Mata kecil itu berpendar melawan rasa bosan di tengah hiruk pikuk orang dewasa, hingga matanya berbinar melihat seorang gadis cantik, terlihat anggun dengan raut keibuan. Ini dia yang di carinya.
Kaki kecilnya melangkah dengan tatapan tak lepas dari gadis bergaun bercorak bunga dengan bagian atas di balut jas berwarna senada dengan warna bunga di gaunnya.
Menarik rok gadis tersebut dan memiringkan wajah dengan mata mengerjap imut.
"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."
"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.."
"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku."
"Baiklah siapa namamu?."
"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal dan kaya di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TW 1: Isabella Alfaro
Willy menatap sekitarnya dengan alis terangkat, lalu kembali pada wanita di depannya.
Luciana wanita yang di kencaninya satu minggu terakhir, "Untuk apa semua ini?" katanya datar.
Luciana tersenyum, "Untukmu, apa kau suka?." Willy menghela nafasnya, jika bukan karena Daren dia tak ingin mengencani wanita ini, sudah dia bilang lebih baik dia sendiri karena dia tidak akan bisa mencintai lagi seperti dia mencintai mendiang istrinya.
Dan hari ini Luciana jelas membuang waktunya karena membuat makan malam romantis ini, jelas dia tidak membutuhkan ini, yang dia butuhkan justru Luciana bisa mengambil hati Daren, agar anak itu setuju dia menjadi ibunya.
Willy sendiri tak masalah asalkan Daren bahagia, dia akan menikahi Luciana. Tapi sekarang dia melihat jika Luciana hanya berniat menjadi istrinya bukan ibu untuk Daren, karena jelas dia sedang sibuk mencari perhatian Willy.
Willy menghela nafasnya "Sebaiknya kita tidak melanjutkan ini Lucy.." Luciana tercengang..
"Apa maksudmu, kau bercanda?."
"Aku sudah katakan jika aku tak butuh perhatianmu, ataupun apa yang menurutmu penting, tapi aku cuma butuh kau memperhatikan Daren, karena kelanjutan hubungan kita ada pada keputusannya."
"Dari sini aku melihat kau hanya ingin menjadi istriku, bukan ibu untuk anakku."
"Will.." Luciana berkaca- kaca, "Seandainya bisa, tapi Daren sangat sulit aku luluhkan.. Dia bahkan tak ingin menemuiku." Ya, Luciana bahkan sengaja datang ke sekolah Daren untuk mengajak anak itu jalan- jalan, tapi Daren malah acuh mengabaikannya. Dasar anak sombong!.
"Itu berarti kau sudah gagal." Willy bangun dan melihat jam di tangannya "Kau membuang waktuku." geramnya.
Luciana gelagapan saat Willy pergi meninggalkannya "Bagaimana dengan kita, apa kau tidak mencintaiku, tidak sepantasnya kita berkorban perasaan kita, hanya karena Daren." Luciana memegang tangan Willy.
Willy menggeram tak suka, dan menepis tangan Luciana "Daren adalah hidupku, salah jika kau kira aku tak rela berkorban, jangankan untuk cinta, nyawa pun akan aku berikan pada putraku."
"Dan kau salah tidak ada cinta di antara kita, aku bahkan tak tertarik padamu." Luciana meneteskan air matanya, perjuangannya untuk bersama Willy sia- sia, beberapa bulan ini dia gencar mendekati Willy, namun karena Daren dia harus menelan kepahitan.
Bahkan hanya dalam seminggu Willy mengakhiri hubungan mereka hanya karena Daren, anak sialannya.
Luciana menggenggam tangannya erat dan menatap tajam punggung Willy yang keluar dari restoran, susah payah dia menyiapkan makan malam romantis ini, tapi Willy tidak menghargai kerja kerasnya.
Dan ini semua karena Daren, brengsek!.
....
Di luar sana Willy menekan ponselnya lalu menempelkannya di telinga..
"Siapa selanjutnya..?"
"Kau gagal lagi..?" sapa seseorang di balik ponselnya.
"Bukan aku, tapi wanita itu yang gagal!.." Willy memasuki mobilnya setelah supir membuka pintu untuknya.
"Lalu kau mencari wanita yang seperti apa?" Ini adalah kencan Willy yang ke tiga dengan perempuan berbeda di bulan ini, dia katanya sedang mencari istri dan meminta asistennya menyeleksi siapa yang pantas untuknya, tidak sulit karena banyak wanita yang menginginkan Willy, tapi Willy yang menyulitkannya karena kencannya selalu gagal, lebih tepatnya Willy yang menggagalkannya.
"Wanita yang bisa menghabiskan waktu dengan Daren dan tentu di sukai Daren, dan mengambil hatinya."
"Jika begitu carilah, Baby sitter bukan istri.." keluh asistennya di seberang sana.
"Kau!, mau aku pecat.."
"Tidak tuan, maafkan aku." Si asisten bergidik mendengar nada tegas dari Willy, hingga bahasanya kembali formal.
"Kau ini mentang- mentang sahabatku jadi besar kepala!."
"Mana ada sahabat yang di perlakukan sepertiku.." gumamnya.
