Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rutinitas Baru
Ibra mengetuk pintu kamar yang malam ini akan menjadi tempatnya tidur. Ucapan salam pun mengiringi langkah kakinya memasuki kamar itu.
Dia baru saja kembali dari Mesjid bersama Abah untuk menunaikan salat Magrib dan baru kembali setelah menunaikan salat Isya.
"Akang, sudah pulang." sapa Maryam yang baru saja mengakhiri salat sunnah ba'da Isya nya.
"Mau makan sekarang?" tanyanya, sejak makan siang di sela-sela resepsi tadi siang mereka berdua memang belum makan lagi.
"Boleh." jawab Ibra.
"Di luar masih banyak orang ya?"susul Inayah,
"Iya." Walaupun acara pernikahan itu digelar sederhana tapi keadaan rumah keluarga Maryam masih tampak ramai. Beberapa tetangga masih hilir mudik membantu beberes, begitu juga keluarga inti Maryam, kedua kakaknya beserta keluarga kecil mereka juga masih berada di rumah itu.
"Besok kita pindah, aku sudah mendapatkan rumah yang akan kita tinggali di Bandung. Maaf aku tidak bisa lama-lama meninggalkan bisnisku di Bandung, banyak yang harus aku urus sendiri di sana."
"Baik, jam berapa kita akan berangkat?" tanya Maryam tanpa ragu, dia tahu ini adalah salah satu konsekuensi yang harus dihadapinya. Sejak awal kedua orang tua Ibra sudah menyampaikan jika Ibra tidak ingin tinggal di Garut. Sebagai orang yang faham agama, Abah dan Ambu tentu dengan legowo melepas putri bungsu kesayangannya untuk ikut pada suaminya.
"Setelah salat Subuh, jam delapan aku ada meeting penting." sahut Ibra, pandangannya tidak lepas dari wajah Maryam yang tampak tenang merespon setiap ucapannya.
"Sepertinya benar kata ayah, dia akan menjadi istri yang patuh " batin Ibra.
"Kalau begitu, ayo sekarang kita makan dulu, lalu bersiap untuk keberangkatan besok." tanpa menunggu lagi keduanya keluar bersamaan, sekilas semua orang melihat hubungan mereka layaknya pengantin baru yang masih malu-malu, tidak ada satu pun yang tahu jika di antara keduanya sudah ada kesepakatan tidak tertulis mengenai pernikahan mereka.
Sesuai dengan yang dikatakan Ibra semalam, sopir keluarga Ibra yang membawa mobil sudah datang menjemput.
Walau pun Maryam sudah sering meninggalkan kedua orang tuanya, bahkan saat kuliah dulu dia hidup jauh dari kedua orang tuanya, namun entah kenapa kepergiannya kali ini terasa menyesakkan dada.
Maryam memeluk erat ambu, sekuat diri menahan agar tak ada air mata yang jatuh saat mereka berpisah. Dia kemudian menyalami Abah dan memeluknya sembari memohon do'a untuk keberkahan rumah tangganya.
Lambaian tangan dan untaian do'a kedua orang tua dan keluarga Maryam mengiringi kepergian sepasang pengantin baru itu.
"Ini kamar kamu, dan sebelah ini kamar aku." Setelah kurang lebih dua jam menempuh perjalanan mobil yang membawa pengantin baru itu tiba di sebuah perumahan elit.
Ibra langsung membawa Maryam ke lantai dua rumah yang akan mereka tempati.
Rumah itu sudah ada seseorang yang menyambut mereka, Ibra memperkenalkannya sebagai asisten rumah tangga. Dengan ramah Maryam pun memperkenalkan diri, selain itu ada seorang pegawai laki-laki juga yang merupakan suami dari ART yang bertugas menjadi satpam di rumah itu.
Setelah dirasa cukup memperkenalkan Maryam dengan para pekerja, kini keduanya tengah berdiri di depan pintu kamar yang ditunjuk Ibra sebagai kamar Maryam.
"Loh, kita tidur terpisah?" tanya Maryam dari balik cadarnya.
"Iya, kenapa? kamu keberatan?" Ibra balik bertanya.
"Iya, kenapa harus berpisah kamar. Kita kan sudah suami istri. Untuk tidur bersama sudah halal untuk kita." ucap Maryam tanpa ragu di balik cadarnya, walau pun telah ada perjanjian di antara mereka tetapi Maryam akan berusaha menjalankan perannya sebaik mungkin sebagai seorang istri.
"Kamu tidak keberatan kita tidur bersama?" tanya Ibra memastikan.
