"Hentikan berbuat konyol untuk menarik perhatianku, segera tanda tangani surat cerai?!" kata pria itu sedikit arogan.
Lisa menatap pria itu, dan tidak mengenalinya sama sekali. Kecelakaan yang dialami membuatnya amnesia.
Lisa tak lagi memandang Jonathan penuh cinta, dan bahkan setuju untuk menandatangani surat cerai. Namun, sikap yang acuh malah membuat Jonathan kalang-kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erma _roviko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Lisa menatap Jonathan dengan kening berkerut, pria itu menuduhnya tapi lupa berkaca.
"Tidak perlu berbual, bagaimanapun kamu yang memulai semuanya. Jadi, keputusanku sudah bulat," putus Lisa sepihak dengan nada tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan berubah pikiran.
Lisa tersenyum, melepaskan pria seperti Jonathan tidak akan sulit baginya. Dia merasa lega dan bebas dari beban pernikahannya yang tidak bahagia.
"Aku tetap tidak setuju," sela Jonathan dengan keras, tapi Lisa tidak terpengaruh.
Lisa mendekati Diana dan mulai berbicara dengan nada yang berbeda.
“Ma, aku merasa sangat sedih dan tertekan dengan sikap Jonathan selama ini. Aku hanya ingin bahagia dan memiliki kehidupan yang damai. Aku sudah mencoba untuk membuat pernikahan ini berhasil, tapi ternyata tidak ada usaha yang cukup untuk membuatnya bahagia.”
Diana memandang Lisa dengan penuh kasih sayang dan memeluknya.
“Jangan khawatir, Lisa. Kami ada di sini untukmu. Kami akan mendukungmu dalam keputusanmu. Kamu berhak bahagia dan memiliki kehidupan yang lebih baik.”
Mertua Lisa juga menambahkan. "Jonathan, sebaiknya kamu memahami perasaan Lisa dan tidak memaksakan kehendakmu. Pernikahan harusnya membawa kebahagiaan, bukan penderitaan."
Lisa merasa lega dan yakin bahwa dia telah membuat keputusan yang tepat.
Dia tahu bahwa dia tidak sendirian dan memiliki dukungan dari keluarga yang mencintainya.
Dengan tekad yang kuat, Lisa siap untuk menghadapi proses perceraian dan memulai lembaran baru dalam hidupnya.
Jonathan langsung menghampiri Lisa dan meraih kedua tangannya, tatapannya cukup membuat orang lain merasa iba.
“Lisa, aku memang salah. Berikan aku satu kesempatan lagi, dan aku berjanji tidak akan berhubungan dengan Meira,’ kata Jonathan penuh penyesalan.
Lisa terkejut dengan tindakan Jonathan, tapi dia tidak terpengaruh oleh tatapan iba tersebut.
“Jonathan, aku sudah tidak percaya lagi padamu," jawab Lisa dengan tegas. “Aku tidak ingin menjadi korban kebohonganmu lagi, aku lelah terus menjilat seperti anjing. Aku sangat lelah!”
Jonathan menundukkan kepala, merasa sedih dan menyesal.
“Aku tahu aku salah, Lisa. Aku tidak akan pernah melupakanmu dan aku berjanji untuk berubah.” Jonathan berjanji sepenuh hati, apalagi selama ini dia merasa ditipu oleh Meira.
“Aku sudah tidak ingin mendengar janji-janji manismu lagi, Jonathan. Sudah banyak aku memberimu kesempatan, tetapi kamu malah mengabaikannya.”
Diana dan mertua Lisa memandang Jonathan dengan tidak percaya.
“Jonathan, kamu sudah berbuat kesalahan besar. Apakah kamu pikir Lisa akan memaafkanmu dengan mudah?” kata Diana dengan nada yang tegas.
Jonathan menundukkan kepala, merasa sedih dan tidak berdaya.
"Aku tetap ingin bercerai!" putus Lisa dengan tegas, menunjukkan bahwa keputusannya sudah tidak bisa diubah lagi, sedangkan Jonathan merasa sangat menyesal.
"Aku sudah tidak ingin lagi menjalani pernikahan ini, Jonathan. Aku ingin hidupku lebih baik dan bahagia," kata Lisa dengan nada yang kuat.
Diana dan mertua Lisa memandang Lisa dengan bangga, mendukung keputusan Lisa untuk mengakhiri pernikahannya yang tidak bahagia.
Jonathan menyadari bahwa Lisa sudah tidak bisa diubah lagi, dan dia akhirnya menganggukkan kepala.
"Baiklah, aku akan mengurus proses perceraian.”
"Tidak perlu!" sela Diana mengambil sesuatu di dalam laci yang tidak jauh darinya, melemparkannya di atas meja.
"Aku sudah mempersiapkannya, tinggal kalian tanda tangani saja!" lanjut Diana dengan nada yang tegas.
