Setiap perempuan yang berstatus seorang istri pasti menginginkan dan mendambakan memiliki seorang keturunan itu hal yang wajar dan masuk akal.
Mereka pasti bahagia dan antusias menantikan kelahirannya, tetapi bagaimana jadinya kalau seorang anak remaja yang berusia 19 tahun yang statusnya masih seorang gadis perawan hamil tanpa suami??
Fanya Nadira Azzahrah dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Dia harus memilih antara masa depannya ataukah kehidupan dan keselamatan kedua saudaranya.
Apakah Caca bersedia hamil anak pewaris Imran Yazid Khan ataukah harus melihat kakaknya mendekam dalam penjara dan adiknya meninggal dunia karena tidak segera dioperasi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18
Bu Maryam sampai tidak sadar majalah yang dibacanya terlepas dari dalam genggaman tangannya saking kagetnya melihat penampilan baru Caca.
“Subhanallah cantiknya,” ucapnya Maryam yang mengagumi kecantikan paripurna wajahnya Caca.
Rendy dan David pun mengalami hal yang sama keduanya sama-sama terbelalak melihat seorang perempuan muda yang berjalan ke arahnya dengan penampilan bak model pakaian hamil yang tersipu malu-malu.
“Allahu Akbar, Dek Caca kamu cantik banget,” pujinya Rendy yang akhirnya kali ini bisa terlihat mimik wajah bahagianya meskipun terlihat masih sangat samar-samar.
“Masya Allah, Mbak Caca cantik banget, geulis pisan ae,” ceplosnya David yang tanpa ragu mengutarakan pujiannya ketika Caca berjalan ke arah mereka.
“Makasih banyak jadi malu-malu karena kalian memujiku padahal aku biasa saja,” ucapnya Caca yang merendah.
Bu Maryam sudah bangun dari posisi duduknya di atas sofa yang tatapan matanya masih tertuju kepada Caca dan malah semakin intens. Andaikan Bu Maryam adalah seorang pria orang-orang sudah pasti menyangka tua-tua keladi yang jatuh cinta kepada gadis belia.
“Aku yakin cucu kembarku kelak kecantikanmu akan menurun kepada mereka,” ujarnya Bu Maryam.
“Ayah biologisnya juga ganteng Nyonya Besar, jadi mereka pasti akan melahirkan anak kembar yang good looking pastinya,” celetuk David.
“Wajarlah kalau kelak penerus Tuan Yazid Khan memiliki bibit unggul karena memang cetakannya bagus-bagus,” ceplos Rendy.
“Tuan Muda Imran tidak salah memilihmu menjadi ibu dari anak-anaknya kalau dengan nyonya Selina mah aku nggak yakin,” ucapnya David lagi yang baru kali ini cerewet dan banyak berkomentar.
Caca semakin nampak berseri-seri karena segala pujian yang diberikan oleh orang-orang khusus untuknya.
“Pantesan anak nakal itu tergila-gila kepadanya karena memang secantik ini gadis kecil yang memilih menjadi ibu pengganti dan rela berkorban demi keselamatan saudaranya, selain cantik hatinya juga seputih kapas,” pujinya Bu Maryam.
Rendy berjalan ke arah Caca,” Dek, kamu sangat cantik. Pasti suatu saat nanti setelah kamu menyelesaikan pekerjaanmu bakalan banyak pria yang akan mengantri dan mengharapkan cintamu. Jadi jangan pernah berfikir menjadi surrogate mother akan membatasi kesempatan untuk kamu bahagia.”
“Nggak percaya diri banget Mas kalau gue ini cantik. Gue kan nggak pernah perawatan sebelumnya. Perawatan pertama kalinya itu beberapa bulan lalu waktu Mas belikan pakaian dan juga perlengkapan make-up bagus pula. Lagian boro-boro mau beli parfum saja sulit apalagi beli make up yang harganya mencekik leher,” ucapnya Caca yang dibarengi dengan candaan.
“Tidak banyak perempuan muda seusianya mengorbankan masa muda dan masa depannya demi kebahagiaan saudara-saudaranya, Emir pilihanmu. sangat tepat karena mencintai perempuan yang berhati mulia,” batinnya Bu Maryam.
Setelah dari salon mereka kembali melanjutkan perjalanannya ke suatu tempat, tapi tiba-tiba di tengah jalan Bu Maryam meminta David mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit swasta ibu dan anak.
Hal itu yang membuat Caca dan Rendy kalang kabut gelagapan memutar otak mencari cara dan alasan untuk menolak dan mencegahnya.
“David, kita ke rumah sakit yang ada di depan sana!” Titahnya Bu Maryam.
“Siap Nyonya Besar Maryam,” balasannya David.
“Nyo-nya untuk apa ke rumah sakit? Siapa yang sakit?” Tanyanya Caca gagap.
