“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”
“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”
Laila baru saja dimutasi ke wilayah pelosok. Dia menempati rumah dinas bekas bidan Juleha.
Belum ada dua puluh empat jam, hal aneh sudah menghampiri – membuat bulu kuduk merinding, dan dirinya kesulitan tidur.
Rintihan kesakitan menghantuinya, meminta tolong. Bukan cuma satu suara, tetapi beriringan.
Laila ketakutan, namun rasa penasarannya membumbung tinggi, dan suara itu mengoyak jiwa sosialnya.
Apa yang akan dilakukan oleh Laila? Memilih mengabaikan, atau maju mengungkap tabir misterius?
Siapa sebenarnya sosok bidan Laila?
Tanpa Laila tahu, sesungguhnya sesuatu mengerikan – menantinya di ujung jalan.
***
Instagram Author ~ Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong : 10
Sepersekian detik detak jantung Laila terhenti, ia menarik napas guna mempersiapkan diri menghadapi penampakan yang pasti memacu adrenalin.
Laila kembali memasukkan obeng ke dalam tas. Langkahnya seolah tak menjejak tanah – bau bunga kantil, telur busuk, dan amis, menusuk hidung dan membuat mual.
Pada pintu kupu tarung yang tertutup rapat, berdiri sosok pocong bermata merah, posisinya tidak tegak, sedikit membungkuk. Menatap lurus, pandangannya penuh misteri sama halnya seperti wujudnya yang terbungkus kain kafan berlumpur penuh bercak darah.
Buang jimat itu! Buang!
Bersamaan dengan kalimat perintah tak terbantahkan itu – angin kencang menghantam Laila, hingga punggungnya menabrak dinding, dan daun pintu tertutup kuat.
Blam!
Kepalanya terasa berat, pandangan berputar, rasa masam menjalar hingga ujung lidah, lehernya seperti dicekik sehingga kedua tangannya berusaha melepaskan sesuatu tak kasat mata.
Sinar putih melingkari pinggang Laila – menjalar mengelilingi tubuh, lalu cahaya itu berubah wujud menjadi Jin bertubuh setengah manusia, dan bagian perut kebawah pusara angin beliung, memiliki sayap layaknya kelelawar. Khodam milik buyut Laila, yang memilih sendiri wadal nya yakni, sang cicit Mbah Ngatemi.
Jin tersebut menyukai raga Laila. Dibalik sifat penakutnya, tersembunyi kekuatan besar yang tidak ia sadari dan enggan mendalami.
Pocong tadi langsung menyingkir. Suasana kembali hening, dan Laila tak lagi sesak napas serta kesakitan. Dia melirik sekilas pada Jin yang saat dirinya beranjak remaja – sering dibuat pingsan dikarenakan raganya tidak kuat menampung sosok mengerikan itu.
'Dasar tak berguna! Mau muncul saat aku benar-benar terancam bahaya, kalau masih setengah mampus dibiarkan mengatasi semuanya sendiri!'
Kemudian Laila memasuki ruangan arsip. Dia membuka tas mengambil senter khusus kepala. Mulai mencari surat yang seharusnya diterima oleh bidan Juleha.
Satu, dua, tiga – berkas dan map telah diperiksa, tetapi hasilnya nihil. Tak patah arang, Laila melangkah dalam hening menuju ruangan pak lurah Karsa. Berjongkok membuka laci, membongkar isinya, tetap tidak menemukan apapun.
Dia keluar lagi, netranya menatap pada lemari di pojok ruangan yang mana terdapat tiga meja kerja berjejer.
‘Aku yakin ada yang tersembunyi di sini.’ Laila membuka pintu lemari, sesuatu menggelinding tepat di kakinya.
Bugh.
Auch!
Laila terjengkang, sikunya menghantam lantai, meringis menahan perih. Dikarenakan terkejut bukan main, keberaniannya naik kepermukaan. Dia langsung berdiri dan menendang kepala yang lidahnya menjulur.
“Kalau tak bisa membantu, setidaknya jangan menakuti!” geramnya, menatap puas pada otak berceceran, kulit kepala pipih setelah menghantam dinding.
Dia sadar semua itu cuma ilusi, yang mana takkan meninggalkan bekas di alam manusia.
Kemudian Laila berlutut, tangannya bekerja cekatan menggeledah isi lemari kayu jati tua. Pada bagian paling ujung, sesuatu menarik perhatiannya. Dikeluarkannya sebuah peti persegi.
‘Sialan, digembok!’ tak habis akal, ia menarik kep lidi di kepala – memasukkan ujung penjepit rambut itu ke lubang gembok berwarna tembaga.
Setelah berusaha keras, nyaris membuatnya mengumpat. Akhirnya berhasil terbuka gembok berukuran ibu jari.
Seperti praduganya. Ada dua amplop bertuliskan alamat kampung halaman bidan Juleha. Tanpa meminta izin, Laila mengoyak ujung kertas tebal itu, menarik isinya.
Sepenggal kalimat berhasil membuat emosinya seperti air mendidih.
Tak apa Dek – yang terpenting engkau sehat. Abang tetap menunggu masa tugasmu selesai, setelahnya kita menikah ya, membangun keluarga bahagia.