Lisa dan Jonathan memandang dokumen yang tergeletak di atas meja, dan mereka berdua tahu bahwa itu adalah surat perjanjian perceraian.
Jonathan merasa sedih dan kecewa, tapi dia tidak bisa menolak lagi.
Lisa, di sisi lain, merasa lega dan bahagia. Dia mengambil pena dan menandatangani dokumen tersebut dengan cepat.
“Selesai,” ucap Lisa dengan nada yang puas.
Jonathan menghela napas dalam-dalam, lalu mengambil pena dan hendak menandatangani dokumen tersebut.
“Aku tidak bisa meyakinkanmu lagi, kan?” kata Jonathan dengan nada yang sedih.
Lisa mengumpat Jonathan di dalam hati, pria itu berusaha mengulur waktu agar tidak menandatangani surat perceraian. Tapi dengan sigap dia menghampiri Jonathan sambil menepuk bahu pria itu, memberikan pengertian.
“Sudahlah, tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Tanda tangan itu segera!" ketus Lisa yang tegas, waktunya terbuang cuma-cuma.
Jonathan menatap Lisa, lalu memandang surat perceraian di depannya. Dengan berat hati, dia mengambil pena dan menandatangani dokumen tersebut.
“Selesai,” lirih Jonathan menyesal telah mengabaikan istrinya.
Lisa tersenyum, merasa lega dan bahagia saat dokumen perceraian sudah di tandatangani oleh kedua belah pihak.
“Sekarang, kita bisa melanjutkan hidup kita masing-masing.”
Dimalam hari, Lisa bersemangat merayakan perceraian. Mengajak Anna ke bar dan minum sepuasnya, kebahagiaan karena sudah terlepas dari Jonathan.
“Kau yakin sudah mendapatkan ingatanmu lagi?” tanya Anna terperangah tidak percaya, jika sahabatnya sudah pulih.
Lisa tertawa dan mengangguk. “Ya, aku sudah ingat semua kejadian buruk yang pernah terjadi, itu terjadi karena aku dan Meira bertengkar, dia mendorongku.”
Anna tersenyum dan memeluk Lisa. “Aku senang kamu sudah bebas dari Jonathan. Kamu pantas bahagia!”
Keduanya menikmati malam dengan minum dan menari, merayakan kebebasan dan persahabatan.
“Aku tidak akan pernah kembali ke masa lalu,” racau Lisa.
Anna mengangguk setuju. “Aku akan selalu ada di sampingmu, Lisa.”
Mereka berdua terus menari dan bernyanyi, menikmati kebebasan dan kebahagiaan.
Lisa merasa lega dan bahagia, karena dia sudah bebas dari pernikahannya yang tidak bahagia.
“Aku akan memulai hidup baru, dan aku akan bahagia,” kata Lisa dengan senyum yang lebar.
Anna tersenyum dan memeluk Lisa lagi.
“Aku akan selalu mendukungmu, Lisa. Kamu adalah sahabat terbaikku.”
Keduanya terus menikmati malam, dan merayakan kebebasan dan persahabatan mereka.
Anna membopong tubuh Lisa yang sudah mabuk, ia tahu kalau sahabatnya berpura-pura bahagia dan melampiaskannya ke minuman alkohol.
“Ayo, masuk ke dalam mobil!” tawar Alex, pria yang mendapatkan telpon dari Anna.
Alex membantu Anna membopong Lisa ke dalam mobil.
“Berapa banyak dia minum?” tanya Alex khawatir, setelah diberitahu oleh Anna.
“Dia minum cukup lama,” jawab Anna dengan nada yang prihatin.
Alex mengangguk. "Aku akan membantumu membawanya pulang.”
Anna tersenyum, berterima kasih kepada Alex atas bantuannya. Ketika mereka tiba di rumah, Alex membantu Anna membopong Lisa ke tempat tidur dan memberinya selimut.
Alex dengan lembut melepaskan high heels dari kaki Lisa, matanya tertuju pada wajah cantik yang mendapat sorotan cahaya temaram ruangan.
Jemari tangannya menelusuri lembut, menyisir rambut Lisa yang terurai menghalangi pandangan mereka.
Ia hendak beranjak pergi, namun tiba-tiba, Lisa menarik dasi Alex dengan kuat. Gerakan spontan itu membuat jarak di antara mereka terhapus, dan tanpa sadar, bibir mereka pun bertaut dalam hening yang memecah keheningan malam.
Alex merasakan jantungnya seolah-olah ingin melompat keluar dari dada. Matanya berkedip-kedip cepat, tidak bisa percaya bahwa mereka hanya berjarak sangat dekat tanpa sekat apapun di antara mereka.
Dia menggenggam erat tangan bajunya, mencoba menenangkan diri.
"Ya Tuhan, jantungku ini ... rasanya mau copot!" gumamnya dengan suara gemetar, merasa tubuhnya hampir tak kuasa menopang beratnya sendiri.
cinta nanti dulu biarakam si Alex membuktikan jangan cuma ngomong doang