Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Huwa ... huwa ...." Bu Maryam menangis kejer. "Tolong mantuku!"
Tadi, begitu Sabrina tertabrak seseorang memanggil ambulans. Tak berapa lama kemudian mobil itu datang dan Sabrina langsung dibawa ke rumah sakit.
Bu Maryam tidak berhenti menangis histeris sehingga membuat gaduh ruang UGD. Pihak keamanan berusaha memintanya untuk diam. Jika, tidak diusir ke luar karena menggangu pasien dan tim medis.
"Heh, apa kalian tidak punya perasaan? Wajar kalau aku menangis karena melihat menantuku seperti itu. Yang enggak wajar itu aku ketawa melihat menantuku seperti ini," ucap Bu Maryam memarahi satpam yang hendak membawanya ke luar.
"Tapi, ibu sudah membuat kegaduhan di sini," kata satpam yang memiliki tubuh tinggi, besar, dan berotot.
"Kalau begitu, suruh dokter biar cepat tangani menantuku biar cepat siuman dan obati luka-lukanya," balas wanita paruh baya itu sambil mencengkeram baju si satpam.
"Mah, bagaimana keadaan Sabrina?" Zidan datang dalam keadaan panik.
"Dia di sana! Dokternya masih sibuk menangani pasien lain, tapi baru saja seorang perawat memeriksa keadaan Sabrina."
Zidan shock melihat keadaan Sabrina yang berlumuran darah dan tergeletak tidak berdaya.
Seorang dokter kembali memeriksa keadaannya. Lalu, dokter itu melihat rekam medis hasil pemeriksaan perawat tadi.
"Pasien mengalami penurunan tekanan darah, detak jantung lemah, luka pada kepala, luka ringan di bagian lengan kiri dan kaki kiri. Kaki kanannya mengalami luka serius," ucap perawatan.
"Ada pendarahan sepertinya pasien sedang hamil. Kita hubungi bagian poli kandungan," ucap dokter.
"Sabrina hamil?" gumam Zidan yang terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang.
Mendengar itu tentu saja Zidan semakin shock. Tubuhnya mendadak lemas tak bertenaga. Dia takut terjadi sesuatu kepada istri dan calon bayinya.
Setelah dokter kandungan memeriksa, Sabrina dinyatakan mengalami keguguran akibat benturan keras pada perutnya. Maka dilakukan operasi kuretase. Selain itu bagian kepalanya mendapat tiga jahitan di kening sisi kanan atas.
Zidan tidak bisa berhenti berdoa dan menangis selama menunggu operasi. Bu Maryam sempat pingsan karena terlalu shock.
Operasi berjalan lancar, walau meninggalkan luka yang besar bagi Zidan dan keluarganya. Sekarang tinggal masa pemulihan pasca operasi. Laki-laki itu tahu kalau istrinya paling anti minum obat karena trauma di masa lalu. Jadi, harus ekstra sabar dalam menjalani pengobatan nantinya.
Sabrina membuka mata perlahan. Seketika rasa sakit menyerang sekujur tubuhnya. Dia ingat apa yang terjadi kepadanya ketika sedang menyeberang jalan.
"Neng," panggil Zidan dengan suara lembut. "Alhamdulillah, akhirnya sadar."
Zidan memegang lembut pipi Sabrina. Matanya berkaca-kaca karena cairan bening sudah terkuras habis tadi menangis dari siang sampai sore. Kedua matanya sampai bengkak dan memerah.
"Kang, kenapa matanya besar begitu? Kayak bola pingpong. Apa digigit tawon?" tanya Sabrina merasa heran sekaligus panik.
Zidan hanya bisa tersenyum. Dalam hatinya merasa bersyukur kalau istrinya masih sama. Dia sempat takut ada perubahan akibat luka di kepalanya.
Ketika Sabrina akan mengulurkan tangan, rasa sakit langsung terasa. Dia pun meringis kesakitan. "Aduuuuuh, sakit sekali, Kang!"
"Hati-hati, Neng! Tubuhnya banyak luka," kata Zidan berhati-hati memegang tangan sang istri.
"Sakit, Kang." Sabrina merengek.
"Iya, nanti akan sembuh lagi. Jadi, harus banyak istirahat dan jangan pecicilan dulu, ya?"
Sabrina mengangguk. Dia memang sangat penurut, apalagi sama Zidan yang sangat dicintainya.
"Bobo lagi, ya, biar cepat sembuh." Zidan mencium lembut kening Sabrina. Dia tahu bagaimana cara menenangkan istrinya.
"Ingin dipeluk," ucap Sabrina merengek. Dia sudah terbiasa tidur dipeluk Zidan.
