Asmaraloka Gita Mandala

Asmaraloka Gita Mandala

SATU : SEMBURAT JINGGA

"Di mana Ibu?” tanya bocah laki-laki yang masih mengenakan seragam merah putih. Dia masuk ke rumah sambil menjinjing sepatu. Rasa lelah setelah beraktivitas di sekolah, tak menjadikannya bermuram durja. Bocah itu justru tampak sangat bersemangat, seakan ada sesuatu yang menggembirakan.

“Di mana ibu, Yah?” tanya bocah berambut hitam itu sekali lagi, berhubung sang ayah tak merespon pertanyaannya tadi.

Namun, pria yang dipanggil ‘ayah' itu tetap fokus pada surat kabar, sambil duduk tenang di kursi dengan ditemani sebatang rokok yang diapit kencang di sudut bibir. Dia seperti sengaja tak menggubris pertanyaan putranya.

“Hh!” Si bocah merengut karena pertanyaannya tak ditanggapi. Dia berlalu ke dekat dapur untuk meletakkan sepatu di rak. Setelah itu, bocah tersebut kembali lagi ke ruang tamu dan bermaksud membuka pintu kamar, tempat peraduan orang tuanya untuk memeriksa keberadaan sang ibunda.

“Jangan!” cegah ayahnya, seraya menoleh sekilas. Pria itu mematikan sisa rokok dalam asbak.

“Apakah ibu ada di dalam?” tanya si bocah dengan raut polos.

“Ibumu sedang ada pekerjaan,” jawab sang ayah datar, lalu kembali membaca koran dengan tenang. “Pergilah ke kamarmu," suruhnya tanpa menoleh.

“Tapi ....” Bocah itu terlihat kecewa. “Aku ingin memperlihatkan hasil ulangan hari ini. Lihatlah, Yah. Aku memperoleh nilai paling tinggi di kelas." Dia hendak membuka tas sekolah dan mengambil hasil ulangan yang dimaksud.

“Pergi ke kamarmu sekarang juga!” suruh sang ayah cukup tegas, diiringi tatapan tajam sebagai pertanda tidak menerima bantahan lagi.

Jika sudah mendengar nada bicara seperti itu, mau tak mau si bocah harus menurut. Bila membantah maka pukulan pasti akan diterima, seperti beberapa hari yang lalu. Dia terpaksa mengurungkan niat, kemudian berlalu dengan membawa rasa kecewa.

Bocah itu masuk ke kamarnya, lalu naik ke tempat tidur. Dia berdiam diri dengan wajah merengut. Kecewa, kesal, marah, tergambar jelas di parasnya. Namun, tak bisa dilampiaskan kepada siapa-siapa.

Sesaat kemudian, bocah itu melihat sekeliling kamar. Sayup-sayup, terdengar suara berisik dari ruangan sebelah, yang merupakan kamar orang tuanya.

Si bocah beranjak dari duduk, lalu mendekat ke dinding. Dia menempelkan telinga, sekadar memastikan suara yang didengarnya tadi. Usia sebelas tahun sudah cukup membuatnya paham, pada apa yang tengah berlangsung di kamar sebelah. Lenguhan, erangan tertahan, berbaur dengan tawa pelan pria yang sepertinya lebih dari satu orang.

Seketika, bocah itu menjauh dari dinding, kemudian terpaku. Tatapannya nanar tertuju pada penyekat ruangan tempatnya menguping tadi.

Lemas seakan tak bertulang. Tubuh kurus si bocah perlahan merosot, sampai akhirnya terduduk di lantai. Kepalanya tertunduk, dengan kedua tangan menutupi telinga karena tak tahan mendengar suara dari kamar sebelah yang teramat mengerikan, lebih dari gelegar petir di tengah malam.

......................

Senja turun membawa semburat jingga di angkasa. Warna terang yang begitu mencolok, tetapi tidak membuat silau di mata dan justru menghadirkan keindahan menenangkan luar biasa. Terutama bagi jiwa-jiwa yang seharian penuh dihabisi oleh aktivitas gila menguras tenaga.

Sirine meraung cukup kencang, pertanda jam kerja telah berakhir. Untuk hari ini. Ya. Besok, mereka harus kembali berjibaku di bawah terik mentari, demi mencari sesuap nasi.

