di khianati dan di bunuh oleh rekannya, membuat zephyrrion llewellyn harus ber transmigrasi ke dunia yang penuh dengan sihir. jiwa zephyrrion llewellyn masuk ke tubuh seorang pangeran ke empat yang di abaikan, dan di anggap lemah oleh keluarga, bangsawan dan masyarakat, bagaimana kehidupan zephyrrion setelah ber transmigrasi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ncimmie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 2
Selesai makan, alaric membereskan peralatan makan siang pangeran, lalu ia membantu pangeran berbaring di kasur.
"Selamat beristirahat pangeran".
Valerin menganggukkan kepalanya, alaric keluar dari kamar Valerian setelah mematikan lilin. Valerian harus melakukan sesuatu untuk mengenal lebih banyak tentang dunia yang baru saja ia masuki.
###
Keesokan harinya
Cahaya pagi menyinari benua Astrein. Pelayan- pelayan istana mulia bergegas menjalankan tugas mereka, sementara di kamar sederhana di ujung sayap istana, seorang remaja masih tidur nyenyak.
Pintu kamar berderit pelan.
Kreek...
alaric masuk membawa ember berisi air dingin. Uap tipis naik dari permukaannya.
"Pangeran, ayo bangun. Sudah saatnya Anda sarapan pagi".
Valerian menggeliat kecil, menarik selimutnya lebih rapat. Udara pagi menembus kulitnya seperti jarum halus yang dingin.
"Sebentar lagi". Gumamnya setengah sadar.
Alaric menghela nafas panjang. Ia mendekat, Lalu kembali membangunkan sang pangeran dengan lembut.
Valerian membuka matanya perlahan, menatap datar pelayannya dengan ekspresi jengkel.
Tatapan itu membuat Alaric refleks menunduk, sedikit gugup- tapi ia tahu tugasnya harus di jalankan.
"Pangeran, biar saya bantu membasuh wajah Anda".
Valerian hanya mengangguk.
Air dingin menyentuh wajahnya, membuatnya sedikit terkejut. Alaric mengambil sisir dan dengan hati-hati menyisir rambut perak yang halus dan lembut itu.
Valerian diam saja, matanya menatap pantulan dirinya di cermin retak dinding.
"Apa benar ini keturunan raja? kenapa perlakuan terhadap tubuh ini sangat berbeda dengan pangeran lain?". Batinnya dingin.
Setelah selesai, Alaric membungkuk sopan.
"Pangeran, saya akan menyiapkan sarapan Anda".
"Baiklah".
Alaric pergi, meninggalkan Valerian dalam kesunyian kamar itu. Udara pagi berhembus lewat jendela yang terbuka, membawa aroma rumput basah dan embun.
Tak lama kemudian, pelayan muda itu kembali membawa nampan perak sederhana. Ia meletakkannya di atas meja kecil dekat jendela dan membukanya perlahan.
Roti hangat dengan uap tipis dan secangkir teh masih mengepul di sebelah nya. Sederhana- tapi jauh lebih baik dari kemarin.
Valerian menatap Alaric sekilas, dan pelayan itu membalasnya dengan senyum kecil. Ia mulai makan perlahan, sementara alaric berdiri di sisi kanan dengan tenang.
Banyak hal yang ingin Valerian tanyakan, dan akhirnya ia membuka suara.
"Alaric kenapa tempat ini... berbeda?".
Alaric terdiam. Tatapan tegas pangerannya membuatnya tak bisa menghindar lagi. Ia menarik nafas, lalu berkata pelan.
"Tempat ini adalah Istana Utara pangeran.
Atau... lebih di kenal sebagai tempat pengasingan bagi darah kerjaan yang di anggap tidak berguna".
Valerian berhenti mengunyah.
Matanya menatap kosong ke arah jendela.
"Anda di asingkan oleh Yang Mulia Raja tujuh tahan lalu, setelah wafatnya ibunda Anda, Ary Serephina. Sejak saat itu, Anda hidup disini dengan fasilitas seadanya... berbeda dengan Putra Mahkota dan Pangeran kedua".
Suara alaric sedikit bergetar.
"Sebelum wafat, Yang Mulia Ratu menitipkan Anda pada saya. Dan beliau juga menitipkan sesuatu untuk Anda".
Ia mengeluarkan sebuah buku kulit tua dan kalung perak dengan batu hitam di tengah nya.
Batu itu berkilau samar di bawah cahaya pagi.
Valerian menerima keduanya. Tangannya sedikit bergetar saat membuka halaman pertama buku itu.
