Cita-cita adalah hal mutlak yang harus dicapai. Sedangkan, prinsipnya dalam bekerja adalah mengabdi. Namun sebagai gadis miskin tanpa pendidikan penuh ini — pantaskah Meera menjadi sasaran orang-orang yang mengatakan bahwa 'menjadi simpanan adalah keberuntungan'?
Sungguh ... terlahir cantik dengan hidup sebagai kalangan bawah. Haruskah ... cara terbaik untuk lepas dari jeratan kemalangan serta menggapai apa yang diimpi-impikan — dirinya harus rela menjadi simpanan pria kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sintaprnms_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1 : Kamu Nggak Berniat Melayani Saya?
Karakter Perempuan :
...[sifat yang tertulis di atas adalah deskripsi yang dibuat oleh mereka sendiri (Meera) bukan pandangan orang lain]...
* bahasa yang Meera gunakan saat berkomunikasi dengan Abhimana — selaku Tuannya adalah formal.
Karakter Laki-laki :
...[sifat yang tertulis di atas adalah deskripsi yang dibuat oleh mereka sendiri (Abhimana) bukan pandangan orang lain]...
* bahasa yang Abhimana gunakan saat berkomunikasi dengan Meera — selaku pelayan dan mantan adik kelasnya di UHS adalah semi-formal.
Hunian :
...(Milik pribadi. Tempat yang sama dimana dulu Mardiyah [karakter di Beda Tiga Tahun] di sekap)...
* Batu dan Malang adalah Kota terpisah dan berbeda yang sama-sama berada di Provinsi Jawa Timur. Perjalanan Batu - Malang memakan waktu 30 menitan. Perjalanan Batu/Malang - Surabaya hampir sama memakan waktu 2 jam.
Penjelasan yang harus diingat : Setiap karakter yang saya tulis di bagian keluarga Adiwangsa adalah muslim (yang tidak taat). Meskipun di area ini bukan termasuk cerita religi, karakter yang saya ciptakan adalah seorang beragama — yang mana disini Meera saya buat sebagai seseorang gadis yang taat, tetapi masih belum memahami kaidah keagamaan dengan benar. Jadi ... tolong untuk tidak dipermasalahkan jika sewaktu-waktu pun terselip nasihat/dialog berisi agama.
1 : Kamu Nggak Berniat Melayani Saya?
Villa Catra Paraduta di Batu, Jawa Timur.
Jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Villa ini menjadi pusat kehidupan gadis yang mulai beranjak dewasa. Orang-orang memanggil dirinya — Meera. Semenjak usia 16 tahun ia telah putus sekolah, disebabkan pencabutan beasiswa oleh pihak tertentu. Sebenarnya ia tidak pernah mau lagi bergumul dengan orang kalangan atas. Namun siapa yang menyadari bahwa tempat ia bernaung selama ini adalah milik dari keluarga konglomerat?
Adiwangsa.
Lebih tepatnya adalah milik Gautama Adiwangsa.
Beliau adalah putra pertama yang terlahir kembar dari pasangan Manggala Adiwangsa dan Sasmita Danayaksa. Dirinya tidak tahu pasti berapa aset kekayaan yang dimilik keluarga beliau. Tetapi yang ia tahu pasti Villa ini adalah milik pribadi.
Dan ia masih ingat dengan jelas, beberapa tahun yang lalu. Saat usianya menginjak 18 tahun. Ada kejadian besar yang membuatnya cukup ketakutan. Dimana Bapak Manggala dan Bapak Gautama mengurung seorang wanita — yang ternyata adalah anak tidak sah. Entah bagaimana cara hidup keluarga ini. Seorang wanita tertutup dari atas hingga bawah, bisa menjadi anak tidak sah dari keluarga Adiwangsa? Sedikit tak masuk akal. Namun benar adanya. Ternyata di masa lampau, Bapak Gautama melakukan tindakan tak beradab pada sekertaris pribadinya dan menghasilkan anak yang ditinggalkan di Panti Asuhan.
