Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kompensasi yang aneh
“Maaf Om aku tidak sengaja, kakiku juga sakit karena menendang kaleng itu,” ucap Andini dengan nada bergetar karena takut.
“Kau ini bodoh apa bagaimana, lihat kepalaku memar, kau harus bertanggung jawab?” Ujar pria tersebut memperlihatkan benjolan yang lumayan besar di jidatnya.
Andini nyaris tertawa namun dia berusaha menahannya
“Kenapa kau malah senyum-senyum? senang ya melihat orang terluka?” ujar pria tersebut sambil bertolak pinggang.
“Maaf Om, tidak sengaja. Sekali lagi aku minta maaf ya Om,” ujar Andini sambil menangkupkan dua tangannya memohon
“Enak saja cuma tinggal minta maaf, kau harus bertanggung jawab karena sudah membuatku terluka,” ujar pria tersebut sambil menunjukkan ke arah jidatnya.
“Baiklah, aku akan mengganti kerugian dan ini uang untuk pergi ke dokter, tapi uangku tidak banyak Om,” kemudian Andini mengeluarkan dompet dalam tas kecilnya, hari ini dia hanya membawa tas kecil yang di dalamnya ada sebuah handphone dan juga dompet miliknya.
Andini lalu mengeluarkan seluruh uang cash yang ada di dalam dompet tersebut, jumlahnya sekitar 350.000, lalu menyerahkannya kepada pria tersebut.
“Aku tidak butuh uangmu, lagi pula uang segitu tidak cukup untuk mengobati lukaku ini,” ujar pria tersebut sambil melipatkan tangannya di dada.
“Maaf om, tapi aku hanya punya uang sebanyak ini,” ujar ini sambil kembali memberikan uang tersebut kepada pria itu.
“Dimana kau tinggal ? berikan ktp-mu padaku,” pinta pria tersebut sambil memandang ke arah Andini.
“Lumayan cantik, sayang masih bocah,” ujarnya dalam hati.
“Maaf Om, aku tidak bisa menyerahkan KTP kepada orang asing secara sembarangan, kalau begitu lebih baik kita ke kantor polisi saja,” ujar Andini menantang.
“Kau rupanya tidak takut kalau aku bawa ke Kantor Polisi ya? begini saja kita tukar tukaran KTP saja, aku masih harus memikirkan kompensasi apa yang harus kau berikan padaku?” ujar pria tersebut sambil menyerahkan ktp-nya kepada Andini,
“Oh jadi Om ini bernama Levin, kenalkan Om aku Andini,” ia lalu mengulurkan tangannya pada Pria yang bernama Levin itu, tanpa membantah Levin mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Andini.
“Baiklah Om, karena kita berkenalan aku akan memfoto milik Om dan ini ktp-ku,” ujar Andini menyerahkan KTP miliknya kepada Levin.
“Wah… kau tinggal di daerah elit rupanya,” Levine sambil tersenyum.
“Aku hanya menumpang, disana Ibuku bekerja di sana sebagai pembantu,“ujar Andini berbohong.
“Aku tidak percaya kau Anak seorang pembantu, dandananmu tidak seperti anak seorang pembantu. Tas bermerek, sepatumu juga, bahkan handphone-mu bukan handphone murahan ,” ujar Levin yang tidak percaya kalau Andini adalah anak salah satu pembantu di rumah yang beralamat di daerah elit tersebut.
“Ya sudah kalau Om tidak percaya, tapi Om tetap bisa ke sana kok, untuk meminta kompensasi nanti aku akan meminta kepada Ibuku untuk menambahkan kekurangannya,” ujar Andini yang tetap saja tidak mau mengaku kalau dia memang anak pemilik dari rumah tersebut.
“Berapa nomor teleponmu, jadi aku bisa menghubungimu jika sudah tahu kompensasi apa yang bisa kau berikan padaku,” ujar Levin sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
“Mereka lalu bertukar nomor telepon, khawatir kalau Andini berbohong Levin melakukan miscall saat itu juga.
“Itu nomor teleponku dan jangan coba-coba memblokirnya, maka aku akan mendatangi rumahmu,” ujar Levin sambil kembali menyerahkan KTP milik Andini.
Dengan kesal Levin kembali ke mobilnya, kemudian meninggalkan parkiran Cafe tersebut, sementara Andini hanya bisa menatapnya dengan wajah kesal.
“Cakep-cakep galak, nyebelin!” ujar Andini kesal, lalu ia berjalan ke arah Cafe tersebut, karena memang tujuannya dia adalah untuk membeli makan. Hari sudah sore, sejak acara wisuda selesai tadi perutnya belum terisi nasi.
Sore menjelang, Andini kembali ke rumahnya. Ia masuk ke dalam kamar tanpa menghiraukan panggilan para pembantunya.
“Non makan dulu, nanti Non Andien sakit,” ujar pembantu tersebut sambil mengetuk pelan pada pintu kamar Andini.
“Aku tidak lapar, jadi tidak usah memaksaku untuk makan,” ujar Andini menyahut dari dalam kamar, kemudian dia memutuskan untuk mandi dan bermain game. Hari ini sungguh menyebalkan untuk dirinya, sudah ayahnya tidak datang ke wisuda kelulusan sekolahnya, tadi juga dia bertemu dengan seorang pria yang marah-marah karena kepalanya terkena kaleng yang ditendang olehnya.