Dapat dikatakan bahwa ini merupakan saat yang selalu ditunggu para pekerja. Mereka bisa melepas lelah, membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Saat itulah wajah-wajah kusam bercampur keringat dan debu berubah semringah.

“Rokok yang kemarin kupinjam,” ucap Mandala, seraya menyodorkan sebatang rokok kepada Arun, salah seorang rekannya.

“Tidak perlu dikembalikan. Lagi pula, aku pasti melakukan hal yang sama kalau sedang tidak punya uang,” tolak Arun.

“Aku tidak mau meninggalkan utang kepada siapa pun. Meskipun hanya sebatang rokok.”

“Itu bukan utang, Sobat. Anggap saja sebagai hadiah.” Arun yang sudah merasa tampan, beranjak dari duduk. Dia kembali merapikan diri di depan cermin kecil, lalu menoleh kepada Mandala. “Makan sekarang?” ajaknya.

Mandala mengembuskan napas pelan bernada keluhan. “Jam segini biasanya warung nasi sedang ramai.”

“Kalau menunggu sampai sepi, bisa-bisa kita kehabisan makanan. Ayo,” ajak Arun, seraya beranjak ke pintu. Dia sudah tak sabar ingin segera pergi ke warung nasi favorit hampir semua pekerja proyek.

Bagaimana mungkin tidak jadi favorit? Faktanya, keberadan dara cantik bernama Gita dianggap sebagai magnet luar biasa, yang mampu menarik banyak pengunjung terutama kaum pria.

Apa yang Mandala katakan benar adanya. Hampir semua meja terisi oleh rekan-rekan pekerja. Mereka benar-benar berisik. Selain membahas tentang pekerjaan tadi siang, ada beberapa yang asyik menggoda pelayan warung nasi, termasuk Gita.

Melihat kedatangan Mandala dan Arun, Gita langsung menghampiri. Dara manis 23 tahun itu tersenyum lembut. “Makan di sini, Mas?” tanyanya.

“Siapa, Git? Aku atau si Maman?” tanya Arun, berhubung melihat tatapan Gita yang hanya tertuju kepada Mandala.

“Um, tentu saja mas berdua,” jawab Gita agak kikuk.

“Aku makan di sini, Git,” ujar Arun.

Gita mengangguk.

“Aku dibungkus saja.” Mandala justru mengatakan sebaliknya sehingga Arun langsung menoleh, melayangkan tatapan protes.

Namun, Mandala tetap memasang wajah datar seakan tidak terpengaruh. Dia bahkan tak memedulikan lirikan protes yang dilayangkan Arun.

“Pakai apa saja, Mas?” tanya Gita malu-malu.

“Kenapa hanya Maman yang ditanya?” protes Arun, yang lagi-lagi tak dipedulikan Mandala.

Gita hanya tersenyum, kemudian memanggil salah seorang rekannya. Dia memberi isyarat kepada sang rekan agar melayani Arun, sementara dirinya membungkus pesanan Mandala.

“Ini, Mas.”

“Berapa?”

“15 ribu saja.”

Mandala mengangguk samar, kemudian memberikan sejumlah uang seperti yang Gita sebutkan tadi.

"Terima kasih." Gita tersenyum manis. Namun, hanya berbalas gumaman pelan dari Mandala.

Itu merupakan sesuatu yang sudah biasa bagi Gita. Dalam beberapa minggu terakhir, dari semenjak mengenal pria dengan gaya rambut man bun tersebut, Mandala jadi satu-satunya pekerja proyek yang tidak pernah menggodanya. Entah hanya berupa lirikan, atau kata-kata nakal yang mengarah pada pelecehan.

"Aku duluan," pamit Mandala kepada Arun, yang tengah makan dengan lahap.

Arun hanya mengangguk, berhubung sedang sibuk makan.

Sebelum berlalu, Mandala sempat menoleh sekilas kepada Gita. Lagi-lagi, dara cantik dengan rambut yang diikat asal-asalan tersebut menyunggingkan senyum manis.

Sayangnya, Mandala tidak menanggapi dengan hal yang sama. Dia hanya mengangguk samar, kemudian berbalik.

