Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan dan Kehidupan Baru
Dalam perjalanan menuju kediaman keluarga Siegfried, para orang tua larut dalam obrolan hangat mereka, mengenang masa-masa ketika mereka masih menjadi tim petualang. Seraphina, Liliane, dan Heinrich dulu adalah trio yang tak terkalahkan, menghadapi berbagai bahaya bersama dan mengukir nama mereka dalam sejarah petualang. Tawa dan nostalgia memenuhi udara di dalam kereta kuda, membuat perjalanan terasa lebih singkat.
Di sisi lain, suasana di antara Anastasia dan August terasa jauh lebih canggung. Ini adalah kali kedua mereka bertemu, tetapi mereka masih belum terbiasa satu sama lain. August, yang sejak kecil tumbuh di lingkungan bangsawan, tidak pernah banyak berinteraksi dengan demi-human. Sementara itu, Anastasia—atau lebih tepatnya, jiwa Günther Lütjens yang kini berada dalam tubuh gadis kecil—masih berusaha menyesuaikan diri dengan realitas barunya.
Sebagai mantan laksamana yang terbiasa dengan komando dan strategi perang, menghadapi seorang anak kecil justru terasa lebih sulit daripada menghadapi armada musuh. Dalam pikirannya, ia mencoba menganalisis situasi, tetapi pada akhirnya hanya bisa duduk diam, menatap ke luar jendela.
August, yang tidak tahan dengan keheningan, akhirnya mencoba membuka percakapan. "Jadi... kau sering bermain di desa?" tanyanya.
Anastasia menoleh pelan, sedikit terkejut. Ia tidak terbiasa dengan obrolan ringan seperti ini. Setelah beberapa detik berpikir, ia akhirnya mengangguk singkat. "Kadang-kadang."
August tampak lega karena mendapat respons. "Aku jarang ke desa, tapi kalau ada festival, aku ingin pergi. Katanya ada banyak makanan enak dan permainan seru."
Anastasia tidak segera merespons, tetapi ekornya yang berbulu lembut sedikit berkibas, menunjukkan bahwa ia mendengarkan.
Tak lama kemudian, kereta akhirnya tiba di kediaman keluarga Siegfried—sebuah rumah besar bergaya klasik dengan taman yang luas dan gerbang besi tinggi. Para pelayan sudah berjajar rapi di depan pintu utama, menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang kembali, Tuan Heinrich, Nyonya Liliane, dan Nyonya Seraphina," ucap kepala pelayan dengan penuh hormat.
"Terima kasih," jawab Heinrich sambil turun dari kereta kuda, kemudian membantu kedua istrinya.
August melompat turun lebih dulu, lalu menoleh ke arah Anastasia yang masih ragu untuk keluar.
Melihat itu, August mengulurkan tangannya. "Mau kubantu?" tanyanya dengan ramah.
Anastasia menatap tangan itu sebentar, sedikit ragu. Namun, setelah beberapa detik, ia akhirnya menerima uluran tangan August dan turun dengan hati-hati. Begitu kakinya menyentuh tanah, ia segera melepaskan genggamannya, masih merasa canggung.
Setelah masuk ke dalam, makan siang telah disiapkan di ruang makan utama. Berbagai hidangan lezat tersaji di atas meja panjang.
Suasana makan siang terasa hangat, terutama dengan tawa para orang tua yang terus membicarakan petualangan masa lalu mereka.
Anastasia, yang terbiasa makan sederhana di desa, merasa sedikit tidak nyaman dengan etiket makan bangsawan yang begitu teratur. Namun, ia tetap berusaha menyesuaikan diri, mencoba mengingat kembali bagaimana caranya menghadapi situasi seperti ini. August, yang duduk di sebelahnya, sesekali melirik ke arahnya, ingin memastikan gadis itu merasa nyaman.
Setelah makan siang selesai, Liliane tersenyum ke arah Anastasia. "Ana, bagaimana kalau kau dan August bermain di halaman belakang? Cuacanya sedang bagus."
Anastasia menatap Seraphina seolah meminta izin. Ibunya mengangguk kecil. "Pergilah. Ibu ingin berbincang sebentar dengan ayahmu."
Anastasia akhirnya berdiri, diikuti oleh August. Mereka berjalan menuju halaman belakang, di mana hamparan rumput hijau dan pepohonan rindang menciptakan suasana yang tenang dan nyaman.
Namun, saat mereka tiba di taman, Anastasia tiba-tiba merasa tidak tahu harus berbuat apa.
"Bagaimana cara bermain dengan anak kecil?"
Sebagai mantan laksamana yang terbiasa mengatur strategi perang, interaksi sosial dengan anak-anak bukanlah keahliannya. Ia mengamati August sebentar, mencoba mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan.
August, yang menyadari Anastasia hanya berdiri diam, akhirnya mengambil inisiatif. "Mau bermain kejar-kejaran?" tanyanya dengan antusias.
Anastasia terdiam sejenak. Bermain? Ia tidak pernah membayangkan dirinya—seorang mantan laksamana—melakukan hal semacam itu. Namun, melihat August yang terlihat bersemangat, ia akhirnya mengangguk pelan.
"Baiklah," katanya singkat.
August tersenyum senang. "Kalau begitu, aku yang jadi pengejar dulu!"
Tanpa menunggu jawaban, August langsung berlari ke arah Anastasia. Refleks seorang prajurit membuatnya melompat ke samping dengan lincah, menghindari tangkapan August.
August tertegun. "Wow! Kau cepat sekali!"
