NovelToon NovelToon
Tetangga Idaman

Tetangga Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Romansa / Bercocok tanam
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Zhy-Chan

Arif Pradipta, begitu Emak memberiku nama ketika aku terlahir ke dunia. Hidup ku baik-baik saja selama ini, sebelum akhirnya rumah kosong di samping rumah ku di beli dan di huni orang asing yang kini menjadi tetangga baruku.

kedatangan tetangga baru itu menodai pikiran perjakaku yang masih suci. Bisa-bisanya istri tetangga itu begitu mempesona dan membuatku mabuk kepayang.
Bagaimana tidak, jika kalian berusia sepertiku, mungkin hormon nafsu yang tidak bisa terbendung akan di keluarkan paksa melalui jari jemari sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

² Manusia atau Bukan

Entah bagaimana dulu asal mulanya. Kaum lelaki, enggak tua, enggak muda suka nongkrong sampai begadang di teras ini. Akhirnya Emak berinisiatif menggelar tikar dan menerima jasa seduh wedang.

Dagangan rokok Emak pun juga kelarisan. Lumayan lah, hasilnya bisa buat nambah-nambah belanja isi dapur.

Dari seringnya ngopi bareng sampai tengah malam, Angga menjadi dekat dengan ku. Teman-teman ngopi sudah pada pulang satu persatu, tinggal lah aku dan Angga di teras ini.

"Emang Mbak Rifani sama Mas Nata tu baru menikah ya? Trus langsung beli rumah itu?" tanyaku basa-basi.

Aslinya penasaran juga, kok mereka selalu terlihat mesra, kayak pengantin baru.

"Dah lama, sekitar tiga tahunan lah kira-kira," jawab Angga sambil menyeruput kopi yang sudah kedinginan.

"Ah, masa sih?"

"Emang kenapa?"

"Ya enggak ... mereka selalu keliatan romantis. Kalo Mas Nata lagi libur kerja, mereka selalu kemana-mana berdua. Ku kira pengantin baru. Hehe."

Wah, bisa jadi wisata masa depan nih. Aku juga pengen kayak gitu. Kalo udah nikah nanti, bakal selalu mesra ma istri, sampai tua. Yaelah, mikirin apa sih aku ini? Ku tepuk jidatku sendiri.

"Hemmh." Angga tertawa mencibir, bibir sebelah kanan nya tertarik ke atas.

Apa yang salah dengan Angga, kenapa ekspresinya seperti itu?

"keliatannya aja romantis, bahagia. Padahal..."

"Padahal gimana?" tanyaku memotong ucapan Angga karena saking penasarannya.

"Kenapa lu jadi bersemangat gini?" Angga mengernyitkan alis.

"Ah, enggak." Buru-buru aku membantahnya.

Angga masih menatapku dengan curiga, "Yaelah... biasa aja keles," sambung ku lagi agar Angga berhenti berpikir yang macam-macam tentangku.

Ku teguk kopi yang tinggal seperempat cangkir hingga tandas. Tiba-tiba Angga mendekat dan menempelkan punggung tangannya pada keningku.

"Enggak panas."

"Apaan sih, lu?" Ku mundurkan kepala menjauhi tangan Angga yang masih melayang di udara.

"Ku kira lu lagi sakit, ngabisin kopi hingga ampas-ampasnya."

Ku lirik ke bawah. Benar saja, ampas kopi yang ada di cangkirku sampai bersih. Nanggung, sekalian aja ku jilati ampas kopi yang masih menempel di sekitar bibir.

"Enak kok. Ampas kopi emang enak, tauuu... lu belum pernah mencobanya?" kibul ku untuk menutupi rasa malu.

Dodol, Angga malah mengikuti jejakku. Namun, tak lama kemudian ia semburkan ampas kopi yang baru saja masuk mulut ke tanah.

Cuih, hbrrr!

"Sialan lu." Kami akhirnya ngakak bersama.

"Dah malam, pulang sana. Nanti gak di bukain pintu Mbak Rifani, baru tau rasa lu." Ku usir pemuda itu setelah ku lihat layar gawai menunjukkan pukul dua belas lewat lima menit.

Pemuda itu akhirnya pulang melalui pintu kecil berbahan besi yang menghubungkan pelataran rumahku dengan halaman rumahnya.

...🌸🌸🌸...

"Rif, bangun! Sudah siang inih." Teriakan Emak yang di barengi dengan gedoran pada daun pintu.

Hoamm!

"Iya, Mak, bentar lagi."

"Buruan bangun! Kalo kesiangan gak akan dapat penumpang lu nanti."

"Riiifff...," panggil Emak lagi, karena merasa aku belum juga beranjak dari tempat tidur. Ada yang lebih dulu bangun dan bergerak-gerak kok, tapi bukan tangan dan kakiku. Ups.

"Iya iya ...," jawabku sedikit keras.