Namun, belum sempat meninggalkan tempat itu, Mandala mendengar sedikit keributan antara Gita dengan salah satu rekan sesama pekerja proyek.

Mandala menoleh. Tatapannya tertuju pada seorang pria yang terus menggoda Gita, meski mendapat penolakan dari gadis itu.

Awalnya, Mandala tak mau ambil pusing. Namun, makin lama apa yang dilihatnya makin keterlaluan.

"Hentikan!"

Terpopuler

Comments

Dwisya Aurizra

Dwisya Aurizra

panggilan maman jadi keinget nama tetanggaku yg hobinya pelihara ayam🤭

2025-10-21

1

Najwa Aini

Najwa Aini

karya baru ya kak..
selamat deh..tetap semangat berkarya..💪💪..

btw itu si bocah, Mandala ya..
penasaran banget apa yg terjadi di kamar sebelah. sayangnya, Mandala udah keburu dewasa..😍😍

2025-10-21

1

Lusy Purnaningtyas

Lusy Purnaningtyas

keknya othor syukak pria berambut man bun 🤣

2025-10-21

1

lihat semua
Episodes
1 SATU : SEMBURAT JINGGA
2 DUA : AMARAH BERDEBU
3 TIGA : SALAH TINGKAH
4 EMPAT : SOSOK MISTERIUS
5 LIMA : PEKAT MALAM
6 ENAM : PUKUL 19.30
7 TUJUH : SI GONDRONG
8 DELAPAN : ANCAMAN RAIS
9 SEMBILAN : RIBUAN ANAK PANAH
10 SEPULUH : JABATAN BARU
11 SEBELAS : MENGGODA MANDALA
12 DUA BELAS : LUKA MASA LALU
13 TIGA BELAS : VERSUS
14 EMPAT BELAS : HADIAH SETIMPAL
15 Chapter 15 : WANITA BINAL
16 ENAM BELAS : GODAAN SETAN
17 TUJUH BELAS : SERANJANG TANPA PAKAIAN
18 DELAPAN BELAS : PERGUMULAN TAK TERLUPAKAN
19 SEMBILAN BELAS : BERMODALKAN HASRAT
20 DUA PULUH : BUKAN TAKDIR YANG SEBENARNYA
21 DUA PULUH SATU : TERAMAT BODOH
22 DUA PULUH DUA : TERLALU BERLEBIHAN
23 DUA PULUH TIGA : TAK ADA ALASAN
24 DUA PULUH EMPAT : KEPARAT TUA
25 DUA PULUH LIMA : LUKA KECIL
26 DUA PULUH ENAM : KESEMPATAN EMAS
27 DUA PULUH TUJUH : PERHATIAN KECIL
28 DUA PULUH DELAPAN : SALING MENGENAL
29 DUA PULUH SEMBILAN : KAKU DAN MEMBOSANKAN
30 TIGA PULUH : PULANG
31 TIGA PULUH SATU : DI MEJA MAKAN
32 TIGA PULUH DUA : PENUH KEJUTAN
33 TIGA PULUH TIGA : PORAK-PORANDA
34 TIGA PULUH EMPAT : MENJAUH, MENDEKAT
35 TIGA PULUH LIMA : SELAMAT TINGGAL SELAMANYA
36 TIGA PULUH ENAM : SURAT DARI WIRA
37 TIGA PULUH TUJUH : HUJAN KEMARIN
38 TIGA PULUH DELAPAN : PEMBEBASAN
39 TIGA PULUH SEMBILAN : TENTARA PEMBERANI
40 EMPAT PULUH : (BUKAN) PULANG
41 EMPAT PULUH SATU : SUBAGYO, AYAH TELADAN
42 EMPAT PULUH DUA : API CEMBURU
43 EMPAT PULUH TIGA : YA DAN TIDAK
44 EMPAT PULUH EMPAT : DUA SISI
45 EMPAT PULUH LIMA : SETELAH MELEPAS RINDU
46 EMPAT PULUH ENAM : AKHIR CERITA
47 EMPAT PULUH TUJUH : MENCARI JALAN PULANG
48 EMPAT PULUH DELAPAN : INGIN MENGULANG
49 EMPAT PULUH SEMBILAN : GITA YANG NAKAL
50 LLIMA PULUH : LANGKAH BARU
51 LIMA PULUH SATU : LANGKAH BARU, DUNIA BARU
52 LIMA PULUH DUA : LUKA MASA LALU
53 LIMA PULUH TIGA : MENYUDAHI KONFLIK
54 LIMA PULUH EMPAT :SEGELAS AIR
55 LIMA PULUH LIMA : SUATU SORE DI MINGGU TERAKHIR
56 EPILOG
Episodes

