NovelToon NovelToon
Lama-lama Jatuh Cinta

Lama-lama Jatuh Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pengantin Pengganti Konglomerat
Popularitas:146
Nilai: 5
Nama Author: Nur Yani

Prolog :
Nama ku Anjani Tirtania Ganendra biasa di panggil Jani oleh keluarga dan teman-temanku. Sosok ku seperti tidak terlihat oleh orang lain, aku penyendiri dan pemalu. Merasa selalu membebani banyak orang dalam menjalani kehidupan ku selama ini.
Jangan tanya alasannya, semua terjadi begitu saja karena kehidupan nahas yang harus aku jalani sebagai takdir ku.
Bukan tidak berusaha keluar dari kubangan penuh penderitaan ini, segala cara yang aku lakukan rasanya tidak pernah menemukan titik terang untuk aku jadikan pijakan hidup yang lebih baik. Semua mengarah pada hal mengerikan lain yang sungguh aku tidak ingin menjalaninya.
Selamat menikmati perjalanan kisah ku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dinas

“Sorry ya Jan, hari ini dan satu minggu ke depan aku tidak ada di rumah. Kau bisa hubungi penjaga atau Bibi jika butuh sesuatu. Kau bisa gunakan kartu ini untuk belanja kebutuhan mu jika di rumah ini belum ada. Paham Jan?” Jani mengangguk. Wajahnya terlihat murung.

“Kenapa kau terlihat sedih?” Jani menatap mata Calvin lalu menunduk lagi.

Meski Calvin sering membuatnya jantungan, ketidakhadirannya di rumah membuat Jani merasa asing. Jani merasa sendirian meski seluruh penjuru rumah di jaga dengan baik oleh para penjaga yang setia.

“Jani hanya merasa risih di rumah sebesar ini sendirian tanpa Kak Calvin.” Ucap Jani malu-malu.

“Apa mau di rumah Mas Angga dulu?”

Jani menggeleng meski hatinya sangat ingin. “Di sini saja Kak, takut merepotkan Mas Angga.” Sudah waktunya dirinya tidak lagi membayangi kehidupan mereka.

“Kau yakin?” Jani mengangguk. “Apa aku bisa pergi dengan tenang?” Jani tersenyum manis kali ini.

Untuk pertama kalinya setelah menikah dirinya di tinggalkan oleh Calvin. Meski belum lama Jani sudah mulai bergantung pada Calvin yang selalu memperhatikannya.

“Jangan sampai aku mengikuti Kak Calvin kalau terus bertanya.” Calvin tersenyum, Jani sudah bisa sedikit santai. Dia sudah mulai bisa bicara dengan bertatap muka dengan dirinya, ini kemajuan yang Calvin inginkan.

“Aku pergi ya Jan, jangan lupakan sarapan mu. Makan siang dengan teratur dan jangan meninggalkan makan malam dengan alasan apapun. Makan dengan teratur.”

“Kak Calvin seperti kakek-kakek, bawel.” Calvin yang repot dengan dokumen ditanganya hanya tersenyum. Bukan hanya Jani, Calvin sendiri merasa berat meninggalkan Jani sendirian di rumah yang pasti sangat asing untuk Jani.

“Nomor Kak Calvin dua puluh empat jam bisa di hubungi ya Jan.” Kali ini suaranya lirih.

“Jani tidak akan mengganggu supaya Kakak cepat kembali. Dahhhhh……”

Jani mendorong Calvin masuk ke dalam lift. Melambaikan tangannya sambil menahan air mata agar tidak jatuh dari pelupuk matanya yang sudah tidak tertahankan.

“Jangan di tahan kalau ingin menangis Non.” Tegur Bibi yang melihat Jani berdiri termenung di depan pintu lift yang sudah tertutup rapat.

“Jani sendirian Bi.” Lirihnya sambil mengusap ujung matanya yang basah.

“Mau Bibi temani tidak malam ini?” Jani menggeleng.

