Jatuh cinta pada pria yang tak dikenal, itulah yang dirasakan Khanza.
Hanya dengan melihatnya dari kejauhan.
Setelah lima tahun tak pernah melihat sosok Cinta pertamanya, mereka kembali di pertemukan.
Khanza tak menyangka jika mereka akan dipertemukan kembali sebagai atasannya.
"Maukah kau menikah denganku," kalimat yang keluar dari mulut pria yang menjadi cinta pertamanya itu seolah membuat Khanza melayang.
Apakah mereka akan bahagia bahagia? Tentu saja, apalagi mengetahui ada janin yang sedang berkembang di rahimnya, bulan kedua pernikahannya.
Bermaksud ingin memberi kejutan, justru dialah yang mendapat kejutan dari suaminya.
"Kau boleh meminta apa saja, tapi jangan memintaku meninggalkannya. Aku mencintai dirimu dan dirinya."
'HANCUR' saat suaminya mengatakan jika ia telah menikah sebelum menikahinya.
Istri Keduanya, itulah kedudukannya.
Mampukah Khanza berbagi cinta dengan wanita lain ...?
Akankah ia menerima atau justru harus pergi dari cinta pertamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN
Khanza, di usianya yang ke-15 tahun kedua orang tuanya meninggal, dia tinggal di kampung bersama dengan nenek dan kakeknya. Setelah lulus SMA Khanza mendapat beasiswa di universitas ternama di kota Jakarta.
Khanza sangat senang. Namun, dia juga ragu untuk pergi sendiri ke kota yang baru ia kenal. Karena tekad dan kegigihannya untuk menuntut ilmu dan ingin miliki masa depan yang lebih baik, Khanza memberanikan diri untuk ke kota seorang diri. Berbekal alamat seorang teman yang berkenalan melalui media sosial.
Setelah sampai di bandara, Khanza terlihat bingung dan terus menelpon seseorang.
"Mana, sih! Katanya mau menjemput, tapi kenapa dia belum datang," Khanza berbicara pada dirinya sendiri, melihat ke kiri dan ke kanan sambil terus berusaha menghubungi temannya.
"Khanza!" teriak seseorang yang melambaikan tangan pada Khanza. Orang itu adalah Aqila teman Khanza yang sudah berkenalan dengannya melalui media sosial, Aqila berlari menghampiri Khanza.
"Kamu kok, lama banget sih! Aku pikir aku akan menginap disini," keluh Khanza saat bertemu dengan Aqila.
"Maaf, ya! Kamu tahu sendiri 'kan kota Jakarta macet banget. Kamu Sendirian kesini nya?" tanya Aqila.
"Iya, Kakek dan nenekku tak bisa mengantar," jawab Khanza mulai mengambil barang-barangnya.
"Tempat kontrakanku sangat sederhana, kamu nggak apa-apa 'kan? Apa kamu mau ngontrak sendiri?" tanya Aqila, mereka berdua terus berbincang sambil berjalan meninggalkan bandara.
"Aqila Aku ini bukan orang kaya, aku hanya dari desa ke sini kuliah karena beasiswa. Kamu pikir aku akan pilih-pilih tempat tinggal, sudah bisa berbagi kontrakan denganmu saja aku sudah sangat bersyukur," ucapkan Khanza.
"Kirain kamu itu pilih-pilih tempat."
"Nggak kok, aku sederhana orangnya."
"Kamu cantik banget, sih! Jauh lebih cantik dari yang di foto profil kamu."
"Masa sih?"
"Iya, biasanya profil lebih cantik daripada aslinya, tapi kamu beda aslinya lebih cantik."
"Kamu juga cantik, kok!"
"Iya, cantik. Dilihat dari Monas," canda Aqila. Mereka pun tertawa cekikikan.
Aqila menghentikan taksi dan mereka pun langsung ke kontrakan Aqila.
"Maaf ya, kontrakan ku berantakan. Aku tak ada kesempatan untuk beres-beres, pagi sampai sore kuliah, malam aku kerja."
"Kamu juga kerja?"
"Iya, buat bantu bantu biaya kuliah, kasihan kalau dibebankan semua sama orang tua, lumayan uang untuk jajan."
"Aku mau juga dong, kerja sambil kuliah. Biar bisa menghasilkan uang sendiri, aku tak mau membebani kakek nenek ku.
Aqila satu tingkat diatas Khanza dia juga dari kampung, membuat mereka merasa sangat nyambung dan nyaman satu sama lain.
Di bandara yang sama, sepasang suami istri turun dari sebuah pesawat pribadi, "Mas, aku mohon cobalah membuka hatimu untuk nya. Dia wanita yang baik," ucap sang istri yang bernama Farah. Farah wanita yang sangat dewasa, cantik, dan pekerja keras. Ia memiliki bisnis yang sukses sebagai seorang yang desain.