Entahlah rumit. Sangat rumit. Orang-orang kalangan atas hidup dengan dosa besar yang sengaja mereka buat secara berdampingan. Rasanya sudah cukup, ia melihat penderitaan keluarga Upasama, yang menariknya masuk ke dalam sebagai saksi hidup atas tindakan keji itu.
Dan sekarang … tujuan hidup adalah damai.
Villa ini hampir tidak pernah dikunjungi lagi. Namun memasuki awal tahun. Dimana usianya telah genap 20 tahun. Abhimana — ah, seharusnya Kak Abhimana. Namun karena dirinya adalah seorang pelayan, bukan lagi seorang siswa dan siswi akan sangat sopan bila memanggil beliau dengan sebutan, Tuan Abhimana.
Tuan Muda itu, lebih sering berkunjung. Bukan sering lagi. Villa ini bagai tempat tinggal sekarang. Dan tugasnya dulu yang hanya membersihkan lantai 1 penuh, kini berganti tugas sebagai penyedia masakan khusus dan pembersih ruangan serta kamar tidur Tuan Abhimana saja.
Dan dirinya, tidak punya pilihan selain menuruti perintah dari sang pemilik rumah.
“Meera!”
“Ya?” Meera menoleh terkejut. “Ada apa?”
“Pulang tuh Tuan Muda.”
Apa? Kok sudah pulang? Meera tergesa-gesa memasuki kamar. Ia mengganti baju seragamnya dengan yang baru, karena saat membantu pelayan lain bajunya terkena genangan air. Setelah benar-benar rapi. Meera memasuki dapur dan membuat kopi yang setiap pulang akan langsung diseduh oleh Tuan Muda.
Deg. Deg. Di depan pintu kamar yang tertutup tak rapat, Meera berhenti disana mengatur napas. Entahlah, setiap kali ingin memasuki kamar Tuan Muda ia selalu merasa was-was dan … sedikit takut. Mengingat insiden yang terjadi di keluarga besar ini, tentang tingkah laku yang semena-mena dan tak beradab, sungguh membuatnya waspada. Namun dilain sisi Meera juga lah sadar bahwa Tuan Muda berselera tinggi, akan sangat tidak mungkin melirik upik abu yang tidak menarik ini. Ya, ia bersyukur. Karena Tuan Muda jelas akan lebih tertarik pada yang lain.
Meskipun teman sebaya dan yang lebih tua disini selalu mengatakan bahwa, kamu punya peluang besar jadi gundik. Meera menolak itu dengan tegas. Simpanan? Apa maksud mereka? Apakah orang miskin seperti kami harus merendahkan diri juga? Bahkan mereka setuju dengan kata simpanan?
Menjijikan. Candaan itu bukan lemparan tawa, namun kenyataan yang mereka berikan — yang ingin mendorongnya masuk sebagai gadis pemuja tak kenal malu, sebelum Tuan Muda Abhimana menemukan istri sah yang setara.
“Kerjamu lambat. Kamu nggak niat melayani saya?”
Kedua tangan Meera yang memegang nampan gemetar. Ia menunduk dan berkata, “Bu-kan begitu, Tuan. Saya minta maaf. Saya tidak tahu kalau Tuan pulang lebih awal. Sa-saya masih membersihkan area bawah —“
“Siapa yang suruh kamu?” Tuan Muda Abhimana yang semula duduk. Kini telah berdiri di depannya. Meera dapat melihat sepatu itu, dan tangan besar yang menyentuh tangan kecilnya. Hingga beliau kembali berkata, “Tugasmu apa? Sebutkan.”
“Sa-ya ditugaskan membenahi ruang pribadi dan menyiapkan makanan untuk Anda, Tuan,” jawab Meera yang berusaha untuk tidak terbata-bata.
Sentuhan Tuan Abhimana pada tangannya terlepas. “Sudah tahu, kan? Tapi kenapa kamu masih mengerjakan pekerjaan yang bukan ranahmu sendiri?”
“Sa-ya minta maaf.”
“Sejak kapan kalimat tanya dijawab dengan permintaan maaf?”