Dengan hati-hati Zidan naik ke atas brankar. Lalu, dia menyandarkan kepala Sabrina di dada seperti biasanya ketika tidur.
***
Sabrina belum tahu kalau dirinya keguguran. Zidan dan Bu Maryam rencananya akan memberi tahu setelah kondisi kesehatannya pulih. Namun ....
"Aduh, kamu ini ceroboh sekali! Kasihan, kan, bayi kamu sampai keguguran," ucap Niken ketika datang menjenguk bersama Pak Yadi ke rumah sakit.
"Apa?" Sabrina terkejut. Lalu, dia menoleh kepada Zidan, "Kang ... apa itu benar?"
"Tutup mulut kamu, Pelakor!" teriak Bu Maryam marah sambil mencomot bibir Niken agar diam.
Wanita pelakor itu berusaha melepaskan tangan Bu Maryam yang begitu kuat mere'mas bibirnya. Dibantu sama Pak Yadi akhirnya bisa lepas juga. Namun, bibir Niken jadi kelihatan jontor.
"Pergi dari sini! Kalian malah membuat menantuku semakin sedih!," ucap Bu Maryam sambil melotot kayak kerasukan.
"Sayang, diamlah!" ucap Pak Yadi kepada Niken yang berusaha menyerang Bu Maryam balik.
Mendengar itu Bu Maryam ingin muntah. Pasangan suami-istri yang selalu membuatnya berubah menjadi singa yang mengaum.
"Pergi kalian dari sini! Kedatangan kalian malah membuat menantuku semakin sakit!" Usir Bu Maryam sambil mendorong kuat Pak Yadi dan Niken ke luar dari ruang rawat.
"Kang, a-pa benar aku ke-gu-guran?" tanya Sabrina terbata-bata.
"Iya. Kamu sudah kehilangan bayimu!" teriak Niken lagi. Dia merasa senang ketika melihat kesedihan pada ekspresi Sabrina dan kemarahan pada ekspresi Bu Maryam.
Zidan berusaha menenangkan Sabrina. Dia bicara dengan lemah lembut.
"Semua ini terjadi pastinya sudah takdir dari Allah. Neng, sekarang fokus pada pemulihan kesehatan," ucap Zidan.
"Tapi ... gara-gara aku bayi kita meninggal, eh, keguguran," balas Sabrina diiringi tangisan.
"Bukan salah kamu. Yang salah itu orang yang menabrak. Sudah tahu lampu merah masih saja main terobos!" ujar Bu Maryam menahan kesal dan marah karena ingat kejadian kemarin.
"Jangan sedih, nanti di akhirat kita akan bertemu dengan anak kita itu," ucap Zidan mencoba menyenangkan dan menenangkan sang istri.
Kalau tidak ingat tubuh sang istri penuh luka. Rasanya Zidan ingin memeluk erat Sabrina.
"Kita, kan, belum pernah bertemu dengannya? Apa kita akan saling kenal nanti saat di akhirat?" tanya Sabrina terisak.
"Tentu saja bisa ketahuan. Anak-anak yang meninggal sebelum lahir ke dunia atau yang sudah lahir akan menunggu orang tuanya di depan pintu surga," jawab Zidan sambil mengusap lembut pipi Sabrina yang basah.
"Kalau begitu aku harus banyak berbuat amal baik agar bisa masuk surga. Kasihan anak kita kalau aku malah masuk ke neraka," pungkas Sabrina dengan tatapan lembut dan penuh harap.
"Insya Allah, dengan Neng selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya Allah, nanti kita semua akan berkumpul bersama," balas Zidan.
Sabrina memeluk Zidan dan menangis lagi. "Kang, tolong buat aku jadi orang yang seperti itu, ya! Aku ingin berkumpul sama anak kita nanti."
"Ya, kita sama-sama berusaha," balas Zidan menahan tangisnya.
Orang yang sudah menabrak Sabrina berhasil kabur. Zidan sudah melaporkan ke polisi atas apa yang terjadi kepada istrinya. Beruntung banyak saksi mata yang melihat kejadian itu. Sekarang aparat kepolisian sedang melakukan pencarian tersangka.
Beberapa orang mengatakan, mobil itu seperti sengaja menabrak Sabrina. Hal itu dikarenakan mereka melihat mobil malah melaju semakin kencang, padahal lampu sudah berubah merah.
Zidan merasa kalau ini merupakan kejahatan yang disengaja. Orang itu ingin mencelakai atau kemungkinan terburuknya ingin membunuh Sabrina. Makasih dia tidak boleh membiarkan masalah ini, harus diusut sampai tuntas.
***
bukan musuh keluarga Sabrina
jangan suudhon dl mamiiii