“Betul itu Nyonya Besar, siapa yang sakit?” Tanyanya Rendy yang tubuhnya sudah panas dingin takut rahasianya terbongkar.
“Alhamdulillah tidak ada yang sakit kok aku hanya ingin mengecek kondisi calon cucu kembarku. Aku ingin melihat apa mereka baik-baik saja di dalam sana,” ujarnya Bu Maryam.
Caca salah tingkah sampai-sampai belepotan ketika berbicara, “Pe-rik-sa! Nggak perlu Nyonya repot-repot karena a-ku ba-ru dua hari yang lalu dari kontrol dan jadwal kontrolnya itu tanggal 20 bulan depan, Nyonya,” ujarnya Caca yang berusaha menolak keras keinginannya Bu Maryam meskipun harus gagap ketika berbicara.
Peluh keringat terlihat mengalir di kening dan pelipisnya Caca dan Rendy. Tubuh mereka menegang dan gemetaran karena khawatir jika apa yang mereka sembunyikan akan ketahuan.
“Benar sekali Nyonya Besar Maryam, Caca sudah beberapa kali memeriksakan kondisi kesehatannya calon penerus keluarganya Nyonya. Katanya dokter Alhamdulillah mereka dalam kondisi yang baik-baik saja. Apalagi Caca konsumsi makanan yang mengandung banyak vitamin dan gizi serta sumber mineral yang sangat bagus untuk ibu hamil,” sahut Rendy yang berusaha meyakinkan bu Maryam agar tidak curiga dengan penolakan mereka.
Caca sudah panas dingin ketakutan, wajahnya seketika pucat pasi. Keringat sebesar biji kacang hijau terlihat mengalir di atas alisnya hingga membasahi alisnya. Tubuh dan tangannya sampai tremor memegang ponselnya sambil mulutnya komat-kamit merafalkan doa-doa keselamatan.
“Ya Allah, bisa gawat kalau sampai nyonya besar mengetahui kalau gue hamil anak kembar tiga sekaligus. Ya Allah jangan biarkan mereka mengetahui rahasia besarku. Aku nggak ingin anak cewekku mereka buang dan telantarkan,” batinnya Caca yang was-was.
“Mama itu penasaran pengen lihat mereka. Kamu tau kan Selina dan Imran sudah hampir enam tahun menikah tapi, belum memberikan Mama cucu seorang pun. Jadi Mama itu eksaitik dan sangat antusias untuk bertemu dengan mereka walaupun hanya lewat komputer saja,” bujuknya Bu Maryam.
“Aku sangat memaklumi dan mengerti dengan keadaannya Nyonya Besar, tapi kata dokter kalau memang ada problem atau keluhan barulah kembali ke sana untuk mengecek kesehatan kami bertiga. Insha Allah, bulan depan kita bisa kembali memeriksakan kandunganku, nggak apa-apa kan Nyonya,” bujuknya Caca yang nampak berusaha untuk menguasai diri dan emosinya.
Caca berusaha untuk terlihat santai dan nyaman agar orang-orang tidak curiga kepadanya. Ia sudah dibuat pusing setengah hidup mendengar permintaannya Bu Maryam.
Disatu sisi adalah mempertaruhkan rahasia besarnya yang bisa terbongkar tidak menutup kemungkinan dan disisi lain, dia sangat tidak tega mengecewakan wanita yang sudah dianggap sebagai pengganti ibu kandungnya sendiri.
“Ya Allah, tolonglah kami dari situasi dan kondisi yang sangat sulit ini. Aku akui mungkin sudah egois karena berbohong dan menutupi kenyataan itu dari mereka keluarga kandung calon bayiku. Tetapi, hanya ini yang bisa aku lakukan agar anak cewek kami bisa hidup dengan baik daripada nyonya Selina membuangnya dan mungkin akan melenyapkan anakku itu nggak mungkin aku ijinkan dan biarkan terjadi,” Caca membatin sambil memainkan ujung baju yang dipakainya.
Apa yang dialami oleh Caca tidak jauh berbeda dengan Rendy yang gelisah di tempat duduknya, tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk menutupi kegugupan, ketakutan dan kecemasan berlebihnya.
“Mampus deh kalau sampai nyonya besar mengetahui kebohongan kami. Bisa-bisa nasib dan masa depannya Caca dipertaruhkan kalau apa yang kami tutupi diketahui oleh mereka semua,” monolog Rendy.
“Ren! Lo baik-baik saja kan?” Tanyanya David yang melihat gelagat aneh yang diperlihatkan oleh Rendy.
“Gue baik-baik saja kok cuman kayaknya gue butuh mampir sebentar ke toilet umum,” kilahnya Rendy yang sengaja berbicara seperti itu untuk mengulur-ulur waktu.
