NovelToon NovelToon
The Painters : Colour Wars

The Painters : Colour Wars

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:451
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Rahmad Ajie, seorang mekanik body & paint di Jakarta, tak pernah mengira hidupnya berubah drastis karena ledakan cat radioaktif. Tubuhnya kini mampu mengeluarkan cat dengan kekuatan luar biasa—tiap warna punya efek mematikan atau menyembuhkan. Untuk mengendalikannya, ia menciptakan Spectrum Core Suit, armor canggih yang menyalurkan kekuatan warna dengan presisi.

Namun ketika kota diserang oleh Junkcore, mantan jenius teknik yang berubah menjadi simbol kehancuran lewat armor besi rongsoknya, Ajie dipaksa keluar dari bayang-bayang masa lalu dan bertarung dalam perang yang tak hanya soal kekuatan… tapi juga keadilan, trauma, dan pilihan moral.

Di dunia yang kelabu, hanya warna yang bisa menyelamatkan… atau menghancurkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Mengetuk Pintu

Tok! Tok! Tok!

Ajie berdiri membatu di tengah ruang tamu. Tubuhnya masih bergetar sejak insiden tadi. Napasnya sesak, kemejanya bau aspal, keringat, dan… cat. Cat berwarna aneh yang kini tak lagi menetes dari tubuhnya, tapi masih meninggalkan kilau lembab di permukaan kulitnya. Seolah tubuhnya belum benar-benar ‘kering’ sejak ledakan gila itu.

Tok! Tok!

Ajie melirik ke arah pintu rumah petak peninggalan almarhum ibunya. Siapa pun yang ada di balik sana, ia tidak siap. Dunia yang tadinya cuma soal menyemprot bodi mobil dan mengutak-atik mesin, kini berubah total. Jalanan penuh kekacauan, dan dirinya—sialnya—di tengah pusaran semua itu.

“Siapa di luar sana?” tanyanya pelan. Tak ada jawaban.

Ajie mendekat, pelan-pelan. Tangannya menyentuh kenop pintu. Hening. Ketika akhirnya ia memutar dan membuka daun pintu, waktu seakan berhenti sebentar.

Di ambang pintu berdiri seseorang yang begitu familiar, namun juga asing dalam waktu yang bersamaan.

“Melly?” suara Ajie nyaris tercekat.

Wanita itu tersenyum simpul. Rambutnya kini hitam legam, tidak lagi dicat pirang seperti dulu. Tubuhnya masih tegap seperti dulu—gaya montir jalanan—jaket denim pudar, celana kargo, dan sepatu boot yang sudah pasti pernah kena oli lebih dari sekali. Tapi wajahnya… ada garis keras baru di sana. Sesuatu yang menunjukkan ia sudah melihat dunia yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kuliah dan tugas akhir.

“Ajie,” katanya santai, tapi matanya tak lepas mengamati. “Gue nyari lo sejak tadi siang.”

Ajie masih diam. Antara kaget dan bingung.

“Lo—dari mana lo tahu rumah gue?”

“Gue inget. Kita dulu pernah nongkrong di sini waktu lo masih ngelesin anak-anak SMK, kan?” Ia nyengir. “Lo lupa?”

Ajie mengangguk pelan. “Masuk, deh.”

 

Ruang tamu kecil itu seperti museum kenangan kuliah mereka. Buku teknik otomotif, setumpuk stiker balap, dan cat-cat semprot yang kini terasa seperti benda kriminal. Melly menarik napas panjang begitu duduk.

“Ada kopi?” tanyanya sambil melepas jaket.

Ajie hanya menatapnya. “Melly… ini gila banget. Gue baru aja—gue gak tahu apa yang terjadi sama tubuh gue. Ada cat keluar dari tangan gue, warna-warni, bikin mobil kebalik, bikin orang kabur…”

Melly tak menjawab langsung. Ia membuka ritsleting tas selempangnya, mengambil satu botol kecil kaca bening, dan meletakkannya di meja. Isinya: sisa cat kental berwarna ungu kehitaman, mengilap seperti logam cair.

Ajie menegang. “Itu…”

“Cat dari bengkel lo,” jawab Melly. “Yang meledak itu, gue tahu jenisnya. Bukan cat biasa.”

“Lo dari mana tahu?”

“Karena gue dulu hampir kerja sama sama orang yang bikin itu.”

Ajie menatapnya tak percaya. “Jelasin, Mel. Dari awal.”