Aku salah. Aku nggak bisa bicara lagi. Nampan itu — Meera letakkan pada meja. Sedetik kemudian ia bersimpuh di bawah, yang dalam pikirannya adalah cara terbaik untuk memohon ampun.
“Sudah gila.” Tuan Abhimana menjeda. “Berdiri, Meera.”
Jantung Meera kian berdebar saat Tuan Abhimana menyebut namanya. Jika seperti ini, Tuan jelas saja marah besar. Ya, sebagai seorang pelayan seharusnya ia sigap. Namun karena ia menganggap bahwa membersihkan kamar Tuan adalah hal sepele, ia membuat itu menjadi pekerjaan sampingan.
“Hanya karena kamu putus sekolah, bukan berarti kamu ini bodoh, kan?”
Pertanyaan itu … bagaimana aku jawabnya? Meera berdiri sesuai dengan permintaan Tuannya. “Ya, saya — tidak bodoh.”
“Bekerja berarti bertanggung jawab. Sekali lagi kamu lalai, kamu jelas tahu apa yang akan dilakukan atasanmu,” tegas Tuan Abhimana.
Meera mencengkeram kuat pakaian maid yang digunakannya. “Baik, Tuan. Saya jelas tahu.” Aku nggak mau dipecat. Tolong berhenti marah! Aku janji bekerja dengan baik, sambung Meera dalam hati.
“Keluar,” titah Tuan Abhimana.
📍Dapur.
“Eh ternyata lagi deket sama Nailah Syakila.”
“Cantik tahu! Anaknya Menteri Luar Negeri — Djayanitari itu loh kalau nggak salah namanya.”
“Cocok lah sama Tuan Abhimana. Kapan lagi Adiwangsa dapat menantu anak pejabat, kan?”
“Bening banget ya. Perawatanya pasti mahal.”
“Nggak usah ditanya jelaslah!”
“Kayak Cici-cici PIK!”
"Aku kira tadi etnis Tionghoa malahan!"
Dugh. Meera meletakkan nampan diatas meja dapur. Ia bersadar di kursi sembari mendengar teman sebaya; Lika, Ailin, dan Risa bergosip tentang Tuannya sendiri. Astaghfirullah, bisa-bisanya mereka hidup!
“Meera! Ada info baru tauk!”
Jujur Meera tidak ingin menanggapi. Tapi ponsel itu sudah disodorkan padanya. Dan mau tak mau ia bisa melihat berita itu.
Nailah Syakila? Dia … cantik banget. Meera memberikan ponsel itu lagi. “Yasudah, sih. Biar Tuan Abhimana cepet menikah.”
“Kalau perempuannya Nailah mah aku seratus persen setuju. Cakep banget. Bibit ungul ini.” Ailin menjeda, dan melirik Meera. “Tapi kalau bener, posisi kamu bakalan tersingkir dong.”
Posisi aku? Bisa-bisanya … Meera mencoba tersenyum menanggapi. “Baguslah. Biar aku nggak disuruh-suruh. Kalau udah punya istri kan apa-apa disiapin istrinya, kan?”
“Hei! Tapi kan kita pembantu. Tetap aja pasti ada yang kita siapin,” celetuk Lika.
Meera mengangguk setuju.
Tiba-tiba Risa menyahut, “Maksud Meera itu, hal-hal pribadi tentang Tuan — kitanya nggak perlu nyiapin, karena Tuan Abhimana udah punya istri. Gitu kan, Meera?”
Benar. Lagi pula Tuan Abhimana tidak mungkin menghuni Villa ini, jika sudah menikah. Jelas saja perumahan mewah yang berada di kawasan elite Surabaya Barat, mungkin?
“Ya Risa! Kamu bener!” Meera berbalik. Ia ingin memasuki kamar saja. Peduli apa dengan gosip para putra konglomerat?
Jujur … aku masih takut dimarahi tadi. Tapi aku nggak mau sepanjang hari ini buruk. Karena nanti sore aku harus ke Malang buat les. Jadi Meera — ayo semangat! batin Meera yang mencoba meningkatkan suasana hati.