"Farah, aku sudah bilang! Aku tak ingin menikah lagi, aku tak ingin membahasnya lagi," tegas Abizar, suami dari Farah. Seorang CEO yang sangat kaya raya, dingin dan juga terlihat sangat angkuh. Berusia 30 tahun ia menikah dengan Farah di usia 20 tahun dan sampai sekarang mereka belum dikaruniai seorang anak, Farah lebih tua 3 tahun dari Abizar. Membuat ia semakin khawatir tak bisa memberikan keturunan untuk Abizar.
Farah selalu meminta Abizar untuk menikah lagi, karena ia merasa dirinya sudah gagal menjadi seorang istri. Ia tak bisa melahirkan seorang anak untuk Abizar. Farah sudah berusaha. Namun, tetap saja Tuhan belum memberinya kesempatan untuk menjadi seorang ibu.
"Mas, sampai kapan kamu harus bersikap seperti ini. Kau selalu saja menolak wanita yang aku kenalkan, mereka adalah wanita yang baik," ucap Farah.
"Farah cukup, aku takkan menikah lagi hanya karena kau tak bisa memberiku seorang anak, bagiku kehadiranmu sudah cukup untuk membuatku bahagia," kesal Abizar berjalan lebih dulu, 2 bulan terakhir ini istrinya terus aja memintanya untuk menikah lagi.
Mereka pun pulang, sepanjang perjalanan tak ada pembicaraan diantara mereka, Abizar masih marah dan memilih melihat keluar jendela.
Pagi hari Khanza terbangun, Khanza melihat jam di ponselnya.
Khanza sangat kaget, saat dia sudah sangat terlambat, dengan cepat Khanza mengambil peralatan mandinya dan bergegas masuk ke kamar mandi sambil terus mengoceh melihat Aqila yang sudah siap.
"Kamu kenapa nggak bangunin aku, Sih!" kesal Khanza yang sudah selesai mandi.
"Maaf, aku belum terbiasa. Aku lupa jika kau juga harus ke kampus," kekek Aqilah yang melihat Khanza memakai pakaian dan make up nya dengan terburu-buru.
Mereka ke kampus menggunakan bus,
"Ini kenapa semua pada berlarian? Apa kita benar-benar terlambat," ucap Khanza mengingat saat di kampung mereka semua akan berlari memasuki gerbang sekolah saat akan terlambat, karena jika ada yang terlambat masuk, tak akan diizinkan memasuki gerbang, tanpa melewati hukuman.
"Iya. Kenapa mereka semua berlarian," ucap Aqila.
Aqila menghentikan salah satu temannya yang berlari melewati mereka, "Kenapa kalian semua berlarian?"
"Pak Abizar sudah datang, anak-anak sekarang semua sudah berkumpul di aula kampus."
"Kenapa aku bisa lupa, hari ini akan ada kunjung ke kampus kita," Aqila memukul keningnya kemudian menarik Khanza.
Khanza yang masih tak tahu apa yang terjadi hanya ikut saja saat Aqila menariknya.
Tak berhati-hati, Khanza menjatuhkan bukunya.
"Bentar ... bentar, bukuku jatuh, kamu duluan aja," ucapkan Khanza yang sudah bisa melihat dimana ruangan para mahasiswa itu masuk.
"Emangnya kenapa, sih! Mereka harus berlari, siapa Abizar." Khanza mengambil bukunya kemudian berjalan menuju ke ruangan di mana semua mahasiswa sudah duduk menunggu kedatangan Sosok bernama Abizar.
Begitu Khanza akan masuk, Abizar lewat di depannya, Khanza menutup matanya mencium aroma parfum yang begitu memabukkan, aroma parfum yang dipakai Abizar seolah meresap hingga ke sukmanya. Khanza membuka mata dan melihat wajah Abizar tepat di depannya, wajah yang begitu tampan dan mampu menggetarkan hatinya, waktu seolah berhenti dan hanya berputar di sekitaran Abizar yang berjalan masuk ke dalam ruangan.
Khanza melongo dan terus menatap Abizar dari depan pintu.
Abizar yang merasa diperhatikan oleh Khanza menatap balik Khanza dan tersenyum pada gadis yang berdiri mematung di depan pintu seorang diri dengan ekspresi keterpesonaan yang tak bisa disembunyikan.
Tubuh Khanza melemah saat Abizar tersenyum padanya, buku yang dipegangnya kembali terjatuh dan pas mengenai ujung jari kakinya.
"Aww, sakit," pekik Khanza mengusap kakinya yang terkena buku.
Aqila yang tak tahan melihat Khanza mempermalukan dirinya sendiri langsung menarik temannya untuk ikut bergabung dengan yang lainnya.
"Sepanjang pertemuan, Khanza terus saja memperhatikan Abizar. Ia tak memperhatikan apa yang diucapkan Abizar, tapi dia memperhatikan apa yang dilakukan pria tampan yang ada di depan, mulai dari cara dia minum, duduk, tersenyum, berbicara, berjalan, semua tak luput dari perhatian Khanza.
Khanza larut dalam dunianya sendiri sambil terus menatap Abizar.
