Dalam menimba ilmu kanuragan Getot darjo memang sangat lamban. Ini dikarenakan ia mempunyai struktur tulang yang amburadul. hingga tak ada satupun ahli silat yang mau menjadi gurunya.
Belum lagi sifatnya yang suka bikin rusuh. maka hampir semua pesilat aliran putih menjauh dikala ia ingin menimba ilmu kanuragan.
Padahal ia adalah seorang anak pendekar yang harum namanya. tapi sepertinya pepatah yang berlaku baginya adalah buah jatuh sangat jauh dari pohonnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ihsan halomoan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Getot Yang Perkasa
Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Semenjak Getot jatuh dari jurang, lalu dihidupkan kembali oleh Ki Amuraka, kemudian berlatih keras di dalam gua, sudah hampir setahun lamanya ia menjalani kehidupan baru.
Getot yang sekarang bukanlah Getot yang setahun lalu. Dahulu, ia hanyalah seorang pemuda biasa yang belum memiliki ilmu kanuragan sedikit pun. Bahkan, tak ada yang mau mengajarinya karena perangainya yang buruk dan keras kepala.
Tapi kini, segalanya telah berubah. Tanpa ia sadari sepenuhnya, Getot telah menjadi seorang pendekar beraliran ilmu hitam. Kekuatan yang ia kembangkan, cara ia memanggil dan mengendalikan entitas lain, semua itu adalah ciri khas ilmu hitam.
Ini adalah ironi yang tajam, karena kedua orang tuanya, Pendekar Rancawangi, adalah sosok pendekar ternama yang beraliran putih, menjunjung tinggi kebaikan dan keadilan. Getot bagai buah yang jatuh makin jauh dari pohonnya, mengukir jalannya sendiri di kegelapan.
Ia mungkin belum menyadarinya sekarang, namun seiring waktu, ia pasti akan merasakan perubahan dalam dirinya, sebuah aura yang berbeda, yang membedakannya dari cahaya putih orang tuanya.
Pada hari itu, Udhet tampak ingin bersenang-senang. Mungkin bosan dengan rutinitas latihan yang monoton. Udhet menggeram, suaranya berat dan bernada perintah.
"Grokk grokk! Grokk!"
Getot mengernyitkan dahi. "Apa katamu, Udhet? Kamu mau aku membeli tuak? Yang banyak? Berapa?"
"Grokk! Grokk grokk!" Udhet menggeram lagi, kali ini disusul dengan anggukan kepala yang jelas.
Getot menghitung dengan jarinya. "Sepuluh? Sepuluh kendi tuak? Astaga, Udhet! Kamu mau mabuk-mabukan sampai teler, ya?" Getot menggelengkan kepala, namun senyum lebar tiba-tiba terukir di wajahnya. Ide itu ternyata sangat menarik baginya. "Tuak... di kedai Sudarmin... Hmm!"
Rencana Udhet tak hanya menyenangkan Udhet, tetapi juga Getot. Selain akan membeli tuak di kedai Sudarmin, Getot juga memiliki rencana lain yang telah lama terpendam di benaknya. Bayangkan Hampir setahun dia tak pernah menjamah seorang gadis pun. Padahal dulu sewaktu ia masih punya banyak uang, tiada hari tanpa Erangan gadis cantik.
"Dan pastinya..." Getot menyeringai, "Aku juga berencana untuk menyewa gadis cantik pelayan di kedai tuak itu, hahaha!"
Tanpa membuang waktu, Getot menyiapkan diri. Ia meninggalkan Udhet di dalam gua, berjanji akan segera kembali membawa tuak dan cerita-cerita seru. Lewat pintu rahasia, Ia berjalan kaki menuju desa terdekat, melewati jalan setapak yang biasa ia lalui.
Suasana desa ramai seperti biasa, namun kini, Getot merasa ada yang berbeda dalam dirinya. Ia berjalan dengan langkah yang lebih pasti, auranya terasa lebih kuat, meski ia sendiri belum sepenuhnya menyadarinya.
Setelah sampai di kedai Sudarmin, Getot memesan sepuluh kendi tuak seperti yang diminta Udhet. Kemudian, dengan senyum ramah yang agak dibuat-buat, ia bertanya kepada pemilik kedai tentang para pelayan wanita yang biasanya menghibur pengunjung.
"Pak Sudarmin, apakah para gadis cantik ada di sini malam ini?" tanya Getot, mencoba terdengar santai.
Pak Sudarmin tersenyum. "Tentu saja, Nak Getot. Ada beberapa gadis yang siap menemanimu bersenang-senang."
Getot pun memilih salah satu gadis yang paling menarik perhatiannya. Ia membawa gadis itu ke sebuah bilik pribadi di belakang kedai, penuh antusias. Namun, ada hal yang membuat Getot kebingungan. Saat ia berusaha mencapai puncak kenikmatan, ia merasa tenaganya seakan berlipat-lipat.
Ia mengeluarkan seluruh kemampuannya, mengerahkan tenaga seperti saat berlatih ilmu kanuragan, hingga gadis itu mencapai puncak kenikmatan berulang kali, terengah-engah dan kelelahan. Namun, Getot sendiri masih belum bisa meraihnya.
