NovelToon NovelToon
Senyum Tiramisu

Senyum Tiramisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / Cintapertama
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Satu tahun penuh kebahagiaan adalah janji yang ditepati oleh pernikahan Anita dan Aidan. Rumah tangga mereka sehangat aroma tiramisu di toko kue milik Anita; manis, lembut, dan sempurna. Terlebih lagi, Anita berhasil merebut hati Kevin, putra tunggal Aidan, menjadikannya ibu sambung yang dicintai.

​Namun, dunia mereka runtuh saat Kevin, 5 tahun, tewas seketika setelah menyeberang jalan.
​Musibah itu merenggut segalanya.

​Aidan, yang hancur karena kehilangan sisa peninggalan dari mendiang istri pertamanya, menunjuk Anita sebagai target kebencian. Suami yang dulu mencintai kini menjadi pelaku kekerasan. Pukulan fisik dan mental ia terima hampir setiap hari, tetapi luka yang paling dalam adalah ketika Anita harus berpura-pura baik-baik saja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Demam dan Bayangan Palsu

​​Matahari pagi menembus celah tirai, tetapi bagi Anita, dunia terasa gelap dan berputar. Ia bangun bukan karena alarm atau kewajiban memasak, melainkan karena panas yang membakar tubuhnya.

​Seluruh persendiannya sakit, kepala berdenyut hebat, dan perutnya terasa kram. Setelah keguguran yang tak terawat dan kelelahan mental yang kronis, tubuh Anita akhirnya menyerah. Ia mengalami demam tinggi.

​Anita mencoba bangkit, tetapi kepalanya terasa berat, dan pandangannya sedikit kabur. Ia memaksa dirinya melihat ke cermin di kamar. Wajahnya sangat pucat, dan di tengah kepucatan itu, matanya terlihat sedikit menguning—pertanda bahaya serius.

​Ini pasti karena infeksi dari keguguran yang tidak terawat. Pikiran itu muncul, tetapi ia segera menolaknya. Ia tidak punya uang untuk rumah sakit. Ia tidak punya waktu untuk sakit.

"​Ia harus mengadu, meminta pertolongan, tetapi kepada siapa?"

​"Kepada Aidan? Pria yang mematahkan rahangnya, yang menyebabkan keguguran, dan yang menghinanya. Mengadu kepada Aidan sama saja mencari penghinaan baru, atau hukuman yang lebih parah."

"​Kepada ibunya di kampung? Ibunya hanya akan panik dan menyalahkan diri sendiri."

"​Kepada Sela? Sela sudah ia bohongi. Ia tidak bisa membahayakan Sela."

​Anita jalan ke arah pintu kamarnya dan membuka kunci akan tetapi tiba-tiba dia merasakan badan yang sangat tidak enak. Anita memilih kembali berbaring. Ia menutupi dirinya dengan selimut tebal, tetapi panas di tubuhnya tak berkurang. Ia menyadari ironi yang menusuk.

Selama dipukuli Aidan, ia tidak pernah merasa sakit sebegini hebatnya. Pukulan fisik itu sudah menjadi rutinitas yang diatasi oleh mati rasa. Tetapi sakit yang disebabkan oleh tubuhnya sendiri—demam, infeksi, duka—justru membuatnya tidak berdaya. Tubuhnya menolak untuk berkompromi, tubuhnya memberontak.

​Tiba-tiba, pintu kamar Anita dibuka tanpa diketuk. Aidan masuk.

​Ia sudah berpakaian rapi, siap untuk bekerja. Ekspresinya dingin dan datar. Ia melihat Anita yang terbaring, menggigil di bawah selimut tebal.

​"Kenapa kamu belum bangun?" suara Aidan tajam. "Siapa yang akan memasak sarapanku? Jangan berakting."

​Anita mencoba bicara. "M- Mas A-Aidan... a-aku sa-sakit..." Bisikannya serak, nyaris tak terdengar karena demam dan kawat.

​Aidan berjalan ke tepi tempat tidur, menatap Anita. Ia melihat mata Anita yang menguning, melihat keringat dingin di dahinya.