Tinta sudah pudar, tapi masih bisa dibaca:
...Anda mungkin bukan yang terkuat, pangeran... tapi darahku mengalir dalam diri Anda. Jangan biarkan dunia menentukan siapa Anda. Saya percaya, bayangan pun bisa melindungi cahaya....
Valerian menutup buku itu pelan. Ia terdiam lama, matanya kosong tapi berisi amarah dan tekad yang menahan diri.
"Aku harus menjadi kuat, Untuknya... dan untuk membalas semua yang telah mereka lakukan".
Suara lembut alaric memecahkan lamunannya.
"Pangeran, sebaiknya Anda berjalan- jalan di luar. Tubuh Anda masih lemah, tapi sedikit latihan akan membantu Anda".
Valerian mengangguk.
"Baik, ayo".
Mereka berjalan bersama ke taman kecil di belakang istana tua itu. Angin berhembus lembut, membawa aroma dedauanan basah. Langkah Valerian masih goyah, dan Alaric berjalan di belakangnya, siap menahan bila sang pangeran jatuh.
Namun di setiap langkah, tatapan Valerian semakin tegas. Tubuh lemah itu menyembunyikan tekad baja- dan sesuatu yang perlahan mulai bangkit dari dalam darahnya.
Taman belakang istana tuan itu begitu luas, di penuhi tanaman liar dan bunga yang tumbuh tanpa perawatan.
Udara pagi berembus lembut, membawa aroma tanah dan embun.
Valerian menatap hamparan hijau itu dengan senyum miring. Matanya memandangi setiap jenis tanaman- dari daun berbulu tajam hingga bunga kecil berwarna ungu gelap di tepi pagar.
"Hemlock, foxbane, nightroot... semua ada disini". batinnya. " Sepertinya aku tidak akan kesulitan membuat racun kalau dibutuhkan".
Ia menunduk, menyentuh salah satu daun, jemarinya bergerak otomatis seperti dulu- refleks seorang pembunuh yang mengenali bahan- bahan mematikan hanya dengan sentuhan.
"Udara disini sangat sejuk". Gumamnya, menarik nafas dalam - dalam.
Namun baru saja ia melangkah lagi-
Brukk!
Tubuh Valerian ambruk ke tanah, Lututnya membentur keras, membuat debu berterbangan.
Alaric yang berdiri di belakangnya langsung panik.
" Pangeran!".
Ia berlari, tapi langkahnya terhenti ketika melihat sesuatu: telapak tangan Valerian yang menyentuh tanah mengeluarkan nyala api biru- kecil, tapi terang dan panas, sebelum cepat padam begitu saja.
Alaric membeku di tempat, matanya melebar.
"A... pi biru?". Bisiknya tak percaya.
Ia segera membantu Valerian duduk di bangku batu taman. Wajah pangeran itu begitu pucat, tapi matanya tetap tenang.
"Pangeran, apakah Anda baik- baik saja? tadi... saya melihat api biru keluar dari telapak tangan Anda. Itu... sihir yang sangat langka".
Valerian menatapnya, alisnya berkerut.
" Api biru? aku bahkan tidak tahu ada sihir seperti itu".
Ia menggenggam tangannya perlahan, masih bisa merasakan panas samar di kulitnya. Jadi... tubuh ini punya sihir? Tapi kenapa rasanya tidak stabil...
Alaric menunduk dihadapan Valerian, lalu mulai memeriksa lutut pangerannya yang terluka.
Cahaya hijau lembut muncul dari tangannya, menyelimuti luka itu hingga tertutup sepenuhnya.
Valerian menatap dalam, matanya sedikit menyipit.
"Sihir apa itu?".
"Sihir penyembuh, pangeran". Jawab alaric dengan senyum tipis. "Saya memang tidak kuat, tapi sihir ini cukup untuk menyembuhkan luka ringan".
Valerian mengangguk kecil.
"Jadi, orang -orang disini bisa menggunakan sihir semacam itu?".
"Benar, Pangeran. Umumnya orang menguasai sihir elemen dasar- api, air, tanah, cahaya, pegi dan penyembuh.
Tapi keluarga Velthoria selalu dikenal dengan sihir cahaya. sedangkan api biru... dan sihir kegelapan, keduanya sangat langka. Hanya segelintir orang yang pernah memilikinya".
Valerian menatap telapak tangannya lagi, ekspresinya sulit dibaca.
"Api biru... kekuatan langka, tapi berasal dari bayangan? Apakah ini warisan dari ibunya... atau kutukan yang dikatakan orang?".