"Kenapa ini?" batin Getot frustrasi. Ia merasa energinya meluap, seolah tak ada habisnya. Ia mencoba lagi dan lagi dengan gadis itu, namun hasilnya tetap sama. Gadis itu sudah kelelahan, sementara Getot masih merasa penuh tenaga.
Akhirnya, dengan sedikit rasa malu namun juga penasaran, Getot kembali ke Pak Sudarmin. "Pak, rasanya... satu tidak cukup," katanya canggung. "Apakah saya bisa menyewa... empat gadis lagi?"
Pak Sudarmin tersenyum maklum. "Tentu saja, Nak Getot. Kamu memang perkasa!"
Getot pun kembali ke bilik bersama empat gadis cantik sekaligus. Ia mencoba menguras tenaganya dengan mereka. Dan kali ini, barulah ia bisa mencapai puncak kenikmatan. Kelima gadis itu, yang tadinya kelelahan, tampak kagum dengan keperkasaan Getot. Mereka saling berbisik, memuji daya tahan dan kekuatan Getot yang luar biasa.
"Anda sungguh luar biasa, Tuan Darjo!" kata salah satu gadis, tersenyum genit.
"Kami belum pernah bertemu pria sekuat kamu," tambah yang lain, matanya berbinar.
"Datanglah lagi lain waktu, Tuan!" undang mereka serentak, membuat Getot tersenyum bangga.
Getot merasa puas, meski ada sedikit keheranan dalam dirinya. Ia tidak tahu apakah ini efek dari ilmu-ilmu yang ia pelajari, atau memang ia memiliki stamina luar biasa. Ia hanya tahu bahwa ia telah menguasai malam itu.
Dengan tubuh yang terasa lebih ringan dan pikiran yang lebih jernih, Getot membawa pulang sepuluh kendi tuak untuk Udhet, siap untuk menceritakan petualangannya yang tak terduga.
Namun, kesenangan Getot tak bertahan lama. Di tengah perjalanan pulang, saat pagi mulai menyingsing dan ia melangkah sendirian melintasi hutan, sebuah sosok tegap muncul dari balik pepohonan, menghadang jalannya.
Itu adalah seorang lelaki berwajah sangar, dengan tubuh kekar dan dada berbulu lebat yang menyembul dari balik pakaian pendekar serba hitamnya. Cambang dan kumisnya pun tumbuh lebat, melintang garang di wajahnya.
"Hentikan langkahmu, bocah!" geram lelaki itu, suaranya berat dan kasar. "Tuak yang banyak itu, dan keping-keping emasmu, serahkan padaku!"
Getot menghentikan langkah, keningnya berkerut. Ia melihat sekeliling, namun hutan tampak sepi, hanya ada mereka berdua. Lelaki itu ternyata telah mengawasinya semenjak ia berada di Kedai Tuak Sudarmin, lalu mengikutinya diam-diam sampai ke tengah hutan yang sunyi ini, menunggu waktu yang tepat untuk beraksi.
"Enak saja. Kau pikir tuak dan emas ini punya moyangmu? Sontoloyo kau. Kalau kau berani. Langkahi dulu mayatku...!!" Tantang Getot
Lelaki itu tertawa mengejek. "Hahaha! Bocah ingusan sepertimu berani menantangku? Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi!"
"Aku tidak peduli kau siapa!" balas Getot, nada suaranya berubah dingin. "Tuak ini untuk temanku, dan emas ini... hasil jerih payahku. Kau tidak akan mendapatkannya!"
Melihat keberanian Getot yang tak terduga, senyum lelaki itu memudar, digantikan ekspresi terkejut dan sedikit marah. "Berani sekali kau! Akan kuajari kau sopan santun!"
Lelaki kekar itu langsung memasang kuda-kuda, siap menerkam. Namun, pada saat itulah, Getot merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah sensasi familier menyeruak dalam dirinya saat ia melihat kuda-kuda lawan. Gerakan itu... sangat mirip dengan Jurus Tapal Bantam miliknya. Ada kemiripan yang mencolok dalam posisi kaki, cara tubuh merendah, dan keseimbangan yang ditunjukkan.
"Tunggu," Getot bergumam, matanya menyipit. "Kuda-kuda itu... tidak mungkin!"
Lelaki itu mengira Getot ketakutan. "Kenapa? Terkejut melihat teknikku? Ini adalah jurus dasar dari perguruan kami, bocah!"
"Perguruan?" Getot mengulang, pikirannya berputar. "Siapa kamu sebenarnya? Dan kenapa kuda-kudamu mirip dengan jurus yang aku pelajari?"
"Kau tidak perlu tahu banyak, bocah!" Lelaki itu menjawab dengan kasar, lalu tanpa peringatan melesat maju, melayangkan tinju yang kuat ke arah Getot.
Getot dengan sigap menghindar, sambil tetap memperhatikan setiap gerakan lawannya. Semakin lelaki itu bergerak, semakin jelas kemiripan Jurus Tapal Bantam yang ia lihat.
Pertarungan pun tak terhindarkan. Getot harus mencari tahu lebih banyak, dan ia akan menggunakan semua ilmunya untuk memaksa lelaki itu berbicara.