“Bibi kan juga punya keluarga. Di rumah ini sudah banyak sekali penjaga Bi.”

“Takutnya Nona ingin Bibi menemani, Bibi siap Non.”

“Tidak perlu Bi, aku sepertinya hanya kaget saja Bi karena Kak Calvin pergi cukup lama.”

Jani mengusap dadanya yang sedikit sesak karena menahan tangis. Tidak enak jika membuat keributan hanya karena Kak Calvin dinas di luar kota untuk satu minggu ke depan.

“Yowis kalau begitu. Sarapan sudah ada di meja makan ya Non, di habiskan biar kuat.” Jani mengacungkan ibu jarinya merespon perintah Bibi yang setia merawat dirinya.

Ihhhhh…..kok sedih nya gak ilang-ilang sih. Biasanya juga gak papa sendirian kalau Mas Angga dan Mbak Gina pergi lama ke Surabaya. Kenapa kok rasanya beda sih…..Kok ini takut banget sih Kak Calvin gak balik lagi.

Bukan karena kemewahan ini kan Jan? perasaan mu ini tulus atau karena ada maunya Jan? jangan-jangan sedih mu ini cuma modus Jan.

Jani mencaci maki dirinya sendiri yang sudah tidak tahu diri. Berani-beraninya merasa kesal, marah dan kecewa karena Kak Calvin meninggalkannya sendirian di rumah besarnya.

Jani menghabiskan sarapannya dengan cepat, tidak mau termenung terlalu lama Jani memutuskan pergi ke kampus lebih pagi. Jani mau duduk menunggu jam kuliahnya di perpustakaan. Membaca saja di sana daripada di rumah sendirian.

“Ayo Pak kita jalan ke kampus sekarang saja.” Pak Supir yang sedang duduk di kursi tunggunya segera berdiri.

“Maaf Nona, saya kira Pak Calvin meminta saya mengantar Nona jam sepuluh nanti.” Merasa tidak enak pada Jani yang sudah berdiri di depannya.

“Jani bosan sendirian di rumah Pak. Mau baca buku saja di perpustakaan.”

“Baik Nona.” Segara membukakan pintu untuk Jani yang segera melangkah masuk.

Perjalanan pagi ini cukup macet, suara klakson mobil dan motor saling bersahutan membuat suasana bising semakin memekik memecahkan keheningan yang sejak tadi menemani perjalanan jani.

“Macet banget ya Pak tumben.” Ucap Jani membuka pembicaraan.

“Sepertinya di depan ada kecelakaan Non.”

“Tahu dari mana Pak? Memang kelihatan?” Jani mencoba melihat dari sisi nya duduk, tidak terlihat apapun kecuali antrian panjang mobil dan motor yang begitu padat.

“Ada di sini Non.” Jani melihat layar kecil yang Pak Supir tunjuk.

“Keren ya Pak, Jani baru tahu ada mobil yang bisa kasih tahu suasana di luar sana Pak.”

“Jangkauannya cukup jauh Non, jadi saya bisa tahu alasan kemacetan yang terjadi.” Jani tersenyum bangga dengan kemewahan yang lagi-lagi membuat dirinya kagum.

Perlahan mobil bisa melaju meski hanya beberapa saat, mata Jani memperhatikan kerumunan orang-orang yang tampak membantu seorang pemuda dengan motornya ke bahu jalan di depan pertokoan.

“Loh….itukan…Pak tolong buka pintu nya Pak.”

“Jangan Nona, nanti saya bisa di tegur Pak Calvin kalau Nona turun. Bahaya Non.”

“Pak…itu teman saya yang jatuh Pak. Aku mohon Pak….Pak…..!” Teriak Jani membuat Pak Supir membuka pintu mobilnya.

“Kak Axel….” Jani berjongkok. “Kak Axel gak papa?”

“Kamu kenal neng?” Jani mengangguk. “Bawa ke rumah sakit Neng, takut ada luka yang harus segera di beri pertolongan Neng.” Jani yang bingung mendekat pada Axel.

