NovelToon NovelToon
The Secret Marriage

The Secret Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Persahabatan / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Marfuah Putri

Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.

Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.

Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.

Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?

Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.

Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.

Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?

Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?

Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Insiden Tak Terduga

Lampu ruangan yang temaram serta akses cahaya yang tertutup membuat suasana semakin menakutkan. Tak hentinya aku menggigiti kuku jariku hingga tak terasa jariku terluka karenanya. Tubuhku gemetar, jantungku tak lagi dapat aku kontrol.

Sesosok tubuh tegap berjalan pelan ke arahku yang terduduk lemas di atas sofa. Matanya menatapku tajam. Langkahnya mendekat. Aku merasa seluruh udara diserap habis olehnya yang membuat dadaku terasa begitu sesak.

Kepalaku tertunduk, jemariku yang sedikit berdarah saling bertaut. Rasa takut begitu menusuk ulu hatiku. Ia berdiri begitu angkuh di depanku.

Jari telunjuknya terulur menyentuh daguku, perlahan tapi pasti ia mengangkat wajahku. Lagi.

Lagi-lagi aku terpesona dengan manik matanya. Wajahnya yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahku, tampak terpahat begitu sempurna. Sepertinya Tuhan sedang dalam mood bahagia saat menciptakannya.

Bibirku kelu hanya untuk bertanya 'apa yang ingin Bapak lakukan?'. Matanya yang jernih menatapku tajam seakan sedang mengulitiku saat itu juga. Glup. Entah sudah berapa kali aku menelan saliva.

"Untuk pertama dan terakhir kalinya saya peringatkan, jangan pernah ganggu kehidupan saya. Sekali lagi saya melihat kamu mengikuti saya, saya pastikan karir kamu sebagai selebgram akan hancur," ancamnya. Terdapat kesungguhan dalam setiap kata-katanya.

Aku bergeming, mataku tak bisa berkedip sedikit pun. Bahkan paru-paruku seperti kehilangan fungsinya untuk memompa udara.

"Bapak tahu saya seorang selebgram?" Pertanyaan konyol itu meluncur begitu saja dari bibirku.

Entah apa yang aku pikirkan. Tapi, pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku.

"Adelina Putri Ningrum, selebgram dan tiktokers yang terkenal baru-baru ini, bukan?" tanyanya.

Aku mengangguk cepat. Seulas senyum terpampang di bibirku. Rona wajahku berubah memerah. Rasa takutku tiba-tiba hilang berganti dengan rasa takjub.

"Bahkan Bapak sudah hafal nama lengkap saya, apa itu artinya Bapak sudah siap menjadi ayah dari anak-anak saya?" tanyaku tersenyum malu-malu.

Pak Al nampak terkejut dengan apa yang kutanyakan. Ia melepas telunjuknya dari daguku lantas duduk di sofa tepat di hadapanku.

"Ehem!" Dia berdehem untuk menutupi kalau ia sedang salah tingkah. Justru dengan begitu dia malah terlihat sangat imut.

"Bahkan tukang parkir di kampus pun tahu siapa kamu. Apa ia juga calon ayah dari anak-anakmu?"

Senyumku lenyap berganti dengan bibirku yang telah mengerucut. Aku menatapnya sebal, bagaimana dia bisa berpikir begitu? Dasar gak peka!

"Saya minta kamu jangan ganggu saya lagi. Dan sekarang kamu sudah boleh pergi dari rumah saya." Tangannya mengarah ke pintu keluar.

Mataku membulat. " Gak mau!" tolakku.

"Bapak yang menyeret saya masuk, ja-"

"Jadi kamu mau saya menyeret kamu untuk keluar?" ujarnya memotong kata-kataku.

Ternyata pria tampan jauh lebih menjengkelkan. Dia berdiri, menggapai tanganku dan menarikku untuk berdiri dari sofa.

"Pak, bukan begitu maksud saya." Sekuat tenaga aku bertahan untuk tetap berada di sofa ini.

Tanganku yang bebas mencengkram erat kepala sofa sementara ia terus berusaha untuk menarikku. Benar-benar pria kejam yang tak punya hati. Bagaimana bisa dia memperlakukan gadis imut dan manis sepertiku sekejam ini?

Untung sayang!

