.

“Kurang ajar!” Herman kembali maju. Tanpa pertimbangan dan trik khusus, dia menyerang membabi-buta. Herman hanya mengandalkan amarah yang terus memuncak, berhasrat untuk segera mengalahkan Mandala.

Berbeda dengan Mandala yang penuh perhitungan. Dia berhasil menangkis serangan bertubi-tubi yang dilayangkan Herman. Itu membuat lawannya kian frustrasi.

“Kenapa diam saja? Bantu aku. Dasar bodoh!” sentak Herman.

Tak terima disebut bodoh, salah seorang rekan Herman mengambil potongan besi, kemudian menyerang Mandala dari belakang.

“Awas, Man! Di belakangmu!” seru Arun mengingatkan. Bukannya tak ingin membantu, tapi Arun tak menguasai ilmu beladiri.

Mandala yang tengah menghadapi Herman dan seorang rekannya, langsung berbalik. Nahas karena dia tak sempat menghindar. Potongan besi itu mengenai kepala, membuatnya sempat limbung.

Pusing, Mandala berusaha menyeimbangkan tubuh. Akan tetapi, Herman dan seorang rekannya mengambil kesempatan itu dengan baik. Mereka menyerang secara bersamaan, sampai Mandala ambruk di tanah berpasir.

Menyaksikan perkelahian tidak seimbang, Arun bergegas menuju ke ruangan mandor. Dia melaporkan apa yang terjadi.

Tanpa Arun ketahui, Mandala berhasil bangkit lagi. Dengan sisa kekuatan dan sambil menahan sakit, pria berambut gondrong sebahu itu menahan bahkan membalas setiap serangan dari tiga orang sekaligus. Dia bahkan berhasil merebut besi yang digunakan untuk memukulnya.

“Rasakan ini!” Mandala menghantamkan besi itu ke kepala salah seorang rekan Herman sampai ambruk. Dia juga berhasil memukul pria satu lagi.

“Giliranmu, Tukang cabul!” Mandala sudah bersiap menghantamkan besi itu kepada Herman. Namun, suara peluit panjang menghentikan geraknya.

“Bubar!” seru sang mandor tegas.

1
Dwisya Aurizra
rasa benci Wira pada Mandala karena rasa iri sedang Mandala karena Iriana selingkuh dgn Wira, betul GK sih ceceu😂
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Mumun, Mak
total 1 replies
Rahmawati
mandala benci sm wira karna selingkuh sm istrinya dulu, apa mandala bisa maafin wira🤔
Mama Faiz👶
yah, seperti nya malam ini ga up ya thor
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Aamiin. Terima kasih, Kak🥰
total 3 replies
Najwa Aini
maraton baca mengejar ketertinggalan, sampai lupa komen
Najwa Aini
Karena sakit, aku sdah ketinggalan berapa bab ini??
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Sakit apa, Kak? Moga cepat sembuh, ya
total 1 replies
Titik pujiningdyah
takutnya ya diending ternyata gita dan mandala satu ibu. awas aja ya kalau dibikin kayak bumi!!!!
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Satu ibu. Ibu Pertiwi
total 1 replies
Titik pujiningdyah
yakin cuma gitu doang?
Dwisya Aurizra
badai masa kecil saja bisa kalian lewati palagi sekarang
Dwisya Aurizra
ciuman aja kan atau ada yg lainnya greoe" dikit misal🤭
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ya, Allah. Emak luar binasa
total 1 replies
Dwisya Aurizra
astaga 🤣🤣🤣
Rahmawati
setelah tahu masa lalu mandala dan Gita aku rasa kalian memang jodoh, dulu kalian anak anak yg tangguh, skrg kalian pasti bisa melewati cobaan yg lebih besar lagi
Rahmawati
lanjutttt
Lusy Purnaningtyas
positif vibes
Uchy Latupeirissa
Ceritanya real membuat tokoh2nya serasa hidup cara penyajian dan gaya bahasa yang digunakan mudah tetapi selalu ada pengalaman yg dapat diambil hikmahnya... keren bgt.
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Terima kasih atas dukungan dan ulasan positifnya, Kak🥰. Semoga sehat selalu
total 1 replies
Titik pujiningdyah
to the poin bngt git
Titik pujiningdyah
jalan aja lurus sampai ketemu pertigaan. nah itu belok kiri, Man. Setelah lima ratus meter, berhenti. Kamu sudah sampai di hotel bintang lima.
Titik pujiningdyah
emang keterlalu sih si wira. iri yg mendarah daging
Titik pujiningdyah
yaelaaaah selengki
Titik pujiningdyah
duda hot nih
Rahmawati
hayoloh Gita ketagihan sm mandala😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!