Sejak malam pernikahan, Clara Wu telah diracun oleh pamannya—racun yang membuatnya hanya bisa bertahan hidup lewat penawar yang diberikan setiap minggu.
Namun setiap kali penawar itu datang, bersamanya hadir obat perangsang yang memaksa tubuhnya menjerit tanpa kendali.
Tak sanggup menanggung hasrat yang dipaksakan padanya, Clara memilih menyakiti diri sendiri, melukai tangannya agar tetap sadar.
Tiga tahun ia bertahan dalam pernikahan tanpa cinta, hingga akhirnya diceraikan dan memilih mengakhiri hidupnya.
Ketika Adrian Zhou kembali dari luar negeri dan menemukan kebenaran tentang siksaan yang dialami istrinya, hatinya hancur oleh penyesalan.
Apakah Adrian akan mampu mencintai istri yang selama ini ia abaikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Keesokan harinya.
Bibi Shu, pembantu rumah tangga keluarga Wu, baru saja kembali dari pasar dengan tangan penuh belanjaan. Ia berjalan tergesa di jalan menuju ke rumah James sambil mengelap keringat di dahinya. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah mobil mewah berhenti tepat di depannya.
Dari dalam mobil, seorang pria tinggi berjas hitam keluar dengan gerakan tenang namun tegas. Tatapannya tajam, tapi sikapnya sopan.
“Bibi Shu, apakah masih ingat denganku?” sapa pria itu, menundukkan kepala sedikit.
Bibi Shu memicingkan mata, mencoba mengingat wajah itu. “Anda adalah…?”
“Saya asisten Tuan Zhou. Beliau ingin berbicara dengan Anda,” jawab Kane sopan, namun suaranya terdengar serius.
Bibi Shu terkejut. “Maksudmu… Tuan Andrian Zhou sudah pulang?” tanyanya dengan nada ragu.
“Silakan ikut saya, Bibi.” Kane mengambil belanjaan di tangannya, lalu membukakan pintu mobil dengan hormat.
Dengan langkah ragu dan dada berdebar, Bibi Shu akhirnya mengikuti pria itu.
Beberapa saat kemudian.
Mobil berhenti di depan sebuah apartemen mewah. Di ruang tamu yang bernuansa dingin dan tenang, Andrian duduk di sofa dengan kaki bersilang. Kemeja hitamnya sedikit terbuka di bagian dada, dan jaket yang dikenakannya mempertegas wibawa seorang pria yang penuh luka batin. Wajahnya tampak tenang, namun kulitnya pucat—tanda tubuhnya belum pulih sepenuhnya.
Ketika Bibi Shu masuk, ia menunduk sopan. “Tuan Zhou.”
Andrian menatapnya tajam. “Bibi Shu?” suaranya berat, menahan emosi yang belum bisa ia kendalikan.
“Iya, saya pembantu keluarga Wu. Saya tidak tahu kenapa Tuan ingin bertemu saya. Dan… di mana Nona Clara sekarang?” tanyanya hati-hati.
Andrian menghela napas panjang, matanya memandang ke arah wanita itu,“Clara sedang dirawat. Kondisinya… masih kritis.”
Bibi Shu terbelalak. “Apa? Kritis? Kenapa… apakah Nona sakit? Apa yang terjadi, Tuan?”
Suara Andrian terdengar serak saat menjawab, “Clara bunuh diri. Dia menenggelamkan dirinya ke laut. Untung saja pelayan menemukannya lebih cepat. Tapi… dia belum sadar. Hidup dan matinya sekarang hanya bergantung pada takdir.”
Bibi Shu menutup mulutnya dengan tangan gemetar. Kakinya goyah dan hampir jatuh jika Kane tidak segera menahannya.
“Bibi, hati-hati,” ujar Kane pelan.
Air mata menetes dari mata wanita tua itu. “Nona… bunuh diri?” bisiknya. “Pantas saja… dia pernah bilang padaku, kalau dia punya cara untuk mengakhiri penderitaannya.”
Andrian menatapnya tajam. “Apa maksudmu? Jelaskan! Apa yang sebenarnya terjadi pada Clara? Bukankah dia pulang ke rumah selama sebulan? Mengapa setelah itu dia jatuh sakit dan berakhir seperti ini?”
Kane membantu Bibi Shu duduk di sofa. Wanita itu memeluk kedua tangannya sendiri, bahunya bergetar menahan tangis.
“Sebenarnya… kondisi Nona sangat buruk, Tuan,” katanya lirih. “Dia tidak ingin pulang ke rumah itu, tapi… setelah dipaksa menikah dengan Anda, dia juga dipaksa menelan sebutir racun. Racun yang tidak bisa disembuhkan.”
Andrian membeku. “Racun?” suaranya nyaris tak terdengar.
Bibi Shu mengangguk dengan air mata berlinang. “Setiap minggu dia menderita kesakitan hebat, Tuan. Ia pulang hanya untuk mendapatkan penawar dari Tuan besar. Tanpa itu, dia akan mati perlahan.”
Andrian mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras. “James… memberi racun pada keponakannya sendiri? Untuk apa?”
“Untuk memaksa Nona mencuri data perusahaan Anda,” jawab Bibi Shu dengan suara parau. “Tapi Nona tidak pernah melakukannya selama tiga tahun ini. Karena itu… dia terus dihukum dengan racun yang mengekang hidupnya. Tidak ada dokter yang bisa mendeteksinya, karena racun itu dibuat khusus oleh orang kepercayaan Tuan besar.”