​"Sakit?" Aidan mendengus, jijik. "Aku tidak peduli. Kamu boleh sakit, kamu boleh sekarat, kamu boleh mati. Itu tidak akan membawa Kevin kembali. Dan itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa kamu adalah pembunuh ceroboh yang merenggut anakku."

Aidan melihat dompet Anita dan mengambil dompetnya dari nakas. "Jangan harap aku membuang-buang uangku untuk biaya rumah sakit mu. Jika kau ingin dokter, gunakan uangmu sendiri. Dan pastikan kamu sudah membereskan dirimu sebelum sore. Aku punya janji penting." ucap Aidan dan melempar dompet milik Anita.

​Aidan berbalik, tidak menyentuh Anita, tidak menunjukkan sedikit pun belas kasihan. Ia meninggalkan kamar, membanting pintu. Kekejamannya begitu murni dan tenang, jauh lebih mematikan daripada pukulan.

​Anita kembali sendiri dalam demamnya. Air matanya mengalir, tetapi kali ini air mata itu bukan karena sakit fisik, melainkan karena kesadaran penuh bahwa ia benar-benar sendirian.

​Saat demamnya memuncak, pandangannya menjadi semakin kabur. Ia menatap ke pintu, dan halusinasi terburuknya muncul.

​Pintu terbuka lagi. Tetapi kali ini, yang masuk bukanlah Aidan yang dingin.

​Yang masuk adalah Aidan versi lama—Aidan yang hangat, tersenyum, dengan mata penuh cinta. Dan di pelukannya, ada Kevin.

​Kevin, 5 tahun, tertawa riang, memeluk erat leher ayahnya.

​Mereka berjalan ke arah tempat tidur. Kevin melompat ke atas ranjang dan memeluk Anita.

"Mama! Jangan sakit!" Suara Kevin terasa nyata.

​Aidan duduk di sampingnya, memegang kening Anita dengan lembut. "Kasihan istriku. Cepat sembuh, ya. Kita harus membuat kue tiramisu lagi untuk Kevin."

​Semua adegan itu sangat hangat, penuh cinta, dan semua hal yang telah hilang dari hidup Anita selama enam bulan terakhir. Ini adalah bayangan palsu dari kehidupan sempurna yang direnggut darinya.

​Anita berhalusinasi jika saat ini Aidan memegang kawat di rahang Anita. "Kenapa rahangmu, Sayang? Aku berjanji, aku akan melindungimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu."

​Air mata Anita mengalir deras. Ia tahu itu palsu. Ia tahu Aidan yang asli sedang bekerja, sementara Aidan yang ini adalah racun yang diciptakan otaknya.

​Ia mencoba menyentuh Kevin, tetapi tangannya hanya menembus udara dingin. Bayangan itu samar-samar. Ia sadar, otaknya sedang memutar ulang kebahagiaan yang telah ia bunuh, yang telah Aidan bunuh.

Batin Anita. "Itu tidak nyata! Dia yang memukulku! Dis yang membunuh calon anak kita! Kevin sudah mati!"

​Namun, ia tidak sanggup menolak kehangatan palsu itu. Selama beberapa detik yang terasa abadi, ia membiarkan dirinya tenggelam dalam ilusi bahwa ia dicintai, bahwa Kevin masih hidup, dan ia bukan pembunuh.

​Halusinasi itu memudar secepat kemunculannya. Aidan dan Kevin menghilang. Yang tersisa hanyalah kamar yang dingin, demam yang membakar, dan pintu yang tertutup.

​Anita sendirian.

​Ia memegang kepalanya yang panas. Demam dan trauma membuatnya sangat rentan. Ia tahu, ia tidak bisa tinggal di rumah. Ia harus mencari bantuan, apa pun risikonya, sebelum demam ini merenggut nyawanya, dan sebelum Aidan kembali.

​Dengan tenaga terakhir, ia memaksakan diri turun dari tempat tidur, meraih ponselnya.

​Ia harus pergi. Ia harus mencari Dr. Imelda atau Sela. Pilihan ada di tangan Sela yang kini memiliki kecurigaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!