Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.
Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.
“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Notifikasi di Tengah Hujan
Hujan di Seoul malam ini tidak seperti biasanya. Airnya terasa lebih dingin, menusuk hingga ke tulang, seolah langit sedang menangis menatap dosa-dosa kota yang tak pernah tidur. Lampu-lampu neon dari papan reklame hangeul berpendar memantul di aspal basah, menciptakan lukisan abstrak berwarna merah, biru, dan ungu.
Di sudut sebuah toserba 24 jam yang sepi, seorang pemuda berdiri di balik kasir. Namanya Jin Ray.
Ray bukan pemuda biasa. Di balik seragam toserba berwarna oranye norak yang ia kenakan, tubuhnya dipenuhi bekas luka. Ada luka sayatan tipis di alis kirinya dan bekas jahitan lama di punggung tangannya. Tatapannya tajam, waspada, seperti seekor serigala yang dipaksa memakai kalung anjing rumahan.
“Tiga ribu lima ratus won,” ucap Ray datar. Suaranya serak, berat, jenis suara yang dulu membuat orang gemetar ketakutan saat ia menagih utang.
Pelanggan di depannya, seorang siswa SMA yang gugup, cepat-cepat meletakkan uang dan lari keluar. Ray menghela napas panjang. Ia bosan.
Tiga tahun lalu, Jin Ray adalah legenda di dunia bawah tanah Seoul. “The Mad Dog”. Tapi setelah insiden berdarah yang hampir merenggut nyawa adiknya, Ray bersumpah untuk keluar. Ia ingin hidup normal. Menjadi kasir toserba, makan ramyeon instan, dan tidur tanpa takut ditusuk dari belakang.
Namun, takdir punya selera humor yang buruk.
Ting!
Bukan bunyi lonceng pintu toserba. Bunyi itu terdengar langsung di dalam kepalanya. Bening, digital, dan asing.
Ray mengernyit. Ia memijat pelipisnya. “Kurasa aku kurang tidur,” gumamnya.
Tiba-tiba, sebuah panel hologram transparan berwarna biru muda muncul melayang tepat di depan matanya. Ray mundur selangkah, menabrak rak rokok di belakangnya.
[SISTEM DIINISIALISASI]
[Mendeteksi Host: Jin Ray]
[Status: Mantan Pendosa]
[Misi Tutorial Dimulai...]
“Apa-apan ini? Kamera tersembunyi?” Ray menoleh ke kiri dan kanan, mencari kru TV atau YouTuber iseng. Tapi toserba itu kosong. Panel biru itu tetap melayang, mengikuti arah pandangannya.
[Peringatan: Anomali Terdeteksi di Radius 10 Meter.]
[Target Utama Muncul.]
Pintu toserba terbuka. Lonceng berbunyi kling-kling yang nyata.
Seorang gadis masuk. Ray tertegun sejenak. Gadis itu basah kuyup. Rambut hitam panjangnya lepek menempel di pipi yang pucat, namun matanya bersinar cemerlang, bulat dan berwarna cokelat madu. Ia mengenakan mantel krem yang terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Ia terlihat rapuh, namun ada aura hangat yang aneh di sekelilingnya.
Namanya Choi Hana. Ray tahu karena gadis ini sering datang membeli susu pisang setiap pulang kerja. Gadis yang selalu tersenyum ramah pada mantan preman seperti Ray.
“Selamat malam, Ray-ssi,” sapa Hana dengan gigi bergemeletuk kedinginan. “Hujannya... deras sekali.”
Ray hendak menjawab, hendak memberikan handuk atau setidaknya tisu, ketika panel sistem di matanya berubah warna menjadi merah berkedip.
[BAHAYA! BAHAYA!]
[Makhluk 'Shadow' Level 1 sedang mengejar Target Utama.]
“Ray-ssi?” panggil Hana bingung karena Ray hanya mematung menatap udara kosong.
“Hana, menunduk!” Ray berteriak. Insting lamanya mengambil alih. Bukan sebagai kasir, tapi sebagai petarung.
BRAK!
Kaca depan toserba pecah berantakan. Bukan oleh batu, bukan oleh angin. Sesosok bayangan hitam—seperti gumpalan asap pekat yang memadat—menerobos masuk. Makhluk itu tidak memiliki wajah, hanya cakar-cakar runcing yang terbuat dari kabut hitam.
Hana menjerit, menutup wajahnya. Pecahan kaca berhamburan.
Waktu seolah melambat bagi Ray. Ia melihat makhluk itu melompat ke arah Hana. Tanpa berpikir, Ray melompati meja kasir. Gerakannya luwes, cepat, dan mematikan. Ia menyambar sapu lantai yang bersandar di dekat meja.