Ruangan itu terasa sesak. Napas Andrian memburu, matanya berkilat penuh amarah.
“Katakan semuanya!” titahnya dengan suara rendah namun penuh tekanan. “Aku ingin tahu apa lagi yang aku tidak tahu!”
Bibi Shu menunduk. Tangannya bergetar di pangkuannya saat ia mulai menceritakan segalanya—tentang bagaimana Clara diperlakukan sejak kecil, bagaimana dia hidup di bawah bayang-bayang ancaman, dan bagaimana ia menanggung derita sendirian tanpa seorang pun tahu.
Ketika cerita itu berakhir, keheningan memenuhi ruangan. Kane menunduk, berusaha menahan simpati yang terasa menusuk.
Andrian memejamkan mata, menahan amarah yang hampir meledak. Nafasnya berat, dan urat di pelipisnya menegang.
Bibi Shu kembali berbicara dengan suara parau, “Beberapa bulan terakhir… Tuan besar kehilangan kesabarannya. Setiap kali Nona pulang untuk meminta penawar, dia dipaksa menelan obat perangsang agar menggoda Anda. Tapi… Nona tidak pernah melakukannya. Dia melawan efek obat itu, menahan sakitnya sendirian. Dia sampai melukai dirinya sendiri demi menahan dorongan itu.”
“Keracunan selama tiga tahun… menderita sakit selama tiga tahun… diberi obat perangsang hingga melukai diri sendiri… dan disiksa?” suara Andrian bergetar, matanya berair menahan emosi yang membuncah. “Kenapa aku tidak tahu semua ini?”
Nada suaranya berubah rendah dan berat, nyaris seperti geraman. Tatapan matanya kosong sesaat, lalu beralih tajam ke arah lantai, seolah mencoba menahan amarah yang membakar dadanya.
“Tuan Zhou…” Bibi Shu menunduk dalam, suaranya serak. “Nona pernah berkata, pernikahan ini hanyalah kontrak… yang akan berakhir setelah tiga tahun. Tapi setelah Tuan besar tahu bahwa Anda menceraikannya, Nona langsung dipukul dan dikurung selama sebulan.”
Andrian tertegun. “Dikurung?”
“Iya, Tuan.” Air mata mulai menetes di wajah tua itu. “Selama sebulan penuh, Nona dicambuk, disiksa, dan hanya diberi makan bubur setiap hari di ruang bawah tanah yang gelap. Nona menangis setiap malam… ketakutan setiap detik. Ia tidak tahu kapan bisa keluar. Luka di tubuhnya belum sembuh, tapi ia masih terus berusaha hidup.”
Suara wanita tua itu makin bergetar. “Nona sudah mengalami trauma sejak kecil. Dia tidak pernah tidur nyenyak, selalu bermimpi buruk. Setiap kali bangun, ia memeluk dirinya sendiri sambil berbisik bahwa ia takut mati sendirian. Saya sering mendengarnya menangis tanpa suara, agar tidak terdengar oleh mereka.”
Andrian mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku jarinya memutih. Nafasnya tersengal, dadanya naik-turun cepat. Wajahnya mengeras, tapi matanya merah basah. Kane yang berdiri di sampingnya hanya bisa diam, menunduk dalam, tak kuasa menatap kemarahan yang hampir meledak dari pria itu.
Bibi Shu bangkit perlahan, air matanya jatuh membasahi lantai. Ia lalu menunduk dalam, suaranya memohon.
“Tuan… tolong selamatkan Nona dari keluarga itu,” katanya sambil menatap Andrian dengan mata penuh harap. “Mereka tidak pernah mencintainya. Harta peninggalan orang tuanya sudah mereka rampas. Mereka bahkan mengubah nama penerus keluarga setelah orang tuanya meninggal dunia. Saat itu Nona masih kecil, tidak punya siapa-siapa untuk melindunginya.”
Bibi Shu terisak. “Pernikahan ini juga paksaan, Tuan. Nona tidak pernah berniat jahat pada Anda. Dia justru berusaha menjauh karena takut Anda jijik padanya… karena dia tahu anda tidak pernah peduli padanya."
Suasana menjadi hening. Hanya terdengar napas berat Andrian yang bergetar. Lalu, dengan tangan gemetar, Bibi Shu mengeluarkan sebuah flashdisk dari saku bajunya.
“Ini adalah… rekaman sejak kecil Nona disiksa,” katanya lirih sambil menyerahkannya kepada Andrian.
Kane segera mengambil flashdisk itu dengan hati-hati. “Bibi… dari mana Anda mendapatkan rekaman ini?” tanyanya dengan nada terkejut.
“Saya… diam-diam menyimpannya.” Bibi Shu mengusap air matanya. “Awalnya saya ingin melapor ke polisi, tapi saya takut, Tuan. Takut membuat Nona semakin menderita. Tuan besar berteman dekat dengan banyak pejabat dan petinggi. Saya hanya seorang pembantu, siapa yang akan percaya pada saya?”
Wanita tua itu akhirnya jatuh berlutut di hadapan Andrian, suaranya parau penuh harap.
“Saya mohon, Tuan Zhou… selamatkan Nona Clara. Hanya Anda yang bisa melakukannya sekarang. Kalau tidak… saya takut Nona tidak akan bertahan hidup lama. Dia bahkan telah memilih mengakhiri hidupnya. Itu artinya dia sudah putus asa atas hidupnya. Selama ini dia tidak ada dukungan dan perlindungan."