“Ayo Kak, Jani bawa ke rumah sakit terdekat ya Kak.” Axel hanya mengangguk.

Dia sedang merasakan nyeri di lutut nya karena terbentur cukup keras saat jatuh tadi.

“Motor nya gimana Pak?” Tanya Jani yang tidak mungkin membawa motor Axel.

“Tinggalkan saja di depan ruko ku, aku akan bantu menjaga nya.” Jawab seorang pemuda yang tampak baik. “Jangan khawatir, aku tidak akan membawa kabur motor teman mu.” Jani tersenyum mendengarnya.

Jani yang memutuskan, Kak Axel sedang tidak bisa berfikir tentu saja. Dia harus segera di berikan pertolongan. “Terimakasih banyak sudah membantu kami.” Jani mengucapkan terimakasih pada semua orang yang sudah membantu.

“Mau di bawa ke rumah sakit Non?” Jani tahu Pak Supir Nampak ragu.

“Apa Bapak bisa bantu Jani? Teman Jani butuh pertolongan Pak, Jani janji tidak akan bilang apapun pada Kak Calvin. Jani janji Pak.” Pak supir tidak banyak bicara, dia langsung menginjak gas mobil menuju rumah sakit terdekat.

Beruntung kecelakaan terjadi tidak jauh dari rumah sakit besar. Axel segera di beri pertolongan oleh dokter jaga yang ada di UGD, kebetulan suasana pagi di rumah sakit masih cukup sepi.

“Kau Anjani kan?” Tanya dokter yang baru saja selesai memeriksa Axel. Jani mengangguk. “Aku kira salah orang. Siapa dia?”

“Teman ku Dok. Teman kuliah, dia teman sekelas Jani.” Dokter hanya mengangguk.

“Lukanya tidak terlalu serius, aku akan resepkan obat anti nyeri dan salep luar untuk lukanya. Kalau bisa jangan sampai terkena air dulu lukanya.” Jani mengangguk.

“Dok…” Dokter kembali berbalik. “Apa Dokter kenal Jani?” Dia hanya tersenyum membuat Jani semakin penasaran.

Bukannya di jawab malah senyum-senyum sendiri.

Gerutu Jani yang penasaran, darimana dokter tahu namanya.

“Kak.” Jani segera meraih tangan Axel membantunya berjalan. “Apa sudah enakan kaki nya? Darah nya banyak loh Kak.”

“Maaf ya Jan kau jadi repot.” Jani menggeleng.

“Kalau Jani yang ada di posisi Kak Axel pasti juga di bantu kan. Jani Cuma melakukan yang seharusnya saja kok Kak.”

“Sayang….” Seorang wanita paruh baya berlari ke arah mereka. Memeluk Axel dengan erat. “Gak papa kan Nak? Kok bisa jatuh sihhhh….” Axel hanya tersenyum, Jani ikut senyum-senyum melihat keduanya.

“Terimakasih banyak ya Jan, ini Bunda Jan.” Jani menyalami Bunda dengan sopan.

“Ini gadis cantik dan baik hati yang suka kau ceritakan itu ya Nak.” Axel melotot sambil menggelengkan kepalanya pada Bunda. “Terimakasih ya sayang, kau sudah menyelamatkan kesayanganku. Bunda sangat berterimakasih sekali.”

Terharu sekali di panggil sayang oleh wanita yang seumuran dengan Ibu. Jani rindu sekali panggilan sayang seperti ini.

“Sama-sama Tante….”Bibir Bunda manyun sambil menatap Jani tajam. “Bunda…”

Jani di peluk dengan erat, rasanya hangat seperti pelukkan Ibu yang sudah sangat lama Jani rindukan.

Axel melihat jemari Jani mengusap air mata yang lolos begitu saja karena perasaan harunya. Jani dengan perasaan lembutnya ini yang berhasil meluluhkan hati Axel.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!