Updated 56 Episodes

1
SATU : SEMBURAT JINGGA
2
DUA : AMARAH BERDEBU
3
TIGA : SALAH TINGKAH
4
EMPAT : SOSOK MISTERIUS
5
LIMA : PEKAT MALAM
6
ENAM : PUKUL 19.30
7
TUJUH : SI GONDRONG
8
DELAPAN : ANCAMAN RAIS
9
SEMBILAN : RIBUAN ANAK PANAH
10
SEPULUH : JABATAN BARU
11
SEBELAS : MENGGODA MANDALA
12
DUA BELAS : LUKA MASA LALU
13
TIGA BELAS : VERSUS
14
EMPAT BELAS : HADIAH SETIMPAL
15
Chapter 15 : WANITA BINAL
16
ENAM BELAS : GODAAN SETAN
17
TUJUH BELAS : SERANJANG TANPA PAKAIAN
18
DELAPAN BELAS : PERGUMULAN TAK TERLUPAKAN
19
SEMBILAN BELAS : BERMODALKAN HASRAT
20
DUA PULUH : BUKAN TAKDIR YANG SEBENARNYA
21
DUA PULUH SATU : TERAMAT BODOH
22
DUA PULUH DUA : TERLALU BERLEBIHAN
23
DUA PULUH TIGA : TAK ADA ALASAN
24
DUA PULUH EMPAT : KEPARAT TUA
25
DUA PULUH LIMA : LUKA KECIL
26
DUA PULUH ENAM : KESEMPATAN EMAS
27
DUA PULUH TUJUH : PERHATIAN KECIL
28
DUA PULUH DELAPAN : SALING MENGENAL
29
DUA PULUH SEMBILAN : KAKU DAN MEMBOSANKAN
30
TIGA PULUH : PULANG
31
TIGA PULUH SATU : DI MEJA MAKAN
32
TIGA PULUH DUA : PENUH KEJUTAN
33
TIGA PULUH TIGA : PORAK-PORANDA
34
TIGA PULUH EMPAT : MENJAUH, MENDEKAT
35
TIGA PULUH LIMA : SELAMAT TINGGAL SELAMANYA
36
TIGA PULUH ENAM : SURAT DARI WIRA
37
TIGA PULUH TUJUH : HUJAN KEMARIN
38
TIGA PULUH DELAPAN : PEMBEBASAN
39
TIGA PULUH SEMBILAN : TENTARA PEMBERANI
40
EMPAT PULUH : (BUKAN) PULANG
41
EMPAT PULUH SATU : SUBAGYO, AYAH TELADAN
42
EMPAT PULUH DUA : API CEMBURU
43
EMPAT PULUH TIGA : YA DAN TIDAK
44
EMPAT PULUH EMPAT : DUA SISI
45
EMPAT PULUH LIMA : SETELAH MELEPAS RINDU
46
EMPAT PULUH ENAM : AKHIR CERITA
47
EMPAT PULUH TUJUH : MENCARI JALAN PULANG
48
EMPAT PULUH DELAPAN : INGIN MENGULANG
49
EMPAT PULUH SEMBILAN : GITA YANG NAKAL
50
LLIMA PULUH : LANGKAH BARU
51
LIMA PULUH SATU : LANGKAH BARU, DUNIA BARU
52
LIMA PULUH DUA : LUKA MASA LALU
53
LIMA PULUH TIGA : MENYUDAHI KONFLIK
54
LIMA PULUH EMPAT :SEGELAS AIR
55
LIMA PULUH LIMA : SUATU SORE DI MINGGU TERAKHIR
56
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!