"Bukannya kamu yang mau diseret untuk keluar dari rumah saya?"

Aku menggeleng, "Nggak, nggak mau!" teriakku.

Aku berbalik lantas menarik dasi yang ia kenakan hingga ia kehilangan keseimbangannya. Dia terjatuh, tepat di atasku. Anjir!

Cup!

Mataku membulat sempurna. Rasa kenyal nan lembut terasa menempel di bibirku. Oh My God! Ciuman pertamaku! Disela keheningan yang tercipta karena adegan tak senonoh ini, tiba-tiba terdengar suara keramaian dari luar disusul dengan pintu rumah yang didobrak.

"Astagfirullah! Apa yang sedang kalian lakukan siang bolong begini?"

"Pasti mereka pasangan mesum Pak RT!"

"Iya Pak RT, bawa mereka ke kantor sekarang!"

Pak Al segera bangkit dari tubuhku, matanya menatapku penuh kebencian.

"Ini bukan seperti yang kalian kira." Pak Al melakukan pembelaan.

Aku terduduk diam di sofa, masih berusaha untuk mencerna apa yang terjadi di sini. Mengapa tiba-tiba ada begitu banyak orang? Apa aku di grebek?

"Halah ... jangan mengelak, kami melihat sendiri apa yang sedang kalian lakukan!"

"Bilangnya coba-coba tapi nanti keterusan!"

"Cepat ikut kami ke kantor!"

Tanpa mau mendengar apa yang sebenarnya terjadi, mereka yang berjumlah sekitar sepuluh orang itu langsung menyeretku dan Pak Al. Membawa kami ke kantor kepala desa. Mata mereka menatap tak suka pada kami berdua. Aku masih bingung, sebenarnya apa yang terjadi di sini?

"Dasar anak muda zaman sekarang, masih kecil mainnya udah sama Om-om!"

"Enggak tahu malu, masih siang juga digas aja!"

"Pasti gak cuma sekali nglakuinnya cuma yang tertangkap kita baru sekali ini."

Itulah segelintir cercaan-cercaan yang keluar dari mulut warga yang mengarak kami ke rumah kepala desa. Padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi, udah main tuduh aja. Pak Al hanya diam tanpa mau membalas omongan-omongan mereka. Sedangkan aku hanya menunduk malu, untung saja di daerah ini tak ada satu pun teman sekolahku yang tinggal di sini.

Aku dimasukkan ke dalam ruangan yang berbeda dengan Pak Al. Katanya, mereka akan menanyai kami secara terpisah. Di sebuah ruangan kosong bercat putih, hanya ada sepasang kursi kayu dan meja kecil di tengah ruangan. Aku duduk menunggu giliranku. Di depanku telah disediakan dua botol minuman dan camilan.

Aku jadi bingung. Ini mau introgasi atau mau piknik? Banyak banget camilannya.

Tak lama seorang laki-laki seusia ayah masuk diikuti dua orang wanita di belakangnya. Laki-laki berperut buncit itu duduk di depanku. Kurasa ia adalah orang paling kaya di sini, terbukti dari kalung besar yang ia kenakan. Tak hanya kalungnya yang emas, bahkan giginya pun berwarna emas. Entah beneran emas atau jigong yang menumpuk.

Ia menatapku dari bawah hingga ke atas, membuatku merasa risih. Dasar otak mesum!

...🍉🍉...

Apa yang terjadi hari ini membuat Ayah marah besar. Setelah aku dan Pak Al diintrogasi, mereka yang tetap tak mempercayaiku memanggil orang tuaku. Sementara orang tua Pak Al, entah aku tidak tahu.

"Apa yang sebenarnya kamu lakukan, Del?" Tanya Ayah setelah kami sampai di rumah.

Aku menuduk tak berani menatap Ayah. Bunda duduk di sampingku, mengelus lenganku yang gemetar.

"Ayah, itu sama sekali ngga seperti yang mereka bilang. Adek-"

"Diam!" Ayah berteriak memotong kata-kataku.

Aku terperanjat. Baru kali ini Ayah membentakku.

Ayah meremas rambutnya frustasi. "Ayah gak pernah ngajarin kamu kayak gini. Kenapa kamu gak pernah ngikutin apa yang ayah bilang? Kamu lihat abang kamu, sekali pun dia gak pernah buat ayah malu. Dia selalu membawa kebanggan buat ayah, buat keluarga kita. Seharusnya kamu contoh abang kamu!"

