Verrint adalah seorang gadis SMA yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui reuni bernama Izan. Tetapi Verrint tidak bisa bersama karena pria yang dia sukai telah mempunyai pacar. Verrint tiba-tiba menjadi teman baik dari pacar Izan. Agar menghindari kecurigaan, Verrint pura-pura pacaran dengan sahabatanya Dewo.
Akhirnya paca Izan tau jika Verrint dan Izan saling mencintai. Pacar Izan kecelakaan lalu meninggal. Izan menghilang, Dewo dan Verrint akhirnya resmi pacaran. Tiba-tiba Izan kembali dan mengutarakan isi hatinya pada Verrint.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nisa Fadlilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Sejak pulang dari sekolahnya Verrint berdiam diri di balkon rumahnya. Sepertinya saat ini Verrint ingin menenangkan dirinya setelah kejadian kemarin. Sejak di sekolah tadi Verrint tidak banyak bicara. Mungkin Verrint masih kaget dengan perlakuan Izan padanya.
Berbagai asumsi muncul di kepalanya, Verrint menerka-nerka apa sebab dari perlakuan Izan tersebut. Tapi, hati Verrint terasa teriris setelah mengingat kejadian itu lagi. Verrint merasa jika dirinya tidak berharga untuk Izan. Jika Izan bisa melakukan itu, berarti Izan hanya menganggap Verrint sebagai sebuah mainan. Tapi itu semua adalah terkaan Verrint yang belum tentu kebenarannya.
Perubahan sikap Izan bisa disebabkan oleh berbagai hal. Belakangan ini mungkin saja Izan mengalami suatu hal yang membuatnya menjadi berubah, dengan meninggalnya Mia misalnya. Atau apapun, bahkan bisa saja perubahan yang dialami oleh Izan karena rasa takut kehilangan Verrint.
Tapi Verrint tidak bisa membohongi hatinya kalau dia masih mencintai Izan. Bagaimana pun Izan, Verrint akan terus mencintainya karena hati Verrint telah terkunci rapat. Kunci hati Verrint hanya dipegang oleh Izan dan hanya Izan-lah yang bisa membukanya juga mengisinya.
***
Terdengar ketukan pintu dari luar rumah Verrint. Mbak Yunar yang berada di dapur pun langsung berjalan menuju pintu rumah Verrint. Mbak Yunar pun kemudian membuka pintu itu dan terlihat seorang laki-laki di balik pintu itu. “Siang mbak?” sapa laki-laki itu.
“Iya siang” tanya mbak Yunar.
“Irrintnya ada mbak?” tanya laki-laki itu.
“Ada, silahkan masuk!” jawab Mbak Yunar. “Irrint ada di balkon atas, kesana aja!” ucap mbak Yunar mempersilahkan.
Tanpa malu Izan pun berjalan menaiki anak tangga di dalam rumah Verrint. Izan celingukan mencari pintu menuju balkon rumah ini. Mata Izan tertuju pada satu pintu yang berada di sudut rumah ini. Izan pun berjalan mendekati pintu itu, kemudian Izan membukanya perlahan agar tidak mengagetkan seseorang di balik pintu itu. “Ehem...” Izan mendehem.
“Hei Wo.” Sapa Verrint tanpa melihat orang yang mendehem kepadanya.
“Ini Izan, Rint!” ucap Izan sedikit kecewa.
Verrint membalikkan tubuhnya dengan wajah kaget. “Kamu ngapain kesini lagi?” tanya Verrint tak ramah.
“Tenang Rint, aku kesini mau minta maaf sama kamu.”
“Aku gak butuh maaf kamu.”
“Please Rint, dengerin aku sekali ini aja!” pinta Izan.
“Apa lagi sih Zan? Gak cukup perlakuan kamu kemarin sama aku?”
“Rint, aku bener-bener nyesel sama kelakuan aku kemarin. Aku bener-bener gak sadar sama apa yang aku lakuin.” Ucap Izan mencoba menjelaskan. Izan kemudian berjalan perlahan menuju Verrint. “Rint, aku tau aku salah. Dan aku pengen memperbaiki itu. Kemarin aku sama sekali gak ada niat buat ngelakuin itu sama kamu.” Sambung Izan.
Verrint hanya terdiam, dan air matanya mengalir.
“Kalo aja ada cara buat ngembaliin semuanya normal lagi, aku bakal lakuin itu Rint.” Ucap Izan. “Please Rint, kasih tau aku apa yang harus aku lakuin supaya semuanya kembali normal!” pinta Izan.
“Jangan temuin aku lagi!” ucap Verrint.
“Apa?” tanya Izan. Izan kemudian terdiam setelah mendengar permintaan Verrint yang tidak mungkin dilakukannya. “Apa aku bener-bener harus lakuin itu?” tanya Izan berusaha meyakinkan Verrint.
“Mungkin.”
“Kenapa mungkin? Apa kamu gak yakin?” tanya Izan. “Kalo kamu emang gak mau ketemu sama aku lagi, kenapa jawaban kamu mungkin?” sambung Izan. “Apa kamu masih belum bisa ngelupain aku, dan takut gak ketemu aku lagi?”
Verrint terdiam, dia tidak bisa menjawab semua pertanyaan Izan.
“Aku juga sama Rint, aku gak bisa kehilangan kamu.” Ucap Izan seraya mengetahui isi hati Verrint. “Tolong Rint, tolong jujur sama aku dan hati kamu!” pinta Izan.