"Masih mengeluh.."
"Tidak tuan.."
"Jadi?"
Asisten Willy menghela nafasnya, lalu berkata.. "Dia putri perdana menteri, dia anggun dan cantik dengan sikap ke ibuan, kurasa dia cocok untuk Daren.."
"Ya, semoga.. Hubungi dia dan buatkan janji."
"Baik tu.." tak menunggu sang asisten menjawab Willy mematikan ponselnya.
Piter mengelus dadanya kala tuan sekaligus sahabatnya membuatnya kesal, selalu begitu.. Seenaknya saja, jika saja gaji yang di berikan Willy tidak banyak mungkin Piter akan menendang bo kong Willy satu kali saja.
Bolehkah?.
...
Isabella Alfaro..
Gadis itu sedang berlari, Isa sedang menghindar dari sakitnya..
Tidak, Isa tidak sakit hati, tapi Isa bahagia, bagian terdalam hatinya menyangkal jika hatinya sakit.
Kedua sahabatnya kini telah menikah dan bahagia meski hatinya merasakan sakit tapi sungguh kebahagiaannya lebih banyak.
Alan dan Amanda adalah sahabatnya sejak kecil dan tentu saja Isa mengagumi Alan sejak mereka tumbuh bersama, namun melihat cara Alan yang selalu berlaku posesif pada Amanda membuat Isa mundur perlahan, yakin dia tak bisa bersaing dengan keponakan Alan itu.
Hingga orang tua mereka menjodohkannya dengan Alan, Isa merasa bahagia, meski ia tahu mungkin jika terjadi pernikahan ini tidak akan berhasil, dengan menutupi perasaannya Isa mengatakan pada Alan untuk membatalkan perjodohan, karena bagaimanapun tidak ada cinta diantara mereka, Isa tahu Alan tak menginginkan perjodohan itu, namun Alan berjanji akan memulai dan berusaha untuk membuat pernikahan ini berhasil.
Isa percaya..
Namun hari itu Isa melihat Alan dan Amanda berciuman dan saling mengungkapkan perasaan, haruskan dia bersikap egois, dan melanjutkan perjodohan meski harus menyakiti dua sahabatnya.
Tentu saja egois itu bukan Isa, Isa yang sejak awal berpikir jika pernikahannya dan Alan tidak akan berhasil memilih menyatukan dua insan bodoh itu meski resikonya dirinya yang sakit hati.
Dan hari itu setelah Isa menyaksikan dua sahabatnya mengucap janji suci, Isa memutuskan untuk pergi..
Italia adalah tempat pelariannya, selain karena untuk mengobati perasaannya, Isa juga pergi karena sebuah misi.
....
Isa tiba di hotel di malam hari, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan kini Isa membaringkan tubuhnya di ranjang empuk kamar VIP nya.
Hhhhhhh
Helaan nafasnya terdengar di suasana hening yang menyelimuti kamarnya.
Isa meneliti seluruh kamar, lalu kembali menatap langit- langit kamar.
Tanpa terasa mata Isa mulai memberat hingga gadis itu jatuh dalam tidurnya.
Isa bangun di pagi hari dan bersiap menghabiskan waktu untuk jalan- jalan sebelum kesibukan melandanya.
Sibuk..?
Sebenarnya tidak terlalu, namun karena misinya ini cukup sulit jadi Isa mempersiapkan diri sebelum memulai pekerjaannya.
Isa menoleh saat ponselnya berdering, mengetahui siapa yang menghubunginya Isa segera mengangkat panggilan tersebut.
"Ya, Mom.."
"Honey kau sudah tiba.." terdengar suara Monica di sebrang sana.
"Ya, tadi malam.. Bagaimana di sana?."
Monica menghela nafasnya "Kami baru saja menghadiri pemakaman tuan Barnes."
Isa mengeluh "Apa mom menyampaikan bela sungkawaku?"
"Tentu.."
Isa mengusap air matanya, Paman Barnes adalah pria yang baik dan tentu saja pria itu juga menyayanginya, sayangnya Isa tak bisa hadir di pemakaman paman Barnes karena dia tengah dalam perjalanan dan di dalam pesawat menuju Italia.
Belum lagi Isa juga berusaha menyembuhkan hatinya, jika dia datang dia akan melihat Amanda dan Alan, susah payah dia menyembunyikan hatinya, Isa tak yakin jika harus kembali bertemu apakan Isa masih bisa menyembunyikan perasaannya atau tidak.
"Aku merasa tak enak pada Bibi Sofia."
"Tidak apa nak, Sofia mengerti.."Monica menenangkan, Monica tahu apa yang di rasakan putrinya, tentu saja hanya padanya Isa mengungkapkan perasaannya.
"Hum.."
"Oh, bagaimana denganmu?, kapan seminarnya di adakan?."
"Besok lusa Mom, dan hari ini aku akan jalan- jalan dahulu.."
"Baiklah, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, okay?."
"Ya, Mom. Tapi aku yakin kali ini aku pasti bisa meyakinkan tuan Willy."
"Tentu, kau harus bersemangat."
kau dtg kerana urusan bisnes bukan utk urusan hati.. teguh pendirian.. ingat perjanjian