###
Sementara itu, di ruang kerja besar berhiaskan lambang phoenix keemasan, seorang pria berambut hitam dengan mata tajam menatap tumpukan dokumen di mejanya.
King Maelrick de Velthoria.
Pintu terbuka, dan seorang Ksatria berlutut di hadapannya.
"Hormat saya kepada Yang Mulia raja".
"Bangun. Ada kabar? ".
"Menjawab Yang Mulia... pangeran ketiga telah sadar. Saat ini beliau sedang berada di taman istana Utara".
Raja Maelrick diam sejenak. Tatapannya tidak menunjukkan emosi apa pun. Lalu ia kembali menatap berkas di tangannya.
" Kau boleh pergi".
Ksatria itu membungkuk, lalu keluar dengan cepat.
Ruangan kembali hening, hanya terdengar suara pena menulis du atas kertas. Raja Maelrick menatap jendela besar di hadapannya, matanya tajam namun kosong.
"Pangeran ketiga ya.. ". Gumamnya pelan.
"Anak dari wanita itu".
Ia tersenyum tipis- senyum dingin tanpa makna.
"Biarkan saja, anak itu tidak punya arti... tanpa sihir hanya di anggap aib bagi keluarga kerjaan".
Kembali ke istana Utara.
Langit siang tampak cerah, awan putih bergulung pelan di atas kepala. Sinar matahari menembus dedaunan, memantul di permukaan rumput yang basah oleh embuh pagi.
Udara segar membawa aroma tanya dan bunga liar.
Valerian berjongkok di antara semak- semak, jemarinya lincah memetik beberapa daun hijau tua dan bunga berwarna kelabu keperakan.
Keringat tipis membasahi pelipisnya, namun senyum miring menghiasi wajahnya.
"Aconite, silverleaf, dan blackroot... ".
Ia tersenyum kecil. " Tanaman beracun dan penyembuh... kombinasi yang sempurna".
Sebagai mantan assassin, ia tahu betul setiap aroma dan tekstur tumbuhan itu- mana yang bisa menyembuhkan, dan mana yang bisa menghabisi nyawa dalam sekejap.
"Dengan ini, aku bisa membuat ramuan langka. Dan menjualnya di pasar untuk. mendapatkan uang". Gumamnya sambil menatap kumpulan tanaman di tangannya.
Ia melirik ke arah alaric yang berdiri tidak jauh darinya, membawa keranjang penuh tumbuhan.
"Kita tidak bisa bergantung pada sisa jatah raja bajingan itu". Katanya datar.
"Kalau ingin bertahan hidup, kita harus menciptakan jalan kita sendiri".
Alaric menunduk sopan.
"Seperti yang Anda perintahkan, pangeran".
Setelah selesai mengumpulkan semua tanaman yang dibutuhkan, mereka kembali ke dalam istana utara- bangunan tua yang sepi dan dingin. nyaris tak terdengar suara kehidupan selain langkah mereka berdua.
Tidak ada pelayan lain.
Tidak ada penjaga.
Hanya ada keheningan dan debu yang menempel di dinding- dinding batu.
Valerian menaruh semua tanaman di meja kayu dekat dapur. Cahaya matahari menembus jendela kecil, menyoroti wajahnya yang tenang dan fokus.
"Aku akan melakukan ini sendiri". Katanya pada alaric.
" Baik, pangeran".
Alaric menunduk sopan, lalu keluar, menutup pintu perlahan di belakangnya. Keheningan kembali menyelimuti ruangan.
Valerian mulai bekerja. Tangannya bergerak cepat- menggiling daun, menakar bubuk kering, mencampur cairan kental ke wadah kaca.
Aroma tajam dari bahan herbal memenuhi udara.
Setiap gerakannya teratur, dingin, dan penuh perhitungan. Sama seperti ketika ia dulu menyiapkan racun sebelum menjalankan misi pembunuhan. Tapi kali ini bukan untuk membunuh- melainkan untuk bertahan hidup.
"Heh... lucu". Gumamnya dengan senyum miring. " Dulu aku mencampur racun untuk menghabisi orang lain... sekarang aku membuat ramuan untuk menyelamatkan diriku sendiri".
Uap tipis berwarna ungu naik dari wadah kaca yang di panaskannya. Valerian menatapnya dengan tatapan puas.
"Ini akan menjadi ramuan yang langka... "
Ia tersenyum - senyum dingin, tapi penuh keyakinan.
"Dan mungkin... awal dari sesuatu yang lebih besar".
Cahaya matahari menyoroti wajahnya, sementara bayangan di dinding di belakangnya bergerak pelan- seolah kegelapan itu sendiri sedang mengakui kebangkitannya.