Semenata Levin menuju ke klinik temannya yang seorang dokter, dia menceritakan kejadiannya mengapa kepalanya benjol.
“Hahaha. Sial sekali harimu,, sudah dijebak oleh keluargamu, dapat jackpot benjol kepala lagi,” ujarnya sambil mengobati keningnya yang benjol.
“Jangan tertawa, ini tidak lucu,” ujarnya dengan nada emosi.
“Kau ini, lagi pula apa sih susahnya menerima perempuan yang ditawarkan oleh orang tuamu ? aku rasa mereka juga tidak akan menjebakmu. Siapa tahu kalian cocok, jangan ditolak dulu sebelum kau mengetahui bagaimana sifatnya,” ujar Steve yang merupakan seorang dokter dan sekaligus sahabat Levin, Steven merupakan sahabat Levin sejak duduk di bangku SMP.
“Aku tidak masalah diperkenalkan dengan anak teman ibu atau bapakku, tapi masalahnya mereka itu selalu tidak pernah bilang padaku kalau akan memperkenalkan seseorang padaku, kalau mereka mengatakan sebelumnya Aku akan berusaha mempertimbangkan untuk menemui orang yang akan mereka perkenalkan padaku. Dan aku tahu sifat orang tuaku jika aku bersedia menemui atau mungkin melakukan pendekatan dengan orang yang mereka kenalkan itu, pasti mereka berpikir aku setuju untuk menikahinya, dan tanpa sepengetahuanku mereka pasti sudah menyusun acara untuk lamaran atau bahkan pernikahan karena hal ini pernah terjadi. Padahal aku baru jalan sekali dengan anak temannya itu dan kau tahu perempuan itu sangatlah sombong, dia merasa dirinya paling cantik karena banyak pria yang menyukainya. Tentu saja aku tidak mau dengan wanita seperti itu, bisa-bisa dia berpikir aku manusia paling beruntung karena mendapatkannya. Kau tau ketika aku ajak diskusi dan berbicara tentang hal-hal umum, yang mungkin banyak orang tahu dia malah tidak tahu apa-apa, mungkin dia merasa dirinya paling hebat makanya dia tidak perlu mengetahui dunia luar. Sejak saat itu jika diperkenalkan oleh tuaku dan disuruh melakukan penjajakan aku jadi malas. Karena ujung-ujungnya tanpa sepengetahuanku mereka sudah mendiskusikan untuk acara pernikahan ataupun pertunangan, itulah alasanku setiap orang tuaku menjodohkan aku dengan anak temannya aku selalu tolak,” ujar Levin menjelaskan panjang lebar kepada temannya itu alasan dia menolak semua anak teman rekan orang tuanya.
“Kalau begitu sih wajar, kalau kau menolaknya. Seharusnya orang tuamu itu berdiskusi dulu denganmu, karena kan yang akan menjalani hidup itu nanti dirimu bukan mereka,” ujar Steve yang kali ini setuju dengan pandangan daripada Levin.
“Nah kau pahamkan mengapa aku menolaknya?! oleh karena itu Aku tidak suka mereka melakukan itu, tapi ngomong-ngomong anak gadis tadi yang menendang kaleng padaku lumayan cantik,” ujar Levin sambil terkekeh.
“Harusnya jangan kau marahi dia tapi ajak kenalan dekati dia, mungkin saja dia jodohmu,” ujar Steve tertawa.
“Tapi sayang umurnya baru 18 tahun, tapi anaknya memang cantik,” lalu Levin mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto identitas yang diberikan oleh Andini tadi.
“Cantik. Jarang loh ada orang yang difoto di ktp secantik itu,” ujar Steve yang tidak bisa berbohong kalau Andini memang cantik.
“Kalau begitu, apa dia saja ya aku jadikan pacar pura-pura, masalahnya aku sudah bilang pada orang tuaku kalau aku sudah punya pacar. Walaupun aku merasa mereka tidak percaya dengan apa yang aku katakan,” ujar Levin tiba-tiba saja memiliki ide konyol untuk memanfaatkan Andini agar membantunya, sehingga orang tuanya tidak terus-terusan mencarikan jodoh, sehingga dia punya waktu untuk mencari jodohnya sendiri.
“Ide konyol apalagi yang ada di otakmu, kasihan lah anak orang kau permainkan “ Ujar Steve berusaha mengingatkannya
“Daripada dia harus membayar pengobatanku yang lumayan ini, lebih baik dia kan menerima ide aku itu. lagi pula kita kan hanya pura-pura pacaran,” ujar Levin yang merasa bahwa idenya itu adalah yang terbaik.
“Kok ini, aku mengobatimu tidak meminta bayaran sepeserpun ya,” ujar Steve sambil menoyor kepala Levin.
“Iya aku tahu kok, kau tidak minta bayaran dariku, tapi untuk kali ini sepertinya itu adalah ide yang terbaik untuk menghentikan hal konyol orang tuaku. Kalau begitu aku pulang dulu, terima kasih untuk pengobatannya,” ujar Levin sambil berdiri dari kursi pasien lalu keluar dari ruangan praktek Steve, karena sebetulnya di luar masih banyak pasien yang menunggu.