Dengan satu gerakan memutar, Ray menghantamkan gagang sapu ke arah makhluk bayangan itu.
BAM!
Hantaman itu terasa aneh. Seperti memukul karung pasir yang basah. Makhluk itu terlempar ke rak keripik kentang.
[Serangan Berhasil!]
[Senjata Darurat: Gagang Sapu (Common)]
[Skill Pasif Aktif: Adrenaline Rush]
Ray berdiri di depan Hana, menjadi perisai hidup. Napasnya memburu. “Jangan bergerak dari belakangku,” perintah Ray tegas.
Hana gemetar hebat, mencengkeram ujung seragam Ray. “A-apa itu? Hantu?”
“Entahlah,” jawab Ray sambil memutar gagang sapu di tangannya, kuda-kuda bertarung yang kokoh terbentuk otomatis. “Tapi dia merusak tokoku. Bos akan memotong gajiku.”
Makhluk bayangan itu bangkit. Ia menggeram, suara yang terdengar seperti gesekan besi berkarat. Tiba-tiba, makhluk itu membelah diri menjadi dua. Kini ada dua monster asap di dalam toserba sempit itu.
“Sial,” umpat Ray. “Sistem, kau punya bantuan atau hanya bisa memberi teks melayang?”
Seolah menjawab tantangan, tulisan baru muncul.
[Misi Diterima: Lindungi Choi Hana.]
[Hadiah: Membuka Fitur 'Romance Interface'.]
[Hukuman Gagal: Kematian.]
“Hukuman yang bagus,” dengus Ray.
Satu bayangan menerjang. Ray menangkis cakar asap itu dengan gagang sapu. Kayu itu retak, tapi Ray tidak peduli. Ia menendang dada makhluk itu—sebuah tendangan roundhouse kick yang sempurna. Makhluk itu terhuyung.
Namun, bayangan kedua licik. Ia tidak menyerang Ray, melainkan meluncur cepat di lantai menuju Hana.
“Awas!”
Hana terpojok di depan lemari pendingin minuman. Makhluk itu mengangkat cakarnya tinggi-tinggi.
Ray tidak punya waktu untuk berlari. Ia melempar gagang sapu itu sekuat tenaga seperti lembing. Ujung gagang kayu menembus dada makhluk bayangan itu tepat sebelum cakarnya menyentuh pipi Hana.
Makhluk itu melolong, lalu meledak menjadi butiran cahaya hitam yang lenyap di udara.
Tapi Ray lengah. Makhluk pertama yang tadi ia tendang kini menerjang punggungnya. Ray merasakan hantaman keras. Ia terdorong, menabrak Hana.
Mereka berdua jatuh ke lantai yang dingin. Ray menahan tubuhnya dengan kedua tangan agar tidak menindih Hana. Posisi mereka terkunci. Wajah Ray hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Hana.
Dunia seakan berhenti.
Di tengah kekacauan, di antara pecahan kaca dan rak yang roboh, mata mereka bertemu. Ray bisa mencium aroma samar vanila dan hujan dari rambut Hana. Jantungnya berdetak kencang. Bukan karena pertarungan, tapi karena sesuatu yang lain.
Hana menatap Ray dengan mata terbelalak. Pipi gadis itu merona merah, kontras dengan kulit pucatnya.
“Kau... kau menyelamatkanku,” bisik Hana.
Ray terbatuk canggung, lalu segera bangkit dan menarik Hana berdiri. “Jangan senang dulu. Masih ada satu lagi.”
Ray berbalik, siap menghajar sisa monster itu dengan tangan kosong. Namun, monster bayangan terakhir itu tiba-tiba gemetar ketakutan. Ia melihat ke arah Ray—atau lebih tepatnya, ke arah cahaya biru yang kini menyelimuti tubuh Ray.
[Sistem Telah Sinkron.]
[Mode Bertarung: OFF.]
[Mode Romansa: ON.]
“Hah? Mode apa?” Ray bingung.
Tiba-tiba, monster itu meledak sendiri menjadi kembang api kecil yang tidak berbahaya. Suasana tegang berubah menjadi... konyol.
Musik latar belakang yang lembut (entah dari mana asalnya) mulai terdengar samar-samar. Lampu toserba yang tadi berkedip-kedip horor, kini menyala stabil dengan cahaya kekuningan yang hangat.
Ray menatap tangannya. Tidak ada kekuatan super, tidak ada pedang api.
Sebuah kotak hadiah virtual muncul di udara, lalu terbuka.
[Selamat! Anda telah menyelesaikan Misi Tutorial.]
[Hadiah Diterima: Mata Hati (Level 1).]