Tanpa disadarinya Abizar juga memperhatikan Khanza dan tersenyum melihat kelakuannya.
Acara pun selesai, Abizar meninggalkan ruangan tersebut. Khanza seakan tak rela saat melihat Abizar pergi dengan mobilnya.
"Itu tadi siapa?" tanya Khanza tanpa melepas pandangannya dari mobil Abizar yang terus menjauh meninggalkan gerbang kampus.
"Itu salah satu pengusaha tersukses di kota ini," jawab Aqila.
"Apa dia akan sering datang ke sini?" tanya Khanza dengan penuh harapan.
"Nggak, Pak Abizar hanya datang setahun sekali,"
"Apa ... setahun sekali?" pekik Khanza.
"Emangnya kenapa?"
Khanza mengambil tangan Aqila dan meletakkannya di dadanya. "Kamu bisa merasakan detak jantung, Sepertinya aku sudah jatuh cinta padanya."
Aqila juga mengambil tangan Khanza dan melakukan hal yang sama, ia meletakkan tangan Khanza ke dadanya,
" Jantungku juga berdetak lebih kencang saat menatapnya, tapi aku tak berani untuk jatuh cinta padanya," ucap Aqila mengikuti cara bicara Khanza yang terdengar seperti seorang yang sedang membacakan puisi.
"Aku serius, nggak bercanda. Aku nggak pernah ngerasain hal seperti ini, jantungku berdetak sangat kencang sampai dadaku terasa sakit saat melihat pria tadi. Aku yakin, aku sedang jatuh cinta."
"Sebaiknya kamu ke kelasmu sekarang, ini adalah hari pertama mu jangan sampai terlambat. Jangan membuat kesan buruk pada dosen," ucap Aqila segera mendorong Khanza yang masih terus menatap ke arah jalan, walau ia sudah tak melihat mobil Abizar di sana.
Hari terus berganti, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Khanza terus menunggu kehadiran Abizar di kampusnya. Namun, sepertinya penantiannya sia-sia. Hingga ia lulus dari universitas tersebut Abizar tak sekalipun datang.
Walau tak pernah melihatnya Abizar lagi, entah mengapa Khanza terus menantikannya.
5 tahun kemudian.
Setelah lulus kuliah Khanza memutuskan untuk kembali ke kampung. Namun, Khanza merasa tak cocok hidup di kampung, ia pun kembali ke kota dan mulai mencari pekerjaan.
Khanza kembali tinggal bersama Aqila.
"Kau mau kemana" tanya Aqila yang melihat Khanza terlihat begitu rapi di pagi-pagi buta.
"Aku sudah mengirim lamaran kerja, dan hari ini panggilanku untuk wawancara kerja. Aku akan ke kantor dulu." Jawab Khanza.
"Kamu mengajukan lamar pekerjaan di perusahaan mana?" tanya Aqila.
"Aku melamar pekerjaan di PT Angkasa Jaya," jawab Khanza yang sudah sejak lama mengirim pengajuan permohonan lamaran kerjanya.
"Benarkah? Aku juga bekerja di sana," ucap Aqila yang senang tahu kalau Khanza akan bekerja di kantor yang sama.
"Benar kah? Aku baru melamar pekerjaan disana, Semoga saja aku bisa di terima,"
"Iya, aku juga Bekerja di PT Angkasa Jaya." ucap Aqila.
" Jadi gini, tadinya aku hanya memilih secara acak perusahaan yang akan aku kirimkan surat lamaran pekerjaan, tanpa pernah menyangka kita akan kembali bekerja di kantor yang sama" ucapkan Khanza merasa sangat senang.
"Ya, sudahlah aku sekarang mau ke sana. Doain ya, biar aku juga bisa diterima," ucap Khanza dan bergegas menuju ke PT Angkasa Jaya.
Begitu sampaikan Khanza melihat gedung yang begitu tinggi, Ia pun menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan dan memantapkan hatinya untuk melangkah masuk.
Khanza bisa melihat ada beberapa orang yang juga mengantri dan sepertinya mereka juga datang untuk melakukan wawancara.
Khanza menunggu dengan gelisah gilirannya.
"Khanza," nama Khanza dipanggil,
Khanza bergegas masuk ke ruang wawancara dan betapa terkejutnya ia saat di dalam ruangan tersebut ia melihat Abizar duduk di salah satu kursi dan sepertinya ialah pemimpin dari perusahaan Itu.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Assalamualaikum,,,
Terima kasih sudah membaca 🙏
Semoga perjalanan cinta antara Abizar, Khanza dan Farah bisa menemani waktu luang kalian 🤗
Mohon dukungannya ya, Kak. Di bab pertama ini Beri LIKE dan Komennya ya Kak🙏🙏🙏🙏
salam kenal 🤗
Author m anha.
Love you all 💕💕💕
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
agak gemesh sma visual karakternya. realitanya gk ada yg 100 mw d madu wlau mlut brkata iya n brkata akn adil