"Tidak, kenapa harus keberatan? Justru berdosa jika kita berpisah kamar."
"Bagaimana kalau aku khilap? Aku juga laki-laki normal, katanya laki-laki tidak perlu cinta untuk dapat meniduri seorang wanita." ucap Ibra dengan tatapan tajamnya.
"Kalau itu dilakukan pada istri namanya bukan khilap tapi kewajiban. Tugas seorang suami bukan hanya memberi nafkah lahir tapi juga nafkah batin salah satunya ya itu." timpal Maryam tegas.
"Kamu tidak akan merasa rugi kalau nanti kita berpisah kamu sudah tidak ..."
"Perawan?"
"Kenapa rugi, itu adalah hak kamu sebagai suami aku, terlepas dari rencana kita setahun mendatang, yang pasti statusku saat ini adalah sebagai istri kamu. Dan aku tidak mau menambah dosa dengan tidak memberikan hak suamiku atas diriku." tegas Maryam.
"Baiklah kalau begitu, kita tidur sekamar." tegas Ibra tanpa bertanya lagi.
Maryam pun memasuki kamar yang menjadi tempat suaminya tidur. Di sana sudah ada satu lemari, yang diperkirakan berisi pakaian Ibra.
"Lemari kamu masih di kamar sebelah, nanti aku minta Mang Tatang untuk memindahkannya ke sini. Sekarang aku mau ganti baju dan pergi ke kantor." Ibra melirik jam dinding yang sudah menunjukkan waktu pukul tujuh lebih lima menit.
"Baiklah, kalau begitu biar aku siapkan baju yang akan Akang pakai." Tanpa canggung Maryam berjalan ke arah lemari pakaian Ibra, dibukanya dan dipindainya semua isi lemari itu. Sampai tangannya mengambil kemeja berwarna biru langit dengan dasi yang cocok dan jas hitam.
"Ini, suka? Pertemuan formal kan?" tanya Maryam sambil mengacungkan dua gantungan baju yang akan dipakai Ibra.
"Boleh." jawab Ibra sembari mengangguk, Maryam pun tersenyum di balik cadarnya, dia menyimpan baju itu di atas tempat tidur. Lalu berjalan menuju pintu keluar untuk membiarkan Ibra mengganti bajunya.
"Kamu mau kemana?" tanya Ibra saat melihat Inayah memegang handle pintu.
"Ke luar, silakan kamu ganti baju dulu." jawab Maryam tanpa berbalik, walau pun tadi dia berkata siap menjalankan peran istri sepenuhnya, sejujurnya tangannya bergetar sejak memasuki kamar itu.
"Kamu bantu aku dong, katanya mau jalanin tugas istri, kamu bisa kan pasangin dasi?"
"Iya, baiklah." Maryam tidak ada pilihan, ucapan Ibra cukup menohok, dia pun berusaha mengendalikan dirinya agar terlihat tenang.
Bukan hanya dasi yang Maryam pakaikan, Ibra meminta Maryam membantu dirinya berpakaian sampai memakai sabuk.
Ibra menahan senyumnya, walau pun tangan Maryam begitu cekatan memakaikan dirinya kemeja, celana, sabuk dan sekarang tengah memakaikan dari tapi Ibra masih dapat melihat dengan jelas tangan Inayah yang bergetar.
"Selesai."
"Jasnya?"
"Oiya lupa. Ini!" Maryam memakaikan jas dengan segera, selama membantu suaminya memakai baju tak sedikitpun tatapan Maryam mengarah ke wajah Ibra, sedangkan Ibra dengan leluasa menatap penuh telisik wajah Maryam yang hanya terlihat bagian matanya saja.
"Oke sudah selesai. Aku pergi."
"Kang ..." Ibra yang hendak keluar menghentikan langkahnya, kembali berbalik ke arah Maryam.
"Aku belum salam." ucap Maryam, dia berjalan mendekat ke arah Ibra dan mengulurkan tangannya.
"Hati-hati, fii amanillah." ucapnya lembut setelah mengecup punggung tangan Ibra.
"Iya, a aku pergi, assalamu'alaikum." jawabnya gugup.
"Wa'alaikumsalam." jawab Maryam mengiringi kepergian suaminya.
"Huft ... "Maryam menghembuskan nafasnya kasar, dia sudah bekerja keras pagi ini. Mengendalikan diri dari rasa gugup dan rasa lainnya yang tak biasa.
Mulai pagi ini, semua pekerjaan yang baru saja selesai dilakukannya akan menjadi rutinitasnya setiap hari.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