Anastasia menyadari dirinya terlalu serius menghindar, jadi kali ini ia sengaja memperlambat gerakannya. August akhirnya berhasil menyentuhnya, dan sekarang giliran Anastasia yang mengejar.
Meskipun awalnya ragu, Anastasia mulai menikmati permainan itu. Ia berlari dengan ringan, sesekali menggerakkan ekornya secara refleks. Melihat itu, August menatapnya dengan mata berbinar.
"Telinga dan ekormu bisa bergerak sendiri?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.
Anastasia menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "...Tentu saja."
"Hebat! Bisa kau gerakkan lagi?"
Anastasia sedikit ragu, tetapi karena sudah mulai nyaman, ia akhirnya menggerakkan telinganya ke arah yang berbeda, membuat August tertawa.
"Kau seperti kucing sungguhan!" katanya dengan gembira.
Anastasia, yang biasanya pendiam, tidak bisa menahan senyum tipis. "Aku memang setengah kucing."
Seiring berjalannya waktu, kecanggungan di antara mereka perlahan menghilang. August mulai lebih banyak berbicara, dan meskipun Anastasia tetap pendiam, ia mulai lebih aktif mendengarkan dan merespons.
Dari kejauhan, Seraphina dan Liliane mengamati mereka dengan tersenyum lega.
"Sepertinya mereka akhirnya bisa akrab," ujar Liliane.
Seraphina mengangguk. "Ya, aku senang melihatnya. Aku harap mereka bisa saling menjaga di masa depan."
Heinrich, yang berdiri di dekat mereka, hanya tersenyum kecil. "Anak-anak memang lebih cepat beradaptasi daripada yang kita kira."
Anastasia, yang sebelumnya merasa asing di tempat ini, kini mulai merasa sedikit lebih nyaman. Mungkin, dunia barunya ini tidak seburuk yang ia kira.
Setelah merasa lelah bermain, August dan Anastasia kembali ke dalam rumah. Tubuh mereka dipenuhi debu dan keringat akibat berlarian di taman seharian. Para pelayan langsung menyiapkan air hangat untuk mandi.
Saat air menyentuh kulitnya, Anastasia menghela napas panjang.
"Aku benar-benar sudah menjadi anak kecil..." pikirnya sambil menatap bayangannya di permukaan air. Telinga dan ekornya masih terasa asing baginya, tetapi ia tahu bahwa cepat atau lambat, ia harus terbiasa.
Setelah mandi dan mengenakan pakaian bersih, Anastasia berjalan menuju ruang makan bersama August. Di sana, ayah mereka, Heinrich, serta kedua ibu mereka, Seraphina dan Liliane, sudah menunggu.
“Hei, bagaimana hari kalian?” tanya Heinrich dengan suara hangat.
August dengan semangat menjawab, “Seru, Ayah! Anastasia ternyata sangat cepat berlari. Dia bahkan bisa melompat tinggi ke atas pohon!”
Liliane tersenyum sambil melirik Anastasia. “Benarkah? Sepertinya dia mewarisi kelincahan ibunya.”
Seraphina tertawa kecil. “Tentu saja! Anak dari petualang S-rank sepertiku pasti punya bakat alami.”
Anastasia hanya tersenyum kecil dan mulai menyendok makanannya. Ia masih belum terbiasa dengan interaksi semacam ini. Keluarga yang harmonis, meja makan yang dipenuhi kehangatan—semua ini terasa begitu asing baginya.
"Dulu, aku hanya mengenal ruang rapat strategis, suara tembakan, dan lautan yang luas... Sekarang, aku duduk di meja makan sebagai seorang anak kecil?"
Saat Anastasia terdiam dalam pikirannya, August menatapnya dengan penasaran. “Kenapa kau diam saja?” tanyanya.
Anastasia tersentak dari lamunannya. “Ah... tidak apa-apa.”
Seraphina menatapnya lembut. “Kalau kau lelah, setelah makan, langsung tidur, ya.”
Anastasia mengangguk.
Setelah makan malam selesai, August dan Anastasia pergi ke kamar mereka. Ruangan itu cukup luas dengan dua tempat tidur kecil di sudut-sudutnya. Ada rak buku, meja belajar, serta jendela besar yang menghadap ke taman belakang.
August merebahkan diri di tempat tidurnya. “Hari ini menyenangkan. Aku harap kita bisa bermain lagi besok.”
Anastasia duduk di tepi tempat tidurnya sendiri, memandang langit malam dari jendela. “Aku... juga berpikir begitu.”
August menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. “Benarkah? Aku kira kau tidak menyukaiku.”
Anastasia terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Aku hanya... belum terbiasa.”
August tersenyum kecil. “Kalau begitu, ayo berteman mulai sekarang!”
Anastasia menatapnya, lalu mengangguk. “Baiklah.”
August tertawa kecil. “Selamat malam, kak Ana.”
“Selamat malam, August.”
Lampu kamar dipadamkan, dan keheningan menyelimuti ruangan.
Di dalam kegelapan, Anastasia menatap langit-langit kamar.
"Jadi... beginilah rasanya memiliki keluarga?"
Baginya, kehidupan seperti ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dulu, ketika masih menjadi seorang laksamana, ia selalu pergi bertugas, meninggalkan anak dan istrinya. Berbulan-bulan ia berlayar, terombang-ambing di lautan luas, bertempur tanpa henti. Namun, sekarang, di dunia baru ini, dalam tubuh yang berbeda, ia memiliki kesempatan untuk menjalani hidup yang baru.
"Aku akan berusaha menyesuaikan diri."
Dengan tekad baru dalam hatinya, Anastasia perlahan memejamkan mata dan membiarkan dirinya terlelap dalam kehangatan keluarga barunya.