Pernikahan Rocky dan Brigita rupanya menjadi awal munculnya banyak konflik di hidup mereka. Brigita adalah bawahan Rocky di tempat kerja. Mereka harus menikah karena satu alasan tertentu.
Statusnya sebagai seorang janda yang mendapatkan suami perjaka kaya raya membuat gunjingan banyak orang.
"Aku harus bisa mempertahankan rumah tanggaku kali ini,"
Apa dia berhasil mempertahankan rumah tangganya atau justru lebih baik berpisah untuk kedua kalinya?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Honeymoon
"Aaarghhh! Rocky, sakit!! Stop it." teriak Brigita yang merintih kesakitan saat berada di kamar.
"No, layani aku dengan baik,"
Pria berkulit eksotis itu terus mendorong tubuh Brigita dengan penuh tenaga. Wajah tampan nya berubah menjadi sangat liar saat di ranjang.
"Sayang, stop!" sekali lagi Brigita merintih.
"Nanti lama-lama kamu akan terbiasa. Aku lebih senang melakukannya dengan keras dan cepat. Make me feel powerful,"
Setelah puas menikmati tubuh istrinya, dia duduk di sofa sambil merokok, menghembuskan asap melalui bibirnya sambil menatap wanita yang baru saja dia nikahi sedang berdiri di depan cermin.
Brigita menatap leher dan d4danya yang di tinggalkan bekas kemerahan dari kecupan Rocky.
"Sebelum menikah, kamu bahkan tidak pernah sekasar ini. Apa ini wujud aslimu?" tanya Brigita yang masih di depan cermin.
Melenggak lenggokan tubuh seksinya, wajah mungil itu terlihat sangat lelah.
"Wujud asli? Kamu pikir aku setan?" jawabnya sambil tertawa berat.
.
.
Keesokan harinya, mereka berdua sudah merencanakan berlibur ke Ubud untuk beberapa hari.
Brigita nampak menggunakan blouse turtle neck untuk menutupi kemerahan yang ada di lehernya. Gayanya selalu keren walau usianya memasuki awal kepala tiga.
Rocky dengan kaos santai dan kacamata hitam yang betengger di hidungnya terlihat menawan.
"Mami, nanti Ken di sana tidur sama Mami kan?" tanya bocah kecil berusia lima tahun.
Kenneth namanya, ia adalah anak Brigita dari pernikahan sebelumnya. Anaknya dengan Leo.
Mendengar pertanyaan itu, Rocky segera menundukan badannya sejajar dengan Ken, sambil berkata. "Ken sudah besar, nanti tidurnya di temani sama Sus Iza saja ya."
Brigita tidak tega dengan keputusan Rocky, namun hal itu juga agar membiasakan anaknya tidur sendiri. Apalagi ini momen nya bulan madu.
Ken mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya.
"Jangan kesal begitu, nanti Papi Rocky belikan mainan. Apapun yang Kenneth mau, Papi akan belikan." ujarnya lagi.
Meski sifatnya keras tapi ia sangat menyayangi Ken seperti anaknya sendiri.
Bujukan itu membuahkan hasil, Ken terlihat senang dengan janji yang di berikan Rocky.
"Kamu sama aku keras, kamu kalau kerja juga selalu jadi atasan yang mengerikan buat bawahan kamu. Tapi aku tidak menyangka kamu sangat perhatian pada Ken," sahut Brigita.
"Sifatku memang seperti itu kan, bukan berarti aku tidak mencintai kamu dan Kenneth,"
Mereka melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti di lorong bandara sambil berpegangan tangan.
.
Villa pribadi di Ubud itu dikelilingi kesunyian. Hanya suara alam, desir angin, dan rintik hujan tipis di luar kaca jendela besar. Di dalam, lilin-lilin kecil menyala temaram, menyinari kamar pengantin yang seharusnya terasa hangat. Tapi tidak malam ini.
Pintu kamar terbuka. Rocky masuk dengan kemeja putih yang tidak dikancingkan sempurna. Wajahnya tenang, tapi tatapannya tajam.
Ia baru saja menemani Ken di kamarnya sampai bocah itu tertidur.
“Akhirnya cuma kita berdua,” katanya pelan, mendekat, seperti pemburu yang menghampiri buruannya. “Kita bisa menghabiskan malam berdua sekarang, Brigita.”
Brigita menelan ludah. “Rocky, aku...”
“Aku nggak butuh alasan. Kita sudah menikah. Artinya, kamu milikku sepenuhnya. Kapanpun aku mau kamu harus melayaniku.” potongnya cepat, tangannya mengangkat dagu Brigita agar menatapnya. “Kamu tahu itu, kan?”
