NovelToon NovelToon
Embun Di Balik Kain Sutra

Embun Di Balik Kain Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Romansa pedesaan
Popularitas:563
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Di Desa Awan Jingga—desa terpencil yang menyimpan legenda tentang “Pengikat Takdir”—tinggal seorang gadis penenun bernama Mei Lan. Ia dikenal lembut, tapi menyimpan luka masa lalu dan tekanan adat untuk segera menikah.

Suatu hari, desa kedatangan pria asing bernama Rho Jian, mantan pengawal istana yang melarikan diri dari kehidupan lamanya. Jian tinggal di rumah bekas gudang padi di dekat hutan bambu—tempat orang-orang jarang berani mendekat.

Sejak pertemuan pertama yang tidak disengaja di sungai berembun, Mei Lan dan Jian terhubung oleh rasa sunyi yang sama.
Namun kedekatan mereka dianggap tabu—terlebih karena Jian menyimpan rahasia gelap: ia membawa tanda “Pengkhianat Istana”.

Hubungan mereka berkembang dari saling menjaga… hingga saling mendambakan.
Tetapi ketika desa diguncang serangkaian kejadian misterius, masa lalu Jian kembali menghantui, dan Mei Lan harus memilih: mengikuti adat atau mengikuti hatinya yang berdegup untuk pria terlarang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 — Kota Bayangan dan Jaringan Bawah Tanah

​Perjalanan dari Desa Awan Jingga ke Kota Bayangan memakan waktu tiga hari yang melelahkan dan penuh bahaya. Mereka berjalan hampir tanpa henti di malam hari, bersembunyi di gua dan di balik semak tebal saat siang. Jian, dengan naluri prajuritnya, mengandalkan bintang dan topografi, bergerak melintasi hutan belantara yang dipenuhi ketidakpastian.

​Mei Lan menemukan cadangan kekuatan yang ia tidak tahu dimilikinya. Ia tidak mengeluh. Ia menjaga ritme napasnya, menghemat makanan, dan menjadi mata Jian di saat pria itu kelelahan. Di lembah, ia hanya seorang penenun; di hutan belantara, ia adalah pasangan, seorang penyintas.

​Pada malam ketiga, mereka mencapai pinggiran Kota Bayangan. Kota itu adalah pusat perdagangan besar yang membentang dari pelabuhan sungai hingga ke gerbang istana kekaisaran yang megah, sebuah kontras yang tajam dengan Desa Awan Jingga yang sunyi.

​“Kita tidak bisa masuk melalui gerbang utama,” bisik Jian, saat mereka bersembunyi di balik barisan pohon camphor yang menjulang tinggi, mengamati penjaga yang berpatroli. “Wajahku dicari. Kita harus masuk melalui area pasar gelap, melalui lorong bawah tanah.”

​Kota Bayangan adalah rumah bagi 'Jaringan Bawah Tanah'—sebuah komunitas buronan, mata-mata, dan pedagang gelap yang beroperasi di luar yurisdiksi resmi kekaisaran. Ini adalah satu-satunya tempat di mana Jian bisa mendapatkan identitas baru, pasokan, dan, yang terpenting, informasi tentang seberapa dekat pelacak Istana.

​Mereka memasuki kota melalui celah sempit di tembok pertahanan lama, yang mengarah ke labirin gang-gang kecil yang gelap, berbau rempah-rempah busuk, dan air selokan yang kotor.

​Mei Lan memeluk gulungan Kain Sutra Cahaya Bintang-nya erat-erat. Di Desa Awan Jingga, kain ini adalah simbol kemurnian; di sini, di bawah tatapan tajam para pencuri dan pengemis, kain itu terasa seperti pemanggil masalah.

​Jian membimbingnya ke sebuah kedai teh kumuh di pinggiran kota. Kedai itu tidak memiliki nama, hanya sebuah lampion merah yang pudar di atas pintu. Di dalamnya, suasana terasa berat, penuh dengan bisikan dan tatapan curiga.