Seseorang telah meniru tulisan tangan bidan Juleha.
Inti dari surat kiriman keluarga dan calon suami bidan Juleha – mereka mengerti bila wanita kebanggaan mereka dipindah tugaskan ke wilayah lebih terpencil, susah sarana transportasi, untuk sekedar mengirim surat pun sulit.
'Engkau hendak menikah ya? Biadab sekali yang menghancurkan impian sederhana kalian Juleha,' air matanya mengalir.
Tidak dapat dibayangkan oleh Laila, bagaimana keluarga Juleha dan pujaan hatinya – setiap hari menanti sembari menahan kerinduan, meyakini kalau wanita kesayangan mereka masih hidup, sedang berjuang melayani masyarakat, menolong para ibu hamil melahirkan malaikat kecilnya.
Faktanya, Juleha sudah menjadi arwah gentayangan, tengah berusaha mencari pertolongan agar ada yang mau menolong dan membebaskannya dari cengkeraman sosok penjahat.
Kotak peti hendak ditutup lagi, tetapi telapak tangan Laila menekan dasar yang seharusnya keras, ini terasa empuk. Jemari berkuku pendek itu menarik jepit lidi yang masih tersangkut di gembok.
Menggunakan alat bantu sederhana, Laila mencongkel triplek tipis sebagai tutup dasar kotak terbuat dari papan halus dan sudah dipelitur – yang mana ternyata ada amplop coklat bergaris merah biru, berukuran besar.
Simpul benang diputar, sambil menahan napas, ia menarik isinya. Potret sosok wanita manis, tersenyum lembut menghadap kamera.
'Ini, dia – hantu yang waktu itu mengintip di jendela 'kan?'
Kendatipun wajah telah rusak, terdapat luka sayatan saat menampakkan wujud – Laila masih bisa mengenali sosok yang sebelumnya memberikan penglihatan tentang pembantaian sadis.
Bukan cuma selembar foto, ada juga beberapa amplop putih terdapat perangko. Laila memasukkan surat keluarga Juleha di dalam map, kemudian cepat-cepat membereskan kekacauan kecil yang diperbuat.
amplop besar tadi dimasukkan kedalam baju. Dia tidak mungkin berlama-lama berada dikantor kelurahan. Takut kalau ada yang memergoki, berakhir dirinya ditangkap lalu diadili.
"Antarkan aku pulang! Esok ku sediakan sesajen untukmu!"
Setelah sekian tahun meninggalkan kegiatan menyediakan sesajen setiap malam Jumat. Kini Laila menawarkan makanan kesukaan sang Jin – dia tak mungkin berjalan menyusuri hutan disaat badannya terasa remuk redam.
Blam.
Daun pintu ditutup seperti sedia kala, dalam sekejap mata Laila dibopong dan dibawa melayang melewati perkebunan karet.
Dalam pandangan mata awam, mereka akan melihat api berekor terbang atau sering juga disebut Banaspati.
Tak perlu memerlukan waktu belasan hingga puluhan menit, tak pula melewati kejadian menyeramkan yang membuat seorang Laila berguling-guling.
Kini sosoknya sudah berada di dalam dapur rumah dinas, dan sang Jin kembali bersemayam di dalam jimat.
Laila menggelengkan kepala guna mengusir rasa pusing. Dia melepaskan sepatu, serta pakaian, tersisa dalaman saja.
Kemudian masuk ke dalam kamar mandi membasuh kaki, tangan, dan wajah. Setelahnya meraih baju daster yang digantungkan pada paku belakang pintu.
***
Dia duduk bersila di atas lantai tanpa alas, membuka map dan menuang isinya. Menyobek amplop putih – surat yang ditulis dengan tangan, bertinta hitam.
Ayah ... bila surat ini berhasil sampai kepada kalian – mungkin aku telah tinggal nama. Disini mengerikan, banyak hal tak manusiawi yang terjadi. Nyawa manusia dianggap mainan, tak lebih berharga dari seekor Lalat hijau.
Napas Laila pendek-pendek, sekujur tubuhnya merinding, bukan karena kehadiran makhluk halus, tetapi fakta yang semakin mendekatkannya pada jalan menyingkap tabir misteri.
'Apa kami saling terhubung? Ternyata aku, Juleha, Ineke – lahir di tahun yang sama, cuma beda bulan saja.'
Srek srek.
Kewaspadaan Laila patut diacungi jempol, langsung saja dirinya mematikan senter. Tangannya mencari sesuatu didalam tas, mengeluarkan pisau.
.
.
Bersambung.
iya kah?
tapi kalau g dibaca malah penasaran
Smoga Fram dan Laila jodoh ya. 😆
di tunggu kelanjutan intan paok ya ka
salah satunya antisipasi untuk hal seperti ini.
bahkan kita sendiri kadang tidak tahu weton kita apa,karena ditakutkan kita akan sembarangan bicara dengan orang lain.
waspada dan berhati hati itu sangat di perlukan .
tapi di zaman digital sekarang ,orang orang malah pada pamer weton kelahirannya sendiri🤣
aciye ciyeeeee si juragan udh kesemsem sama janda perawan
Thor lagi donk