Melly bersandar, menatap langit-langit rumah. “Gue gak langsung lulus dari kampus. Sempet kerja buat perusahaan riset bahan kimia—bagian eksperimen untuk bahan pelapis kendaraan. Proyeknya dari luar negeri, gelap, dan cuma buat produk ekspor. Tapi suatu hari, gue nemuin data produksi cat yang aneh—bahan dasarnya bukan dari turunan minyak biasa. Ada zat aktif yang bisa berubah sifat kalau terpapar suhu tinggi atau radiasi.”

Ajie mengerutkan kening. “Zat aktif kayak… reaksi kimia?”

“Lebih dari itu,” Melly menjawab. “Zat itu bereaksi sama… tubuh manusia.”

Deg.

Ajie mendadak kedinginan. Ia menatap tangannya sendiri. “Lo bilang… ini bukan kebetulan?”

“Bukan,” kata Melly pelan. “Gue tahu salah satu pengembangnya. Namanya Altheron Chemicals. Mereka punya markas di Eropa Timur. Tapi mereka juga ngasih lisensi ke perusahaan lokal buat uji coba produk. Bengkel tempat lo kerja salah satu partner gelapnya.”

Ajie merosot di kursinya. “Jadi selama ini… cat itu bukan cuma ilegal. Tapi eksperimen?”

“Ya. Dan lo korbannya.”

Seketika, ruangan itu terasa lebih sempit. Udara makin panas. Ajie berdiri, mulai berjalan mondar-mandir.

“Astaga, Mel… Gue pikir ini cuma kecelakaan kerja!”

“Bukan. Ini lebih dari itu.”

Ajie menghela napas panjang. Ia menatap Melly. “Terus lo ke sini mau apa?”

“Awalnya gue cuma mau pastiin lo masih hidup,” katanya jujur. “Tapi setelah liat lo tadi siang muncul di berita viral—cat keluar dari tangan lo, mobil melayang—gue tahu, ini udah keluar kendali. Dan kalau Altheron tahu produk mereka bocor ke publik…”

Ajie mengangguk perlahan. “Mereka bakal berusaha nutup mulut gue.”

Melly tidak membantah.

Sunyi.

“Lo udah bilang polisi?” tanya Ajie.

“Polisi gak bakal ngerti. Mereka pikir lo pemicu kerusuhan,” jawab Melly datar. “Kalau lo gak bisa ngontrol kekuatan lo, mereka akan bilang lo berbahaya. Dan percayalah… bukan hukum yang akan ngejar lo.”

Ajie terdiam.

Ia duduk kembali. Pelipisnya berkeringat. Keringat yang entah kenapa… berubah warna sedikit—ungu dan biru bercampur.

“Ada cara buat nahan ini?” tanyanya lirih.

“Belum,” jawab Melly. “Tapi mungkin ada cara buat ngerti gimana kerjanya. Lo bilang tadi—tiap warna punya efek beda, kan?”

Ajie mengangguk. “Merah meledak. Hijau lengket. Kuning bikin benda kayak ngambang. Tapi kadang keluar sendiri. Kayak… nyambung ke emosi gue.”

“Kayak adrenalin,” Melly mengangguk. “Itu bisa jadi petunjuk.”

Ajie menatap lantai. “Gue takut, Mel.”

Melly diam sejenak, lalu berkata pelan. “Gue juga pernah takut, Jie. Tapi kadang… yang kita anggap kutukan, bisa jadi senjata.”

Ajie mendongak. “Senjata?”

Melly tersenyum kecil. “Cuma orang bengkel yang ngerti... bahwa kerusakan bisa dibetulin. Tapi kadang, harus lo bongkar semua dulu sebelum tahu mana bagian yang rusak.”

Ajie tersenyum lemah. “Masih filosofis banget lo.”

Melly tertawa kecil. Tapi lalu wajahnya kembali serius. “Gue nginep di hotel deket pasar. Besok pagi, lo ikut gue. Kita cari tahu bengkel itu dapet pasokan cat dari mana. Gue punya satu orang kontak yang bisa bantu.”

Ajie mengangguk pelan. Tapi hatinya tetap gelisah.

Dari luar, terdengar suara anak-anak bermain dan klakson ojek. Dunia di luar masih sama. Tapi di dalam rumah sempit itu, dunia Ajie baru saja berubah selamanya.

Dan ia belum tahu… betapa dalamnya lubang ini sebenarnya.

1
lalakon hirup
suka di saat tokoh utama nya banyak tingkah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!