"Tidak heran ini disebut Jurang Neraka, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berpikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendrowidodo_Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Makanan Adalah Sumber Daya
"Ini? Ini Lobak, apa kau tidak pernah melihat Lobak?" Nacha mengangkat dan menggoyangkan benda berbentuk Lobak di depan wajah Evindro.
"Aku pernah melihat Lobak tetapi tidak pernah yang berwarna biru seperti ini..."
Lobak yang Nacha bawa memang memiliki warna yang tidak biasa yaitu biru dan mengeluarkan gas putih kebiruan.
"Lobak ya Lobak, beda warna tidak merubah rasa." Nacha tersenyum lebar penuh keyakinan.
Nacha mengeluarkan dua benda lain dari kantongnya, pertama adalah buah berbentuk seperti apel tetapi memiliki warna seperti besi sementara yang lainnya beberapa butir anggur yang berwarna ungu kemerahan.
"Terima kasih Senior..." Evindro meraih satu-satunya makanan yang dikenalinya, beberapa butir anggur dan langsung mengkonsumsinya.
"Oh, Evindro suka pedas? Aku sempat ragu memetiknya, syukurlah aku memutuskan untuk membawa beberapa pulang."
"Pedas? Apa mak-..." Ketika gigi Evindro memotong anggur itu menjadi dua di dalam mulutnya, dia merasakan ada cairan panas mengalir dari dalam anggur tersebut yang menyebabkan rasa pedas yang dahsyat.
Mata Evindro terbuka lebar dan mulai berair, dia melompat dari posisi bersilanya. Evindro membuka tutup mulutnya, ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada suaranya yang keluar karena rasa pedas membuat lidahnya kelu.
Nacha menggaruk kepalanya sambil memandang Evindro dengan wajah tidak bersalah.
Evindro meronta selama kurang lebih lima menit sebelum akhirnya menjadi tenang, nafasnya terputus-putus dan matanya memerah.
"Jika kau tidak sanggup menahan rasa pedas kenapa kau memilih cabai itu?" tanya Nacha polos.
"Cabai?" suara Evindro hanya bisa keluar sedikit dan terdengar cadel.
"Ya, itu anggur cabai, salah satu makanan terpedas di hutan ini..."
Evindro ingin memukul kepala Nacha tetapi menahan diri, dia belum pernah melihat anggur cabai sebelumnya jadi tidak mengetahui buah yang seperti anggur itu memiliki rasa pedas yang luar biasa.
Evindro cukup yakin jika orang biasa mengkonsumsi anggur cabai itu mereka akan kehilangan kesadaran karena rasa pedas yang hebat tersebut. Evindro bisa bertahan karena dia memiliki organ tubuh yang kuat serta tenaga dalam yang tinggi.
'Apa mungkin dia berniat mencelakai aku?' Evindro memperhatikan ekspresi Nacha dengan teliti, dia tidak menemukan ada niat jahat di wajah Nacha.
"Jika kau tidak tahan pedas, mungkin sebaiknya kau makan apel ini saja, rasanya manis." Nacha mengulurkan apel berwarna besi itu.
Ketika Evindro menyentuh apel tersebut, dia seolah sedang menyentuh besi yang dingin. Terdengar bunyi besi yang keras saat gigi Evindro mencoba menembus kulit apel tersebut.
"Kulit luar apel ini memang sedikit keras tetapi rasanya sangat garing dan lezat." Nacha menjelaskan.
Di sisi lain, Evindro mengumpat dalam hati, dia memegang giginya yang terasa ngilu.
Evindro merasa baru saja berusaha mengunyah besi yang sangat keras menggunakan giginya.
"Aku tidak bisa memakannya..." Evindro mengembalikan apel itu kepada Nacha.
"Terlalu keras untukmu?" Nacha meraih apel itu dan menggigitnya. "Em, rasa manis ini sudah lama tidak kurasakan."
Mata Evindro melebar ketika menyaksikan Nacha mengunyah apel besi tersebut, terdengar suara seperti dua pedang berbenturan dari mulut Nacha namun wajahnya terlihat menikmati rasa apel tersebut.
Evindro menelan ludahnya, dia semakin yakin Nacha bukanlah manusia biasa karena dengan mudah mengunyah besi seperti itu.
Pandangan Evindro jatuh ke benda terakhir yang dibawa oleh Nacha, Lobak berwarna biru yang mengeluarkan gas putih kebiruan. Dia merasa ragu harus memakannya atau tidak karena sepertinya semua yang dibawa oleh Nacha bukan makanan biasa.