Brigita ingin bicara, ingin menjelaskan bahwa dia belum siap melakukan nya lagi. Tapi matanya membacakan yang tidak bisa diucapkan bibir. Takut.
Rocky menekan tubuhnya ke kasur, gerakannya cepat dan penuh kuasa. Ciumannya tidak lembut. Cengkeramannya di pergelangan tangan Brigita menyakitkan. Ia tidak mencari kenyamanan tapi ia hanya sekedar melampiaskan hasrat saja.
“Sayang… pelan… aku nggak…” Brigita mencoba menarik napas, tapi tubuhnya kaku.
Tapi Rocky tidak berhenti. Ia tidak marah, tidak berteriak yang membuat segalanya justru makin mengerikan. Ia tersenyum. Senyum yang dingin dan sulit di artikan.
“Kamu harus terbiasa, Sayangku. Karena mulai sekarang, nggak boleh ada penolakan dengan apapun kemauanku.”
Malam itu panjang. Brigita menangis dalam diam. Tubuhnya bergetar, bukan karena dingin, tapi karena luka yang tidak terlihat, luka yang hanya bisa dirasakan perempuan yang disetubuhi seperti tanpa cinta, tanpa keinginan.
Dan ketika pagi menjelang, Rocky tidur dengan tenang di sisinya. Seolah tak ada yang salah. Seolah dia baru saja melakukan kewajiban sebagai suami.
.
Waktunya sarapan tiba, Brigita dan Ken sudah ada di meja makan.
Ken sedang di suapi oleh pengasuhnya, umur Sus Iza terhitung masih cukup muda. Membuatnya lebih mudah menjalin komunikasi dengan Brigita.
Tak lama kemudian Rocky keluar dari kamar masih menggunakan baju tidur semalam.
"Papi ayo sarapan," seru Ken.
Rocky mendekat ke arah Ken dan mengecup ujung kepalanya. Beralih ke Brigita, melakukan hal yang sama pula. Kecupan hangat di kening wanita cantik itu.
Kring!
Kring!
Ponsel Brigita berdering di tengah waktu sarapan mereka.
Nama yang tertera di layar ponsel itu adalah Leo. Jelas mereka masih berkomunikasi, semua demi Kenneth.
"Ken, Papi Leo telepon nih. Pasti kangen sama Ken, angkat ya," Brigita menyerahkan ponselnya pada Ken.
Bocah menggemaskan itu menekan tombol hijau, panggilan video dari ponsel menunjukan jelas wajah ayahnya yang teduh.
Leo: "Hai, good morning anak Papi."
^^^Ken: "Papi Leo, Ken lagi sarapan ini pakai omelet."^^^
Leo: "Ken happy ya di sana?"
^^^Ken: "Happy, habis ini mau jalan-jalan..."^^^
Rocky berdehem berbarengan dengan obrolan mereka. Seolah tahu apa yang di maksud oleh suaminya, Brigita segera mengambil ponselnya dari tangan Ken.
"Sudah ya, lanjutkan sarapan dulu. Nanti kita telepon Papi lagi, oke?"
Ken mengangguk.
"Za, ajak Ken main di halaman depan dulu ya habis ini." titah Brigita.
Sus Iza membawa Ken melanjutkan sarapan nya di luar, tidak harus dengan bujukan keras karena Ken pasti akan mau.
Setelah hanya ada mereka berdua, Brigita membuka obrolan.
"Sayang, maaf. Mau bagaimana pun juga aku tidak bisa berhenti komunikasi dengan Leo. Ken tetap anaknya, dan Ken butuh Papi nya juga,"
"Ketika Ken sudah menyayangiku nanti dia pasti akan lupa dengan ayahnya. Aku lebih baik dari Leo, selama kalian menikah bukankah dia lebih sibuk dengan pekerjaan nya? Mengapa sekarang berubah perhatian?" papar Rocky dengan penekanan.
"Aku memang kasar saat berhubungan b4dan denganmu. Aku memang kasar saat bicara, tapi aku pastikan padamu bahwa aku kepala keluarga yang bertanggung jawab!"
Mendengar penjelasan suaminya, Brigita mencoba sedikit mengerti bahwa sifat Rocky dan Leo sangat berbeda jauh.
Leo memang lebih halus saat bicara, tapi bukan berarti pernikahan mereka dahulu baik-baik saja.
"Tapi, dengan Rocky aku seperti di permainkan. Permainan tarik ulur. Sifatnya sulit di tebak, kadang sangat perhatian kadang begitu dingin," batin Brigita.
Lagi-lagi batin nya bergejolak, tapi tidak bisa di ungkapkan.
Kring!
Kali ini ponsel Rocky yang berdering.