Dirinya merenung sejenak, sambil menatap jarum jam. Nanti jam 3 aku masak. Buat makan sore Tuan. Habis itu aku berangkat. Pulang ba’da isya. Semoga Tuan nggak nginep Villa, supaya aku nggak perlu siapin makan malam jam 10an. Karena sampai sekarang Meera tidak mengerti. Sejak kapan makam malam dilakukan jam 10? Terlalu larut, bukan?
Lagi pula … apa Tuan tidak hidup sehat? Bukankah makan tengah malam bisa ya … tidak sehat? Iya, kan? Karena proses pencernaan usus setelah makan adalah 3 jam. Jadi apakah Tuan Abhimana kuat untuk begadang?
Srek. Jendela geser kamar Meera dari luar dibuka tiba-tiba. Ya ampun! Mengangetkan saja! Siapa lagi kalau Pak Said — tukang kebun yang sangat amat ramah, bahkan beliau sudah menganggapnya sebagai anak.
“Cah ayu, sini keluar! Gantiin bunganya Tuan di kamar. Cepet! Ditunggu Mah Lilin,” ujar beliau.
Apa? Gantiin … bunga? Meera menghela napas berat. Ia memijat pelipisnya. Haruskah sekarang? Mengapa Mah Lilin tidak mengatakan dari tadi jika harus mengganti bunga di kamar Tuan Abhimana? Mengapa tiba-tiba? Mengapa harus saat ada orangnya?
“Ini lily sama mawar. Kamu susun yang rapih, Nduk. Jangan buat Tuan Abhimana marah,” jelas Mah Lilin.
Ya … mengapa siapa yang suka dimarahi? Dirinya pun juga tidak mau! Aah … baru juga terbebas, sekarang harus masuk lagi? Ya ampun. Deg. Deg. Belum apa-apa jantungnya sudah berdebar hanya karena melihat pintu itu. Dan saat baru saja tangan ini menyentuh ganggang pintu — lantas tiba-tiba saja terbuka.
Byarrrr — Jatuh! Bagaimana mungkin tangan ini menjadi licin? Vas itu — dihargai berapa? Apakah … ia sanggup mengganti?
“Sa-saya –“
“Kamu sepertinya. Memang benar-benar nggak berniat, melayani saya.”
Meera langsung mendongak. Mata tajam itu menatapnya. “Bu-kan begitu, Tuan. Ta-tangan saya —“
“Bicara —“ Tuan Abhimana mendekat. “ — yang jelas, Meera.”
...[TBC]...
1405 kata, Kak. Jangan lupa tekan like. Kasih bunga atau vote juga boleh >.< selamat datang di cerita baruku. Semoga menikmati! 🤍🫂🤏🏻
tidak angst (sad) seperti karyaku yang dulu-dulu. mungkin iya ada sedihnya, tapi tidak berlarut-larut karena seperti deskripsiku di blurb yang aku publish tadi malam di ESMEE, kalau Meera ini orangnya ambisi pada mimpi. jadi jangan harap dia lemah. di WIYATA emang kelihatan lemah karena masih takut terhadap ancaman Djoko, tapi karakter aslinya Meera adalah ini.
btw abhimata kocak banget si😂, cocok nih iya sama lu nai, jodoin bhi mereka, btw lagi udah akrab banget lagi sama dahayu romannya🤭
pesannya, yg nerimah sama faham beda ya bi🤭
btw iya juga ya, gak mungkin juga kan langsung jatuh cinta, untuk yg setara juga gak selalu apalagi ini beda kasta,, selalu menarik cerita KA Sinta😊, ok KA Sinta lanjut, penarikan ini jalan cerita bakal gimana,
ini demam kecapean+liat Meera kembenan🤦🤣
btw bhi baju begitu malah lucu bagus Anggunly, estetik, dan syantik 🥰 KA Shinta banget ini mah🤭
Abhimana semangat makin susah ini romannya buat deketin kalo begini ceritanya 🤭
tapi kita liat KA Shinta suka ada aja jalannya🤭😅