“Nyonya sepertinya Rendy butuh waktu untuk singgah ke toilet umum kebetulan di depan sana ada SPBU,” ucap David.
Rendy berpura-pura tampak seperti orang yang kebelet ingin buang air kecil. Dia merutuki keputusannya karena kembali harus berbohong.
Tetapi demi kebaikan dan masa depan gadis yang sudah dianggap adik kandungnya sendiri sehingga mau tidak mau harus dan wajib ikhlas melakukannya.
“Baiklah kalau begitu kita antar terlebih dahulu Rendy, setelah itu ke rumah sakit kalau masih sempat karena sudah magrib calon cucuku juga belum makan,” tuturnya Bu Maryam.
Caca bisa sedikit bernafas lega karena Rendy berhasil mengulur waktu untuk sementara. Entah bagaimana empat bulan yang tersisa karena usia kandungannya Caca baru lima bulan.
David mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi karena melihat Rendy yang wajahnya memerah menahan sesuatu. Sehingga hanya butuh waktu sekitar kurang lebih lima belas menit, mereka sudah sampai di pom bensin terdekat.
Setelah sampai, tanpa menunggu lama Rendy cepat-cepat turun dari mobilnya dan berlari mencari keberadaan toilet umum.
“Moga saja kali ini siasat kami berhasil. Untungnya Pak Imran dilarang oleh istrinya nyonya Elina setiap kali ingin menemani Caca memeriksakan kandungannya, kalau tidak semakin banyak kebohongan yang terpaksa kami katakan untuk mengelabui mereka.”
Rendy duduk di atas closed tanpa melakukan apapun hingga sekitar dua puluh menit di dalam sana.
Beberapa orang sudah marah-marah karena Rendy yang sudah lama masuk kedalam kamar mandi umum,tak kunjung keluar.
Tok… tok..
Seseorang menggedor-gedor pintu toilet umum itu.
“Pak! Cepat dong anakku sudah nggak tahan mau pup,” teriak seorang ibu-ibu sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.
“Iya Pak kami juga sudah lama mau pipis! Masa kami harus kencing di celana Pak,” kesalnya seorang anak muda sambil memegangi bagian terbawah nya karena sudah tak tahan ingin buang hajat.
Rendy keluar dari dalam kamar mandi dan tanpa sepatah katapun langsung ngacir terbirit-birit meninggalkan toilet umum.
Sedangkan di dalam mobil, semuanya sudah nampak gelisah menunggu kepulangan Rendy yang sudah hampir setengah jam belum balik.
“Astaghfirullahaladzim apa yang terjadi kepada Rendy? Apa jangan-jangan dia sakit gara-gara menahan buang air kecilnya yah,” terka Bu Maryam yang mengkhawatirkan kondisinya Rendy dan melupakan niat dan rencana awalnya untuk ke rumah sakit.
Caca bisa memiliki waktu untuk tenang dalam kondisi seperti itu karena Rendy berhasil menjalankan rencananya. Dia ingin tertawa terbahak-bahak membayangkan Rendy yang dikira kebelet buang air besar malah hanya berakting saja.
“Mungkin saja kami sudah banyak dosa karena kembali berbohong demi masa depan bayiku. Maafkan kami nyonya besar sudah membohongi kalian semua.” monolog Caca.
Caca melap keringatnya yang bercucuran membasahi wajahnya itu yang tadi gelisah dan tidak tenang di tempatnya. Untungnya Rendy dan Caca jago akting sehingga bisa menutupi kegugupannya dengan sandiwara yang mereka perankan cukup apik.
Bu Maryam berulang-ulang menghela nafasnya dengan perlahan karena Rendy tak kunjung datang sedangkan sudah pukul tujuh malam. Waktu shalat magrib pun sudah berlalu beberapa menit yang lalu.
Akhirnya Bu Maryam memutuskan untuk menunda dan membatalkan rencana ke rumah sakit untuk menemui dokter obgyn. Dokter yang menangani kesehatan Caca selama hamil anaknya Imran program bayi tabungnya.
“Sudah malam, waktu praktek dokter juga sudah tutup sebaiknya kita tunda sampai bulan depan saja,” ucapnya bi Maryam yang terlihat raut wajah sendu dan kecewanya.
Rendy dan Caca berbarengan mengucap syukur,” Alhamdulillah.”
Bu Maryam melirik ke arah keduanya secara bergantian karena tiba-tiba mereka kompak mengucap syukur. Caca dan Rendy salah tingkah dan reflek menolehkan kepala mereka ke arah lain.
Caca menepuk-nepuk bibirnya yang keceplosan,” astaga dragon! Kenapa ini mulut ngga ke kontrol sih,” rutuknya Caca dalam hati.
“OMG! Moga-moga nyonya nggak curiga dengan sikap kami,” cicitnya Rendy.