Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Asing
Keesokan harinya.
Dominic masih saja bersikap sama dinginnya seperti malam sebelumnya. Dia makan pagi sendirian, membaca koran, dan pergi ke ruangan rahasianya tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Ruby.
Ruby merasa semakin terpuruk dengan pernikahan yang tidak dia inginkan. Dia terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa, tanpa cinta dan kasih sayang dari pria yang sudah berstatus suaminya.
"Ck, dia tidak bicara denganku lagi," gumam Ruby. Dia hanya menatap saja Dominic yang melangkah pergi meninggalkannya begitu saja.
"Selamat pagi, Nyonya Larsen," sapa seorang pelayan dengan ramah.
Ruby menoleh dan menatap pelayan itu. "Selamat pagi juga," balasnya menyapa dengan ramah.
"Aku Amora, salah satu pelayan di mansion ini," ucapnya memperkenalkan diri. "Nyonya akan sarapan bukan? Mari ikut denganku, aku akan menyiapkan sarapan untuk Nyonya."
Ruby mengangguk pelan. "Terima kasih, Amora."
Kemudian, Ruby mengikuti Amora ke ruang makan. Amora lalu menyiapkan sarapan untuk Ruby.
"Silakan nikmati sarapan Anda, Nyonya," kata Amora dengan ramah.
"Terima kasih, Amora," sahut Ruby.
Setelah Amora meninggalkannya, Ruby segera mencicip sarapan yang mewah itu. Tiba-tiba dia teringat pada semua keluargnya. Ruby sangat merindukan mereka dan ingin bisa makan bersama mereka lagi.
Ruby menghela nafas kasar. "Apa yang sedang mereka lakukan? Apa mereka bahagia tanpa aku di rumah itu?"
Ruby terlihat benar-benar sedih sekali di ruang makan itu. Namun, tanpa dia sadari, Dominic melihatnya dari jauh.
"Ck, orang asing itu kenapa lagi? Wajahnya murung sekali," gumam Dominic, sesekali dia menghisap rokoknya, sambil menatap Ruby. "Dia dikirimkan oleh ayahku. Pasti untuk melenyapkanku."
Dominic membuang rokoknya, lalu dia menginjaknya dengan sepatu yang dia kenakan. Setelah itu, Dominic berjalan ke rumah kecil di belakang mansion, di sanalah dia akan menghabiskan waktunya dengan kesendirian. Dominic benci dengan keramaian, dia benci warna-warna yang cerah, pria itu lebih menyukai warna yang gelap.
Di rumah kecil belakang mansion, tersimpan banyak sekali kenangannya. Dia merasa hidup kembali jika berada di rumah kecil itu.
*
Sementara itu di ruang makan, Ruby baru saja menyelesaikan sarapannya. Dia berdiri dan hendak melangkah pergi, namun seorang pria menghampiri.
"Selamat pagi, Nyonya Larsen. Aku Robin, asistennya Tuan Dom," ucap Robin dengan ramah.
Ruby mengerutkan keningnya. "Tuan Dom? Maksudmu Dominic Larsen? Suamiku?"
Robin mengangguk. "Ya, Tuan Dominic, aku memanggilnya Tuan Dom."
Ruby manggut-manggut. "Senang bertemu dengamu, Tuan Robin."
"Robin saja, jangan ada embel-embel Tuan," ucap Robin.
"Baiklah, Robin," sahut Ruby, dia terlihat canggung.
"Nyonya Larsen, sebaiknya Anda tidak boleh terlalu akrab dengan semua pelayan di mansion ini," kata Robin dengan suara yang pelan. Dia memandang ke sekeliling. "Di sini tidak ada pelayan yang bisa dipercaya, semuanya mengenakan topeng. Sebaiknya Anda hati-hati dengan mereka. Mereka semua sangat jahat."
Ruby mengerutkan keningnya. Dia merasa heran dengan ucapan Robin tentang pelayan di mansion itu. Namun, Ruby tetap mendengarkan dan akan mulai berhati-hati dengan semua pelayan di mansion yang saat ini dia tempati.
"Terima kasih sudah mengingatkannya padaku, Robin," ucap Ruby, Robin hanya menanggapinya dengan anggukan saja.
Setelah Robin meninggalkan ruang makan itu, Amora datang menghampiri Ruby. Dia bertanya apa yang Robin bicarakan dengan Ruby.
"Tidak ada, dia hanya memperkenalkan diri sebagai asistennya Dominic," kata Ruby, Amora hanya mengangguk saja, namun jelas terlihat ekspresi cemas di wajah pelayan itu.
Ruby mengamatinya, dia sebenarnya sangat penasaran apa yang terjadi di mansion. Kenapa Robin menyebut semua pelayan menggunakan topeng? Lalu apa tujuan mereka semua? Ruby merasa di mansion itu kini penuh dengan misteri.