[Anda kini dapat melihat 'Affection Meter' (Tingkat Ketertarikan) target.]
Ray menoleh ke arah Hana. Di atas kepala gadis manis itu, kini melayang sebuah angka berwarna merah muda dengan bentuk hati kecil.
[Choi Hana: 15/100 (Penasaran)]
“Ini gila,” gumam Ray.
Hana merapikan rambutnya, masih sedikit syok tapi berusaha tersenyum. “Ray-ssi, kau hebat sekali tadi. Seperti di film action. Tanganmu... berdarah.”
Hana meraih tangan Ray yang terluka. Sentuhannya lembut, hangat.
TING!
Angka di atas kepala Hana berubah.
[Choi Hana: 18/100 (Kagum)]
Ray menarik tangannya perlahan, wajahnya terasa panas. Mantan gangster yang dulu menghajar sepuluh orang tanpa kedip, kini salah tingkah hanya karena disentuh seorang barista.
“Ini cuma goresan,” kata Ray ketus, berusaha menutupi rasa malunya. “Kau harus pulang. Di sini tidak aman.”
“Tapi hujannya masih deras, dan toserba ini hancur...” Hana melihat sekeliling. Anehnya, kerusakan parah tadi—kaca pecah, rak roboh—perlahan memudar dan kembali utuh seperti sihir.
Ray menggosok matanya. “Kau lihat itu? Kacanya...”
“Kaca apa?” tanya Hana polos. “Kacanya baik-baik saja, Ray-ssi. Apa kepalamu terbentur?”
Ray terdiam. Hanya aku? Hanya aku yang melihat kerusakan dan monster itu?
Panel sistem muncul lagi dengan teks yang lebih besar.
[Penjelasan Singkat:]
[Dunia ini sedang mengalami 'Glitch'. Monster bayangan hanya bisa dilihat oleh pengguna Sistem. Kerusakan fisik akan di-reset oleh Sistem.]
[NAMUN...]
[Nyawa Target Utama (Choi Hana) adalah kunci.]
[Jika Target Utama mati, Dunia akan Kiamat.]
[Misi Jangka Panjang: Jadikan dia belahan jiwamu untuk memaksimalkan kekuatan pelindung.]
Ray membelalakkan mata. “Apa?! Belahan jiwa? Kiamat?!” teriaknya tanpa sadar.
Hana mundur selangkah, sedikit takut melihat Ray berteriak sendiri. “Ray-ssi... kau oke?”
Ray sadar ia terlihat seperti orang gila. Ia menarik napas dalam-dalam, menatap gadis di depannya. Gadis biasa yang ternyata memegang kunci nasib dunia. Dan tugas Ray, si mantan preman bertampang seram, adalah... memacarinya?
“Hana,” panggil Ray, suaranya kini lebih lembut, mencoba terdengar karismatik (seperti instruksi sistem yang menyuruhnya tersenyum tipis).
“Ya?”
“Mulai sekarang, aku akan mengantarmu pulang setiap hari.”
Hana terkejut, wajahnya memerah padam sampai ke telinga.
TING!
[Choi Hana: 25/100 (Berdebar)]
[Poin Bonus Didapat: +50 Karma.]
[Toko Item Terbuka: Membeli 'Payung Romantis' seharga 20 Karma?]
Ray ingin membanting sesuatu. Sistem ini mempermainkannya. Tapi melihat senyum malu-malu Hana, Ray merasakan sesuatu yang sudah lama hilang dari hatinya yang gelap. Harapan.
“Kenapa... tiba-tiba?” tanya Hana pelan, matanya tidak berani menatap Ray.
Ray mengambil payung transparan yang entah sejak kapan ada di tangannya (terima kasih, Sistem). Ia membuka payung itu dan melangkah keluar, menahan pintu untuk Hana.
“Karena dunia ini berbahaya,” jawab Ray, menatap lurus ke dalam mata cokelat gadis itu. “Dan sepertinya, aku baru saja mendapat pekerjaan baru sebagai penjagamu.”
Di luar, di seberang jalan, di atas gedung pencakar langit yang gelap, sesosok bayangan raksasa dengan mata merah menyala sedang mengawasi mereka. Monster level Boss yang jauh lebih besar dari yang di toserba tadi.
Ray belum menyadarinya. Ia hanya sibuk memastikan bahu Hana tidak terkena tetesan hujan.
Malam ini, di bawah hujan Seoul, kisah cinta paling berbahaya dan paling konyol baru saja dimulai. Dan Jin Ray, mantan Mad Dog, harus belajar bahwa menaklukkan hati wanita ternyata jauh lebih sulit daripada mematahkan tulang lawan.