​“Aku punya teman lama di sini,” bisik Jian, menarik Mei Lan ke meja sudut yang gelap. “Dia berutang nyawa padaku. Dia adalah kepala jaringan ini di kota ini.”

​Tak lama kemudian, seorang wanita tua dengan mata yang cerdas dan bekas luka silang di pipinya mendekati meja mereka. Namanya Nyonya Liu. Ia adalah tipe wanita yang bisa memeras informasi dari batu dan membuat perjanjian dengan iblis.

​Nyonya Liu menatap Jian, dan senyum dingin muncul di wajahnya. “Aku tidak pernah menyangka akan melihat Rho Jian si Bayangan lagi. Kau terlihat seperti hantu, Jenderal.”

​Jian menggeleng. “Aku bukan Jenderal. Aku adalah buronan, dan aku datang untuk menagih utangmu.”

​Nyonya Liu mengangguk, matanya beralih ke Mei Lan. Ia memindai Mei Lan dari kepala hingga kaki, menilai pakaian desa yang sederhana dan ketakutan yang tersembunyi.

​“Utang akan dibayar,” kata Nyonya Liu. “Tapi Kau tidak sendirian. Siapa gadis ini? Gadis-gadis cantik dari desa murni tidak cocok untuk debu Kota Bayangan.”

​“Dia adalah temanku,” jawab Jian, suaranya tajam. “Dan dia adalah bagian dari kesepakatan.”

​“Kesepakatanmu harus berharga, Jenderal. Karena membawa seorang gadis bersamamu di tempat ini adalah lubang di perahu.” Nyonya Liu mencondongkan tubuhnya, suaranya menjadi rendah dan mengancam. “Pelacak Istana ada di kota. Mereka tahu Kau menuju ke sini. Mereka mencari tanda Singa Emas. Jika Kau membuat masalah, itu akan membahayakan seluruh jaringan.”

​Jian menunduk. “Aku tahu. Aku butuh tempat tinggal, identitas baru, dan rute keluar menuju perbatasan selatan. Dan sebagai imbalannya, aku akan memberimu informasi yang Istana ingin lindungi.”

​Nyonya Liu tertawa, suara yang kasar. “Informasi hanyalah angin. Kita butuh jaminan yang lebih kuat.”

​Jian terdiam. Mei Lan meraih tangan Jian di bawah meja, genggaman yang menyalurkan keberanian. Jian tahu ia harus memberikan sesuatu yang tidak bisa ditolak oleh Nyonya Liu, sesuatu yang berharga selain nyawanya sendiri.

​Jian ingat bahwa Nyonya Liu adalah seorang kolektor fanatik artefak kuno, khususnya yang berhubungan dengan seni dan tradisi penenunan.

​“Dia adalah jaminan,” kata Jian, menunjuk ke gulungan kain yang dipeluk Mei Lan.

​Nyonya Liu menyipitkan mata. “Kain. Kain adalah sampah yang mudah rusak.”

​Mei Lan memutuskan untuk berbicara. Ia melepaskan tangan Jian dan meletakkan gulungan Kain Sutra Cahaya Bintang di atas meja. Perlahan, ia membuka lipatannya.

​Di bawah cahaya remang-remang kedai teh yang kotor, kain sutra perak itu bersinar dengan indah. Bintang-bintang mineral yang ditenun dengan presisi sempurna tampak hidup. Itu adalah penenunan yang sangat langka, sangat halus, dan sangat murni, tidak ada satu pun cacat.

​Nyonya Liu terkesiap, dan untuk pertama kalinya, perisai dinginnya retak. Matanya yang tajam menatap kain itu dengan damba. “Ini… ini Kain Cahaya Bintang. Dari Gua Kaca. Tidak mungkin. Tenunan ini hilang bertahun-tahun yang lalu.”

​“Ibuku menenunnya, dan saya menyelesaikan yang terbaru,” kata Mei Lan, suaranya tenang dan tegas. “Kain ini ditenun untuk para leluhur di Desa Awan Jingga. Kain ini tidak ternilai harganya. Ia adalah bukti dari warisan penenun yang autentik.”