'Lebih baik aku berhati-hati dengan semua orang, termasuk Robin dan Dominic.' batin Ruby.
"Amora, aku akan kembali ke kamarku sekarang," kata Ruby. Tanpa menunggu jawaban Amora, Ruby langsung melangkah pergi begitu saja. Sedangkan Amora hanya menatap dengan tatapan yang sulit diartikan.
...***...
Hari demi hari berlalu, Dominic tetap bersikap dingin dan jauh. Ruby mencoba mendekatinya, mengajaknya berbicara, namun Dominic selalu menghindar.
Dia merasa terasing dan terlupakan dalam pernikahan ini. Ruby mulai bertanya-tanya, apakah Dominic akan selamanya bersikap dingin seperti ini, atau apakah ada secercah harapan untuk mereka berdua?
Bahkan, ketika Ruby mencoba menghubungi keluarganya, nomor ponsel mereka semua tidak aktif. Ruby tentu merasa semakin terbuang dan tak diinginkan oleh siapapun saat ini.
*
Ruby mengelilingi mansion seorang diri. Dia lalu menemukan sebuah ruangan yang menarik perhatiannya.
Hawa dingin senja menyapa Ruby saat dia mengintip ke dalam ruangan yang ternyata adalah ruang buku milik Dominic. Lampu remang-remang menerangi deretan rak-rak tinggi yang penuh dengan buku-buku berjilid kulit. Aroma kertas tua dan tinta memenuhi udara, membuat Ruby merasa seperti memasuki dunia lain
Dominic, selalu menghabiskan waktu di ruangan ini dan juga rumah kecil di belakang mansion. Sejak hari pernikahan mereka, Dominic seolah menghilang ke dalam labirin bukunya, mengabaikan Ruby yang kesepian di mansion besar.
Senyum tipis mengembang di bibir Ruby saat dia melihat sebuah buku tua tergeletak di atas meja. Dengan hati-hati, dia mendekati meja dan membuka buku itu. Tiba-tiba, suara berat Dominic menggema di ruangan.
"Ruby?"
Ruby tersentak, jantungnya berdebar kencang. Dia buru-buru menutup buku itu dan berbalik menghadap Dominic. Wajah Dominic memerah menahan amarah.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan suara dingin.
"Aku... aku hanya ingin melihat-lihat," jawab Ruby gugup.
"Lihat-lihat? Kau tahu aku tidak suka orang masuk ke ruangan ini! Para pelayan juga sudah mengatakan padamu bukan!?" suara Dominic meninggi.
"Aku tidak bermaksud mengganggu. Aku hanya penasaran dengan ruangan yang penuh buku, aku juga suka membaca buku," balas Ruby, suaranya mulai bergetar.
"Kau selalu mengganggu!" Dominic berteriak, "Sejak kita menikah, kau seperti benalu dalam hidupku! Kau sama saja dengan orang-orang yang tidak peduli padaku!!"
"Aku peduli!" bantah Ruby, "Tapi kau selalu mengabaikan aku! Kau lebih peduli dengan buku-buku itu daripada aku, kau bahkan tidak pernah memulai pembicaraan denganku!!"
"Kau dikirim oleh mereka untuk menguras harta yang ada di mansion ini dan menyingkirkanku bukan?" Pertanyaan Dominic sungguh sangat melukai hati Ruby.
"Kau yang memilihku!" Ruby membalas dengan nada tinggi, "Aku terpaksa menerima perjodohan ini, Dominic! Kau tidak pernah mencintaiku, dan aku pun tidak mencintaimu! Kita hanyalah orang asing yang disatukan secara terpaksa! Aku bahkan tidak tahu kau memiliki harta!! Aku tidak mengenalmu! Sebelumnya kehidupanku sangat tentram, damai dan penuh keceriaan!! Tapi setelah menikah denganmu, aku merasa kesunyian dan kesepian selalu datang setiap detik! Dan aku juga tidak pernah berpikiran untuk menyingkirkan siapa pun!"
Kata-kata Ruby menusuk hati Dominic. Dia terdiam, matanya menatap Ruby dengan tatapan kosong.
"Pergilah," katanya akhirnya, suaranya serak. "Aku ingin sendiri."
Ruby menunduk, air mata mengalir di pipinya. Dia berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Dominic sendirian dengan buku-bukunya.
Di luar ruangan, Ruby merasakan kekecewaan dan kesedihan yang mendalam. Pernikahan mereka, yang dia pikir bisa menjadi awal kebahagiaan, malah berubah menjadi neraka. Dia terjebak dalam hubungan yang tidak diinginkan, di mana cinta dan pengertian tak pernah ada.
"Kapan aku bisa lepas dari tempat ini? Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku, aku benci di sini, aku benci pria yang ada di dalam ruangan itu!" gumam Ruby, menatap tajam ruangan penuh buku yang ada di hadapannya.
...****************...
...RUBY LAUREN...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...