“Iya Zan, aku emang gak bisa kehilangan kamu.” Ucap Verrint penuh emosi.
“Terus kenapa kamu minta aku pergi dari kamu?”
“Aku gak mau ngelukain perasaan Dewo.”
“Dengan kamu ngebohong tentang perasaan kamu sama Dewo, itu udah nyakitin Dewo.”
Verrint kembali terdiam, dia bingung dengan hidupnya saat ini. “Tapi aku udah cukup tenang dengan kehidupan aku, itupun sebelum kemarin kamu dateng dan mengacaukan semuanya.” Ucap Verrint tiba-tiba.
“Maka itu Rint aku dateng sekarang untuk memperbaiki semuanya.”
Verrint terdiam dalam kegudahan hatinya. Di lain sisi Verrint tidak ingin menyakiti Dewo, tapi di sisi lain Verrint pun tidak ingin Izan pergi dari kehidupannya lagi. Verrint kembali meneteskan air matanya. Hatinya terasa sakit jika harus terus-menerus berbohong.
“Rint.” Panggil Izan sambil mengguncang tubuh Verrint untuk menyadarkan Verrint dari lamunannya. “Jujur sama aku Rint, sebenernya apa yang kamu rasain?” tanya Izan kemudian.
“Aku, aku bingung.” Jawab Verrint. “Aku gak tau harus ngomong apa sekarang.” Sambungnya.
“Aku ngerti Rint.” Ucap Izan sambil memeluk Verrint dengan hangat. “Aku ngerti kebimbangan hati kamu, aku juga sekarang gak akan maksa kamu.” Sambung Izan.
“Aku bener-bener bego, entah kenapa aku bisa nyimpen perasaan bertahun-tahun buat kamu.” Sesal Verrint dalam pelukan Izan. “Aku pengen banget ilangin perasaan ini, tapi entah kenapa rasanya susah banget.” Sambungnya sambil menangis. Verrint kemudian melepas pelukannya dari Izan, “Tapi aku gak mungkin ninggalin Dewo.” Ucap Verrint dengan air mata yang masih mengalir.
Izan hanya bisa terdiam mendengar ucapan Verrint. Izan tidak tahu harus senang atau sedih dengan ucapan Verrint itu. Tapi yang pasti Izan telah mengetahui perasaan Verrint yang sesungguhnya.
***
Sudah seminggu Dewo tidak menelpon dan mengunjungi rumah Verrint. Memang sih, dalam seminggu ini Dewo sedang sibuk latihan untuk pertandingan basketnya. Tapi sesibuk apapun Dewo pasti sempat untuk telpon atau WA, dan kali ini hal itu tidak terjadi. Verrint pun sebenarnya agak sedikit bingung dengan sikap Dewo, tapi Verrint tidak ambil pusing. Verrint hanya berusaha untuk mengerti kegiatan Dewo yang sibuk.
Di sekolah pun Verrint dan Dewo tak banyak bicara, bahkan bertemu muka langsung pun jarang. Yah bagaimana tidak, setiap ada waktu senggang pasti di pakai Dewo untuk berlatih. Bahkan waktu istirahat pun di pakai Dewo berlatih seorang diri. Dewo melakukan itu mungkin untuk menjaga nama ketua tim basket yang disandangnya pada saat pertandingan nanti.
“Wo...” panggil Verrint dari pinggir lapangan basket.
Dewo menoleh.
“Istirahat dulu!” ucap Verrint.
“Ntar aja, nanggung.” Jawab Dewo datar.
Verrint kemudian menghampiri Dewo di tengah lapangan basket. Verrint pun lalu memandangi Dewo dengan seksama. “Kamu gak cape latihan terus?” tanya Verrint.
Dewo tak menjawab dan hanya mendribel bola dan melemparnya ke ring.
Dengan cepat Verrint mengambil bola yang baru saja masuk ring. “Kamu gak cape?” tanyanya sekali lagi.
“Bola!” pinta Dewo.
Verrint kemudian menyembunyikan bola itu di belakang tubuhnya. “Aku ngerti Wo pertandingan bentar lagi, tapi kamu gak harus latihan sampe kayak gini kan.” Ucap Verrint.
“Bolanya Rint!” pinta Dewo lagi tanpa menghiraukan ucapan Verrint.
“Ya ampun Wo, badan kamu tuh udah basah sama keringet. Kalo kamu latihan sampe kayak gini, di pertandingan nanti kamu bakalan kehabisan tenaga Wo.” Ucap Verrint lagi.
“Kamu tau apa sih soal pertandingan?” bentak Dewo. “Meningan kamu pergi deh sekarang, gak usah ganggu aku latihan lagi!” sambungnya.
Verrint tercengang mendengar ucapan tadi dari mulut Dewo. Verrint benar-benar kaget, selama ini Dewo tidak pernah membentak Verrint, tapi hari ini Dewo benar-benar berbeda. Dengan perasaan yang bingung dan sedikit kesal Verrint akhirnya meninggalkan Dewo di lapangan basket. Verrint benar-benar tidak percaya, Dewo yang selama ini baik dan selalu menghargai perempuan bisa berbuat seperti itu. Apa mungkin Dewo seperti itu hanya karena ingin fokus pada pertandingannya? Verrint merasa Dewo berubah bukan karena pertandingan, tapi karena sebab lain.
***