​Mei Lan mengambil nafas, keberaniannya meningkat. “Kami tidak bisa memberikan kain ini kepadamu. Ini terlalu suci. Tetapi saya akan menenun satu setelan pakaian untukmu, hanya untukmu, menggunakan teknik yang hanya diketahui oleh penenun Desa Awan Jingga. Pakaian yang akan membuatmu dihormati, atau ditakuti, di mana pun Kau berada. Kami akan tinggal dan bekerja untukmu sampai utang Jian lunas.”

​Jian menatap Mei Lan, terkejut dengan keberanian dan kecerdasan gadis itu. Mei Lan telah menggunakan keterampilannya, bukan kecantikannya, sebagai alat tawar. Ia telah mengubah Jian dari buronan yang menuntut bantuan, menjadi seorang pekerja yang memiliki jaminan yang berharga.

​Nyonya Liu menatap Jian, lalu pada Mei Lan, lalu kembali pada kain itu. Keputusan itu terlihat sulit.

​“Berapa lama?” tanya Nyonya Liu, nadanya lebih lunak.

​“Tiga minggu,” jawab Mei Lan. “Bahan baku harus dicari, tetapi saya bisa menyelesaikannya dalam tiga minggu.”

​Nyonya Liu mengangguk, senyumnya kembali, tetapi kali ini, itu adalah senyum penghormatan. “Kesepakatan. Kau akan mendapatkan tempat tinggal, persediaan, dan perlindungan penuh dari jaringan ini. Tapi Kau akan menenun di bawah pengawasanku. Jika Kau melarikan diri, atau jika Kau menarik perhatian Istana, aku akan menyerahkanmu sendiri, Jenderal.”

​Jian mengangguk. “Adil.”

​Nyonya Liu memberi mereka sebuah ruangan kecil di atas gudang penyimpanan rempah-rempah yang tersembunyi. Ruangan itu kecil, tetapi aman, dan memiliki satu jendela kecil yang tertutup terali besi.

​Setelah Nyonya Liu pergi, Mei Lan dan Jian saling pandang di ruangan kecil itu. Mereka sekarang tidak hanya terikat oleh perasaan, tetapi oleh sebuah kesepakatan hidup-mati dengan Jaringan Bawah Tanah.

​Jian berjalan ke arah Mei Lan, membelai pipinya. “Kau menyelamatkan kita, Mei Lan. Kau menenun takdir kita di tengah kekacauan.”

​“Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan,” bisik Mei Lan. “Tapi Kau harus berjanji padaku, Jian. Jangan tunjukkan dirimu di luar jaringan ini. Bahaya sudah sangat dekat.”

​Jian mengangguk. “Pelacak itu semakin dekat. Mereka mencari seorang Jenderal yang gagal. Aku harus bersembunyi. Dan selama aku bersembunyi, Kau akan menjadi pekerja di jaringan ini.”

​Mei Lan merasakan nyeri di hatinya. Mereka telah mencapai kota besar, tetapi mereka terkurung.

​“Kau telah menenun benangku ke dalam hidupmu, Mei Lan,” kata Jian, memeluknya erat-erat. “Sekarang, kita harus memastikan kain ini tidak robek.”

​Malam itu, mereka berdua tidur di tikar yang sama, di tengah bau rempah-rempah yang tajam. Mereka tidak berhubungan secara intim, tetapi pelukan mereka adalah penghiburan, sebuah perisai melawan dunia luar.

​Mei Lan tahu, tiga minggu ke depan akan menjadi ujian terberat. Ia harus menenun kain yang paling sempurna, di bawah tekanan paling besar, untuk membebaskan pria yang dicintainya dari masa lalu yang mematikan. Ia adalah penenun takdir, dan sekarang, ia harus membuktikan kekuatannya.

1
Rustina Mulyawati
Bagus ceritanya... 👍 Saling suport yuk!
marmota_FEBB
Ga tahan nih, thor. Endingnya bikin kecut ati 😭.
Kyoya Hibari
Endingnya puas. 🎉
Curtis
Makin ngerti hidup. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!