Begitulah Emak, gak akan berhenti mengomel jika titahnya belum di laksanakan. Sudah terbiasa dengar omelan Emak, jadi aku sama sekali gak merasa risih. Bahkan, jika sehari aja belum dengar Emak ngomel, rasanya kayak ada yang kurang. Aku malah merasa takut jika Emak diam aja, itu pertanda buruk. Jika enggak sakit, berarti ya sedih.

Aku menggeliat, merenggangkan otot-otot pada tubuh kurus ini. Lumayan lah, udah dapat bonus tidur dua jam. Sebenarnya aku tadi sudah bangun pukul 04.00, tapi setelah menunaikan ibadah wajib, gak kuat menahan pedesnya mata, jadinya molor lagi.

Setelah mengumpulkan sisa-sisa nyawa, aku beranjak mendekati jendela. Menggeser gorden ke kanan kiri, kemudian membuka kaca jendelanya, agar udara yang ada di kamar ku berganti oksigen yang masih suci, belum bergumul dengan debu.

Aku masih berdiri di dekat jendela. Menghirup udara pagi dalam-dalam, kemudian Ku hembuskan perlahan. Ah, segarnya.

Aku tercengang ketika tak sengaja melihat sosok bayangan bidadari. Tangan pun reflek mengucek mata ini, demi memastikan apa yang ku lihat itu benar-benar manusia atau bukan.

Kakinya menyentuh tanah, berarti itu beneran Mbak Rifani. Bukan bidadari yang menjelma perempuan yang menjadi tetangga baruku, haish. Namun, bagaimana bisa dia secantik itu yaa Allah?

Perempuan itu sedang melakukan olah raga ringan di halaman rumahnya. Namun, ada yang berbeda. Kali ini dia sendirian, padahal biasanya ngapa-ngapain selalu sama suami, kayak amplop ma perangkonya.

Apa sang suami sedang keluar kota ya? batinku menduga-duga.

Perempuan yang sedang menggerak-gerakkan kaki dan tangannya itu menggunakan tank top sports dari bahan polyester di padu dengan legging sebatas betis.

Dengan pakaian seperti itu, setiap lekuk dari tubuhnya yang padat berisi terpampang nyata. Mbak Rifani mempunyai tinggi yang seimbang dengan berat badan, sehingga membuatnya terlihat ideal.

Lengan yang tak tertutup kain, begitu bening mengkilau ketika terpapar semburat matahari pagi. Kelihatan sekali kalau kulit itu selalu mendapat perawatan yang baik. Wajah nya masih saja terlihat seperti abege.

Meski kata Angga, umurnya sudah menginjak angka dua puluh empat. Lima tahun lebih tua di bandingkan denganku. Namun, jika di jejerkan berdua, pasti orang-orang pada mengira kalau kami sepasang kekasih. Ahaii.

Setiap pahatan pada wajahnya seolah tercipta tanpa cela. Hidung bangir di dukung dengan bibirnya yang sedikit tebal berisi. Hmm seksinya, cokotable banget. Eh astagfirullah, mikir apa sih aku ini? Ingat, perempuan itu adalah istri orang!

Tiba-tiba telingaku sebelah kiri terasa panas. Ketika ku usap, ada tangan lain yang sedang menjamah di sana. Aku pun menoleh, ternyata Emak sudah berada di belakangku. Jari-jarinya belum selesai menjewer.

"Auh, Mak, sakit, Mak." Ku genggam tangan Emak, lalu ku turunkan perlahan.

"Salah sendiri, di panggilin dari tadi, kagak nyaut-nyaut," tandas Emak, sewot,

"Lagian, lagi liatin apa lu? Sampai bengong kayak gitu." Emak memajukan kepalanya mendekati jendela, celingak celinguk mencari sesuatu yang di rasa aneh.

Mampus aku, kalau Emak sampai melihat Mbak Rifani di sana, pasti bakal mikir yang macem-macem tentangku. Aampuuuuun, Mak. Aku khilaaf.

"Liat apa? Kagak ada apa-apa." Emak memutar tubuh dan melanjutkan kalimatnya,

"Buruan mandi!" Memerintah dengan mata mendelik sambil berjalan ke arah pintu kamar.

Aku tahu, pelototan nya itu hanya lah kelakar belaka. Ku lirik halaman rumah tetangga baru itu. Oh, jadi Mbak Rifani sudah gak ada di sana? Syukurlah.

1
dnr
jangan" rifani hamil anaknya si arif lagi pas mkan mlam itu
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
bagus sekali ❤️❤️❤️
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
nata belok
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
astaga...alex n Nata ternyata terong malam terong
Tutian Gandi
kan...bener kah dugaan q..kalo mereka itu belok kanan dan belok kiri ..🤔🤔
dnr
kyknya nata sma pa alex ada serong dah
Tutian Gandi
kok q curiga sama bos nya ya...jgn2 si nata ada belok nya kali y....
Ardiawan
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!