"Ayah! Ayah nggak bisa terus-terusan bandingin Adel sama Satya. Mereka jelas beda, Yah!" Suara Bunda terpecah.

"Adel dan Satya itu sama-sama anak kita. Mereka punya kelebihan mereka masing-masing yang nggak akan pernah bisa disamain."

Setetes bulir bening keluar dari sudut mataku. Lagi dan lagi Ayah membandingkanku dengan Bang Satya. Aku tahu aku salah, tapi anak mana yang mau dibandingkan dengan orang lain? Meski itu abang sendiri?

"Tapi putri kamu ini bikin malu keluarga kita, kamu nggak liat bagaimana pandangan mereka pada kita siang tadi?"

Iya, aku memang pantas disalahkan. Ini semua memang karena kesalahan dan kebodohanku. Aku merasa gak berguna lagi. Benar kata Ayah, aku memang gak pantas ada di keluarga ini. Aku gak seperti Bang Satya yang selalu bisa membawa kebanggaan untuk Ayah.

"Ayah, Bunda, maafin adek," lirihku.

"Pokoknya ayah gak mau tahu, laki-laki itu harus bertanggung jawab. Kalian harus menikah!"

Aku terperanjat, menikah?

"Yah, Adel masih sekolah!" Bunda kembali membuka suaranya.

"Ayah gak mau tahu, lusa kalian bakal melangsungkan pernikahan itu."

Ayah melangkah pergi, meninggalkanku yang hanya bisa terdiam dan menangis. Bunda menarikku dalam pelukannya.

"Bun ..." panggilku lirih.

"Adek tenang ya, bunda akan coba ngomong sama Ayah."

...🍉🍉...

Rumah sederhana bercat cream itu masih nampak sama. Sepi dan kesepian.

"Ayah," cicitku pelan saat Ayah akan keluar dari dalam mobil.

Ayah tak menghiraukan kata-kataku, ia tetap melangkah ke luar. Aku menoleh pada Bunda di sampingku. Bunda mengangguk, menggenggam erat tanganku yang gemetar.

"Bang," panggilku pada Bang Satya yang hendak mengikuti Ayah ke luar.

Bang Satya hanya diam menatapku tanpa mengatakan apapun. Ia menarik napas pelan lantas membuka pintu mobil.

Akhirnya, dibantu Bunda aku keluar dari mobil. Seraya menunduk aku berjalan mengikuti Ayah di belakang.

Kedatanganku kali ini adalah untuk membahas pernikahan yang akan dilangsungkan diam-diam. Tanpa dekorasi mewah, tanpa pesta dan tanpa ada yang tahu. Ayah tetap bulat dengan keputusannya. Menurutnya, nama baik keluarga adalah segalanya. Lebih penting dari masa depan putrinya sendiri.

Di depanku, Pak Al duduk begitu santai. Seakan tak ada beban apapun di pundaknya. Apa mentalnya masih baik-baik saja setelah kejadian kemarin?

Ayah membuka percakapan dengan Pak Al. Awalnya basa basi yang sebenarnya sudah basi. Sesekali aku mencuri pandang ke arah Pak Al, begitu juga dengannya. Ia masih begitu santai menanggapi Ayah, sampai saat Ayah membahas mengenai kejadian kemarin dan dengan entengnya Ayah meminta Pak Al untuk menikah denganku.

Sedih. Aku merasa sedang dijual oleh Ayah hanya demi mempertahankan nama baik keluarga. Miris memang. Namun, begitulah ceritanya.

Pak Al terdiam. Bisa kulihat raut keberatan dari wajahnya. Aku yakin, pasti dia gak akan mau menerima permintaan konyol Ayah untuk menikahiku. Perempuan yang baru ditemuinya beberapa hari lalu.

Tapi, ketidakmungkinan memang terkadang menjadi kemungkinan yang tak masuk akal. Jawaban Pak Al justru begitu jauh dari ekspetasiku.

"Saya mau menikahi putri Bapak," ucapnya begitu enteng.

Sepertinya kejadian kemarin benar-benar mempengaruhi mental Pak Al.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!