Evindro membutuhkan beberapa waktu sebelum memantapkan hatinya, tangannya meraih Lobak biru tersebut dan memakan satu gigitan besar. Evindro menemukan sesuatu yang salah, tangannya terasa begitu dingin saat memegang Lobak tersebut tetapi dia terlambat menyadarinya.
Suhu tubuh Evindro menurun drastis setelah dia menelan Lobak tersebut, bagian Lobak yang tersisa terlepas dari genggamannya.
Evindro langsung mengambil posisi duduk bersila dan berusaha menekan hawa dingin yang kini mengisi perutnya dengan tenaga dalam.
"Evindro, apa ini pertama kalinya kau memakan Lobak? Hawa dingin tersebut jangan dilawan melainkan diserap untuk menguatkan tulangmu." Nacha berkomentar sambil mengunyah apel ketika melihat lapisan es mulai terbentuk di kulit Evindro begitu juga rambutnya.
Tubuh Evindro menggigil hebat, mengikuti arahan Nacha, dia mencoba menyerap hawa dingin tersebut menggunakan Pembentukan Tulang Naga. Ternyata sesuai perkataan Nacha, kondisi tubuhnya berangsur membaik dan hawa dingin dari Lobak tersebut sungguh meningkatkan kualitas tulangnya.
Evindro butuh waktu sekitar satu jam untuk membuat tubuhnya kembali ke kondisi stabil. Dia meraih kembali sisa Lobak Biru yang jatuh ke tanah. 'Aku hanya memakan separuh Lobak ini tetapi khasiatnya sama dengan Ginseng Darah berusia dua ratus tahun...
Efek samping Lobak Biru itu memang tidak biasa namun disisi lain khasiatnya tidak hanya memperkuat tulang Evindro tetapi menyembuhkan luka-luka serta memulihkan sebagian tenaga dalamnya.
Evindro memakan Lobak yang tersisa dan mulai menyerap khasiatnya sementara Nacha duduk dalam posisi jongkok sambil memandangi Evindro seolah melihat sesuatu yang menarik.
'Evindro benar-benar menarik, bagaimana dia bisa bertahan hidup setelah jatuh dari Gunung Tanpa Batas jika tubuhnya selemah ini?' Senyum Nacha semakin lama semakin lebar.
"Senior, terima kasih telah memberikanku sesuatu yang begitu berharga." Evindro memberikan hormatnya pada Nacha setelah selesai menyerap seluruh Lobak Biru. Dia sekarang yakin barang-barang yang dibawa Nacha semuanya adalah sumber daya berharga, termasuk anggur cabai sebelumnya.
Nacha menggelengkan kepala pelan. "Itu hanya Lobak, lokasi tumbuhnya cukup jauh dari tempat ini tetapi Lobak ini bukan sesuatu yang langka ataupun berharga. Kalau kau menyukainya, aku bisa mengambilkan untukmu setiap hari."
Evindro tidak percaya dengan perkataan Nacha, menurutnya Lobak Biru ini adalah sumber daya yang sulit ditemukan. Jika benar Nacha bisa membawakan Lobak Biru ini setiap hari, Evindro akan mengalami kemajuan pesat dalam bela dirinya.
"Evindro, sebenarnya aku lebih penasaran dengan hal lain. Kupikir kau terlihat muda tetapi memiliki usia yang lumayan namun sepertinya kau benar-benar semuda dirimu terlihat... Kau terlalu lemah sebagai pendekar, bagaimana kau bisa selamat setelah jatuh dari Gunung Tanpa Batas?" Nacha sepertinya sudah tidak peduli lagi dengan panggilan Senior yang disematkan Evindro padanya.
Evindro menggaruk kepalanya, pemuda berusia 24 tahun tetapi memiliki kemampuan sepertinya sulit disebut sebagai pendekar yang lemah, bahkan kemampuannya yang setara dengan Pendekar Bergelar jauh dari kata lemah di dunia persilatan pemerintahan Bengkulu namun Evindro tidak membantah itu karena mungkin di mata Nacha dirinya memang lemah.
"Gunung Tanpa Batas ini..." Evindro sadar dirinya jatuh ke Jurang Kabut Akasia namun dia tidak pernah mendengar Gunung Tanpa Batas.
"Ah, sepertinya pengetahuan kamu masih dangkal Evindro, daripada menjelaskan padamu, aku akan membawamu ke sana saat hari sudah lebih terang."